Auditor Internal Didorong Menjadi Mitra Strategis Menghadapi Risiko Global dan Disrupsi Teknologi
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA) kembali menyelenggarakan Konferensi Auditor Internal (KAI) 2025 di Yogyakarta. Acara tahunan ini menjadi platform strategis bagi para profesional audit internal di Indonesia untuk menghadapi tantangan tata kelola di tengah dinamika global yang kian kompleks dan tidak menentu.
Dengan mengusung tema “Shifting Horizon for Internal Auditors: Navigating Emerging Risks, Governance and Opportunities in 2025,” KAI 2025 hadir untuk menjawab kebutuhan akan transformasi peran auditor internal agar lebih adaptif, digital dan berdaya saing tinggi.
“Kita tengah berada pada era turbulence, uncertainty, novelty and ambiguity. Dalam kondisi ini, auditor internal tidak bisa hanya menjalankan fungsi pengawasan. Mereka harus menjadi mitra strategis yang proaktif, memahami dinamika risiko global, dan mampu memberi preskripsi berbasis data,” ujar Setyanto P. Santosa, Direktur YPIA di Yogyakarta, Kamis (3/7/2025) malam.
Konferensi yang dihadiri oleh ratusan peserta dari sektor publik, BUMN, swasta, dan akademisi ini menyoroti berbagai isu aktual yang memengaruhi dunia audit internal, termasuk disrupsi teknologi, fragmentasi geopolitik, risiko siber, dan pentingnya integrasi prinsip Environmental, Social and Governance (ESG) dalam tata kelola modern.
Di tingkat nasional, KAI 2025 juga menyoroti dampak pembentukan Badan Pengelola Investasi Danantara sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF), yang membawa dinamika baru dalam ekosistem BUMN.
“Dengan Danantara memegang saham seri B, dan Kementerian BUMN tetap sebagai pemilik saham seri A, struktur ini menuntut penguasaan kompetensi baru dalam governance foresight dan risk intelligence,” tambah Setyanto.
Konferensi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi penting yang perlu segera diadopsi oleh para profesional audit internal di seluruh sektor.
Pertama, penting bagi auditor untuk meningkatkan kepemimpinan dalam risk foresight.
Pendekatan seperti scenario planning, geopolitical intelligence dan dynamic risk scoring perlu diterapkan untuk mengantisipasi risiko global dan lokal secara presisi.
Rekomendasi selanjutnya adalah penerapan agile governance sebagai pilar utama tata kelola modern. Organisasi harus mampu beradaptasi secara cepat terhadap perubahan horizon risiko dan kebutuhan pemangku kepentingan.
Isu ketahanan siber juga menjadi sorotan utama. Auditor internal harus memiliki pemahaman mendalam tentang arsitektur keamanan digital seperti zero trust, serta menguasai teknik audit berbasis teknologi seperti penetration testing, vulnerability assessment dan monitoring berbasis data.
Selain itu, pemanfaatan data analytics dan forensic intelligence harus menjadi kompetensi inti dalam fungsi audit internal. Auditor dituntut untuk menggunakan teknologi seperti AI, machine learning dan predictive analytics guna mengidentifikasi risiko secara proaktif serta memberikan insight yang bersifat preskriptif.
Rekomendasi terakhir menyangkut pentingnya penguatan tata kelola kolaboratif (collaborative governance).
"Dalam dunia yang semakin terfragmentasi, auditor internal harus mampu menjadi jembatan antar-fungsi organisasi, serta membangun koordinasi lintas sektor untuk memperkuat ketahanan institusi secara menyeluruh," ungkapnya.
KAI 2025 menegaskan pentingnya peran auditor internal sebagai katalis transformasi dan penjaga integritas organisasi dalam menghadapi horizon risiko yang terus berubah. Dengan pemahaman yang lebih mendalam terhadap tata kelola digital, ESG, dan ancaman siber, auditor internal diharapkan mampu memperkuat ketahanan organisasi di masa depan.
“Kami berharap hasil konferensi ini menjadi acuan bagi seluruh pemangku kepentingan, auditor internal, pimpinan organisasi, regulator dan pembuat kebijakan dalam membangun ekosistem tata kelola yang lebih tangguh, integratif dan siap menghadapi tantangan global,” paparnya.(*)