Barantin dan Sejumlah Organisasi Kampanyekan Anti Perdagangan dan Lalu Lintas Ilegal Hewan

Penyebaran penyakit hewan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya perdagangan hewan dan produk hewan, terutama yang berasal dari perdagangan ilegal

Barantin dan Sejumlah Organisasi Kampanyekan Anti Perdagangan dan Lalu Lintas Ilegal Hewan
Kampanye kolaboratif menciptakan perubahan perilaku masyarakat untuk tidak melakukan perdagangan hewan illegal, Sabtu (18/4/2025). (istimewa)

KORANBERNAS.ID, BEKASI--Badan Karantina Indonesia (Barantin) bersama Ikatan Dokter Hewan Karantina Indonesia (IDHKI), Asosiasi Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner Indonesia (AEEVI) serta Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) meluncurkan kampanye Anti Perdagangan dan Lalu Lintas Ilegal Hewan dan Produknya, secara daring.

Hal itu dilakukan, merespon masih maraknya perdagangan dan lalu lintas ilegal hewan dan produknya.

“Kampanye kolaboratif ini diharapkan dapat menciptakan perubahan perilaku masyarakat untuk tidak melakukan perdagangan hewan ilegal, sehingga mencegah  penyebaran penyakit hewan dan zoonosis,” ungkap Kepala Barantin Sahat M Panggabean, Sabtu (18/4/2025).

Menurut Sahat M Panggabean, di Indonesia sendiri fenomena penyebaran penyakit hewan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya perdagangan hewan dan produk hewan, terutama yang berasal dari perdagangan ilegal.

Menurutnya, perdagangan ilegal hewan tersebut tidak hanya meliputi hewan peliharaan, tetapi juga hewan ternak, satwa liar, dan produk hewani lainnya.

Gaya hidup urban yang semakin meningkat bersama dengan permintaan yang tinggi terhadap hewan peliharaan dan produk hewani, seringkali menjadi penyebab utama tingginya angka perdagangan ilegal.

Ia menegaskan, perdagangan ilegal tidak hanya melanggar peraturan perundang-undangan, tetapi juga membawa risiko tinggi dalam penyebaran berbagai penyakit hewan dan zoonosis, yaitu penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia, juga berdampak pada ketahanan pangan, mata pencaharian, serta sektor peternakan.

Dari data World Organisation for Animal Health (WOAH), ada lebih dari 1.415 spesies mikroorganisme patogen pada manusia dan 61,3% atau 868 bersifat zoonosis atau dapat menular ke manusia, seperti rabies, avian influenza, HIV dan ebola.

Selain itu terdapat penyakit hewan yang dapat merugikan masyarakat seperti PMK, LSD, ASF, SE, hog cholera dan PPR. Penularan penyakit ini dapat meningkat melalui jaringan perdagangan ilegal yang menyebarkan hewan dalam kondisi tidak sehat atau tidak terjamin kesehatannya.

Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal, yang hadir secara daring pada acara tersebut mengatakan, bahwa FAO siap mendukung pemerintah Indonesia dalam kampanye tersebut.

Menurutnya FAO akan berkolaborasi melalui pendekatan karantina berbasis risiko, peningkatan mekanisme ketertelusuran, sistem pengawasan terpadu, dan adopsi pendekatan one health yaitu bahwa kesehatan manusia dan hewan saling terkait.

Sedangkan Sriyanto, Deputi Bidang Karantina Hewan yang juga hadir dalam kegiatan tersebut menyampaikan, bahwa penyakit hewan tidak mengenal batas wilayah dan negara. Ia berharap pada masyarakat yang melalulintaskan hewan agar dapat memastikan hewan dan produknya dapat memenuhi persyaratan karantina. (*)