Apakah Gayung akan Bersambut?

Menilik bahwa petisi beberapa perguruan tinggi ternama, sekarang tak ada lagi gaungnya, mandeg; aksi turun ke jalan yang berulang kali diteriakkan tak cukup mendapat respon, agaknya hiruk-pikuk Pemilu 2024 segera akan mereda. Memang masih akan ada rasa geram yang tersisa. Ada rasa kecewa yang tak gampang sirna, tetapi kehidupan berbangsa dan bernegara akan berjalan normal kembali. Dan ini yang dibutuhkan rakyat banyak.

Apakah Gayung akan Bersambut?

KEMENANGAN Prabowo – Gibran dalam kontestasi Pilpres 2024, rupanya mendapat respon beragam. Kubu Anies – Muhaimin dan Ganjar – Mahfud, sampai kini masih mencoba terus mengoleksi kecurangan-kecurangan yang terjadi. Tentu, akhir dari upaya-upaya mereka akan berujung di Bawaslu atau di Mahkamah Konstitusi, yang memang bertugas menyelesaikan sengketa pemilu. Kubu Prabowo – Gibran pun menyatakan sedang mengoleksi berbagai kecurangan yang merugikan mereka.

Wacana yang terus dikembangkan oleh kubu 01 dan 03, adalah kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Benarkah tuduhan mereka, tentu jawabannya menunggu akhir dari proses peradilan. Dalam hal KPU pada 20 Maret 2024 sudah mengumumkan resmi hasil penghitungan suara Pemilu 2024, berbagai sengketa Pemilu akan selesai paling lambat 17 hari kemudian. Permohonan gugatan ke Mahkamah Konstitusi maksimal 3 x 24 jam setelah KPU mengumumkan hasil penghitungan suara dan dalam 14 hari MK sudah harus memutus perkara sengketa.

Selain upaya menempuh jalur hukum, ada upaya-upaya lain di luar koridor hukum. Upaya membangun pemahaman masyarakat bahwa Pemilu 2024 cacat etika, cacat hukum dan berlangsung penuh kecurangan, sudah dilakukan sejak sebelum pemungutan suara berlangsung. Dalam soal etika misalnya, dan tentu saja termasuk moral, sebagian akademisi di perguruan tinggi mencoba mengambil sikap dengan mengeluarkan petisi. Kaum intelektual itu mengkritisi Presiden Joko Widodo yang dianggap tidak lagi menjaga marwah dirinya sebagai negarawan bahkan melakukan tindakan-tindakan yang menurut mereka tidak beretika. Kalangan sebagian seniman dan budayawan juga menyuarakan hal yang sama.

Muncul pula indikasi, ada politisi yang melempar bola panas ke kalangan mahasiswa dan masyarakat luas. Tujuannya agar terbangun people power sebagaimana pernah terjadi tahun 1998. Maka, pada 19 Februari lalu, relawan Ganjar – Mahfud misalnya, mengajak demonstrasi di depan kantor Bawaslu dan KPU. Aparat pun menyiapkan personil sekitar 2.000 orang untuk menjaga kamtibmas. Namun, peserta unjuk rasa tidak mencapai seribuan. Sebuah media menyebut peserta unjuk rasa hanya sekitar 300 orang. Dua hari sebelum pemungutan suara, mahasiswa di Yogyakarta juga berunjuk rasa dengan tagline “Gejayan Memanggil”.  Demo ini pun juga tidak cukup besar. Aksi unjuk rasa konon juga akan berlangsung lagi di Yogyakarta pada Jumat, 23 Februari 2024. Kali ini di depan Istara Negara Gedung Agung, dengan tagline “Suara Kebenaran dari Yogya. Pemilu Curang!”.

Pemungutan suara sudah berlangsung. Hasil hitung cepat, serta hitung nyata oleh KPU yang sudah selesai 72% lebih, menempatkan pasangan Prabowo – Gibran memperoleh dukungan suara 58% lebih. Pasangan Anies – Muhaimin di urutan kedua dengan 24% lebih serta Ganjar – Mahfud di urutan ketiga dengan perolehan 17% lebih.

Diakui atau tidak, PDIP bersama koalisi yang mengusung Ganjar – Mahfud adalah kubu yang paling terpukul. PDIP masih memenangi pemilu legislatif. Tetapi presiden pilihan rakyat bukan yang mereka usung. Hasil Pilpres mereka sebut sebagai anomali. Masih sulit untuk mengerti realita bahwa Ganjar – Mahfud kalah telak dalam kontestasi Pilpres. Padahal, ketika pasangan ini berkampanye, massa membeludak. Bahkan Ganjar dan Mahfud sempat mengumbar optimisme bakal memenangi Pilpres dalam satu putaran.

Menyikapi keadaan ini, Ganjar sudah berupaya meminta agar partai-partai yang mengusung pasangan capres 01 dan 03 untuk bersama-sama menggunakan kekuatan parlemen menggulirkan hak angket atau setidaknya hak interpelasi. Ganjar mengklaim, Pemilu sudah berlangsung curang. Karena itu parlemen harus bersikap. Apakah gayung ini akan bersambut? Waktu yang akan membuktikan.

Menilik bahwa petisi beberapa perguruan tinggi ternama, sekarang tak ada lagi gaungnya, mandeg; aksi turun ke jalan yang berulang kali diteriakkan tak cukup mendapat respon, agaknya hiruk-pikuk Pemilu 2024 segera akan mereda. Memang masih akan ada rasa geram yang tersisa. Ada rasa kecewa yang tak gampang sirna, tetapi kehidupan berbangsa dan bernegara akan berjalan normal kembali. Dan ini yang dibutuhkan rakyat banyak. **