Bantuan untuk Kampung Sembir Dihentikan
KORANBERNAS.ID, SALATIGA--Sejumlah bantuan yang masuk ke Kampung Sembir RW 6 Kelurahan Bugel Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Jawa Tengah, dihentikan karena diduga bermasalah. Ironisnya, penghentian itu terjadi karena tidak adanya verifikasi di lapangan oleh dinas terkait.
Bantuan yang terpaksa dihentikan itu, adalah bantuan Rehab Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Tahun-tahun sebelumnya, bantuan itu bisa masuk karena ada permohonan, namun tidak ada verifikasi.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, syarat baku penerima bantuan RTLH adalah rumah dengan status hak milik (HM). Namun di Kampung Sembir seluruh rumah warga masih berstatus HGU (Hak Huna Usaha).
Terungkapnya status Kampung Sembir, ketika rombongan DPRD Kota Salatiga dan pejabat Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapermas) Kota Salatiga meninjau rumah salah seorang warga Kampung Sembir.
“Saya baru tahu kalau di Salatiga masih ada yang belum bersertifikat. Ini kasuistis,” kata salah seorang pejabat Bapermas beberapa waktu lalu.
Setelah mengetahui status Kampung Sembir itu, bantuan RTLH di stop. Hanya saja yang mengundang tanda tanya adalah, mengapa setiap permohonan tidak diverifikasi. Tindakan selalu diambil setelah ada permasalahan di lapangan.
Selain RTLH, bantuan yang disinyalir bermasalah dan sempat masuk ranah penegak hukum yakni KRPL 2015. Bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah lewat Bapermas Kota Salatiga itu, dari awalnya sudah banyak yang mempertanyakan. Pasalnya, syarat untuk mencairkan bantuan itu harus ada tanda tangan pengurus.
Saat itu, pengurus yang tanda tangan pencairan ada tiga orang. Namun setelah bantuan cair, tiba-tiba satu diantaranya ditinggal.
“Saya hanya diajak dan disuruh tandai tangan serta mengumpulkan foto copi KTP. Setelah cair saya tidak tahu apa-apa,” ujar salah seorang pengurus saat dikonfirmasi.
Ironisnya, setelah ada pengakuan salah seorang pengurus dan dugaan penyimpangan mulai ada titik terang tiba-tiba saja di lapangan ada upaya untuk mencari kambing hitam, dengan memunculkan kalimat berikut: “Mengapa Bapak Tidak Mau Diajak Musyawarah Mengelola dan Melaksanakan Bantuan”.
Celakanya kata-kata itu diterima mentah-mentah oleh oknum pejabat dan oknum di Kelurahan Bugel.
Kalimat yang ditujukan kepada salah seorang warga yang mengendus adanya kejanggalan itu sungguh mengejutkan, karena sejak awal warga tersebut memang tidak pernah diajak musyawarah.
Belakangan diperoleh informasi, jika oknum di Kelurahan Bugel itu telah dimutasi karena diduga ada kaitannya dengan KRPL dan adanya laporan kepada Walikota Salatiga.
Bantuan lain yang juga sempat mengundang tanda tanya warga yakni PNPM 2008. Saat itu Kampung Sembir RW 6 menerima bantuan program PNPM air bersih, dengan menyalurkan air ke rumah warga. Warga yang ingin jadi pelanggan membayar Rp 80 ribu kepada pengurus
Permasalahan muncul, karena air tidak rutin mengalir ke rumah warga. Bahkan seminggu ada yang mengalir hanya satu hari dan ada juga yang tidak mengalir sama sekali. Karena kecewa, tidak sedikit warga yang berhenti berlangganan.
Namun dari hasil pengelolaan air itu, ada sisa uang Rp 2 juta yang dibawa salah seorang pengurus dan hingga kini tidak pernah ada pertanggungjawabannya.
Padahal dalam rapat rutin warga sudah pernah dibahas meski oknum yang membawa uang itu tidak pernah hadir dalam pertemuan.
Dan yang terakhir sangat mengecewakan warga, yakni tahun 2006, saat ada oknum dari luar Kampung Sembir mengaku bisa membantu mensertifikatkan tanah yang dihuni. Saat itu, sejumlah warga menabung dan uang tabungan itu dibawa Margono, warga RT 1.
Namun secara diam-diam, uang tabungan warga sebesar Rp 600 ribu itu diminta salah seorang warga RT 2 berinisial J. Ketika usaha pensertifikatan gagal dan warga ingin agar uangnya dikembalikan, maka upaya penagihanpun dilakukan.
Sayangnya, penagihan terhadap J sangat sulit karena berbagai alasan. Namun uang warga akhirnya bisa ditagih setelah ada upaya dari salah seorang warga.
Terakhir kali permasalahan muncul di penghujung tahun 2019, ketika ada puluhan mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FISKOM) Universitas Kristen Satya Wacana mengadakan KKN di Kampung Sembir.
Sebelum mahasiswa memulai dan tinggal di rumah warga, Ketua RW 6 Mardi kala itu, telah menginformasikan kepada sejumlah warga.
Namun oleh salah seorang oknum diminta agar masalah makan mahasiswa yang KKN dikelola oleh dirinya, karena dari awal telah tahu akan ada mahasiswa yang KKN.
Upaya oknum tersebut mengundang reaksi dari warga lain dan mahasiswa KKN itu sendiri.
“Inginnya selalu berkuasa dan mengatur kalau ada uangnya. Tapi ketempatan tidak mau. Makanya yang dia kelola semuanya amburadul,” kata warga dan mahasiswa KKN.(SM)