Bagai Pedang Bermata Dua, Kata Kepala BI Yogyakarta Soal Teknologi Pembayaran Digital
Jika masyarakat tidak memiliki literasi keuangan yang baik, ini dapat membuka celah penipuan dan kejahatan digital.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Bank Indonesia (BI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta menyoroti fenomena digitalisasi sistem pembayaran yang dinilai seperti pedang bermata dua di tengah kesenjangan literasi keuangan masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran serta Perlindungan Konsumen yang diselenggarakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY (KPw BI DIY).
Kepala KPw BI Yogyakarta, Ibrahim, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap tingginya penetrasi teknologi pembayaran digital yang tidak diimbangi dengan pemahaman finansial yang memadai.
"Teknologi bisa menjadi pedang bermata dua. Jika masyarakat tidak memiliki literasi keuangan yang baik, ini dapat membuka celah terhadap penipuan dan kejahatan digital," ujarnya, Selasa (12/11/2024).
Mendominasi
Data terbaru menunjukkan adanya paradoks dalam landscape keuangan digital Indonesia. Dengan populasi pengguna seluler mencapai 370,1 juta pada 2022, Indonesia mencatatkan penetrasi seluler di atas 100 persen. Generasi Z dan Milenial, yang membentuk 53,81 persen populasi mendominasi 85 persen transaksi digital nasional.
Namun, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2024, terdapat kesenjangan signifikan antara tingkat inklusi keuangan yang mencapai 75,02 persen dengan indeks literasi keuangan yang hanya 65,43 persen.
Merespons tantangan ini, Bank Indonesia telah memperbarui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 22/20/PBI/2020 menjadi PBI Nomor 3 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen.
"Kami ingin menciptakan iklim keuangan yang kondusif dan aman bagi konsumen, sehingga masyarakat dapat menikmati layanan keuangan digital dengan perlindungan yang memadai," jelas Ibrahim.
Landasan hukum
Penguatan regulasi juga dilakukan melalui implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Regulasi ini memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi BI dalam mengawasi Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB).
"UU P2SK menjadi dasar hukum yang kuat bagi Bank Indonesia mengawasi KUPVA BB ilegal. Kami akan terus melakukan tindakan preventif dan represif terhadap penyelenggara valuta asing yang melanggar aturan, demi melindungi konsumen dan menjaga stabilitas keuangan," tegas Ibrahim.
Ibrahim juga menyoroti ancaman peredaran uang palsu yang berpotensi meningkat menjelang pemilu. Bank Indonesia telah menyiapkan strategi komprehensif meliputi langkah preventif, preemtif dan represif untuk mengantisipasi hal tersebut.
Langkah mitigasi
"Peredaran uang palsu dapat mengganggu kestabilan ekonomi, dan menjelang pemilu risiko ini semakin tinggi. Kami akan melakukan sosialisasi terkait ciri-ciri uang asli sebagai langkah mitigasi untuk mencegah kerugian bagi masyarakat," tambahnya.
Sebagai lembaga publik, Bank Indonesia menekankan komitmennya menjalankan tata kelola yang baik. "Kami memastikan setiap kebijakan yang dikeluarkan telah melalui proses yang taat asas dan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat," ungkap Ibrahim.
Dalam menghadapi tantangan era digital, Bank Indonesia DIY mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi membangun ekosistem keuangan yang aman dan inklusif.
Ibrahim berharap sosialisasi ini dapat menjadi katalis dalam membangun sinergi positif demi pertumbuhan ekonomi DIY yang berkelanjutan. "Semoga sosialisasi ini menjadi langkah awal dalam membangun sinergi yang positif demi pertumbuhan ekonomi DIY yang berkelanjutan," kata Ibrahim.
Perlindungan konsumen
Menurut dia, Bank Indonesia optimistis dengan meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap kebijakan dan perlindungan konsumen, pertumbuhan ekonomi DIY akan semakin kuat dan inklusif.
Lembaga ini akan terus mendorong upaya edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penggunaan layanan keuangan digital melalui berbagai program sosialisasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak. (*)