Anugerah Karya Filosofi, Potret Indah Warisan UNESCO
Kegiatan digelar untuk memasyaakatkan Sumbu Filosofi.
KORANBERNAS.ID,YOGYAKARTA -- Ratusan peserta mengikuti lomba foto video Karya Filosofi yang diselenggarakan oleh Pemda DIY dan Humas Indonesia. Mengcapture keindahan sudut Yogyakarta, ajang ini juga digelar untuk memasyarakatkan Sumbu Filosofi yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.
Penganugerahan Karya Filosofi ini diserahkan oleh Sekda DIY, Beny Suharsono kepada para pemenang pada Jumat (13/12/2014) di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta. Sumbu Filosofi Yogyakarta menurut Beny melambangkan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Konsep ini dibentuk oleh lima unsur, yaitu api, tanah, air, angin, dan angkasa.
“Penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan dunia diharapkan dapat mendorong pelestarian warisan budaya dan cagar budaya. Selain itu, penetapan ini juga diharapkan dapat menjadi inspirasi untuk menciptakan dunia yang lebih baik di masa depan,” ungkap Beny.
Kompetisi foto dan video mengenai Sumbu Filosofi ini merupakan salah satu upaya untuk mensosialisasikan, menggali dan menafsirkan makna Sumbu Filosofi Yogyakarta. “Selamat kepada para pemenang Karya Filosofi. Semoga, melalui karya-karya tersebut dapat menjadi sarana untuk menginspirasi masyarakat dalam mengenalkan dan memaknai Sumbu Filosofi Yogyakarta,” tutup Beny.
Kepala Biro Umum, Hubungan Masyarakat dan Protokol Setda DIY, Teguh Suhada mengatakan, Pendaftaran peserta kompetisi mulai tanggal 10 Oktober-23 November 2024. Tema yang diambil adalah Kelana Humas Nguri-uri Kaistimewan Jogja. Tema Karya Sumbu Filosofi mencakup sub tema: Alun - Alun Selatan, Alun - Alun Utara, Keraton Yogyakarta, Malioboro & Titik 0 KM, Panggung Krapyak, dan Tugu Jogja.
“Pada tanggal 1-2 Desember 2024, panitia melakukan seleksi administrasi dan menghasilkan 361 partisipan yang memenuhi kriteria kompetisi dengan 306 karya foto dan 55 karya video. Pada tanggal 3-4 Desember 2024, dewan juri melakukan penilaian secara online. Tanggal 5 Desember, dewan juri melakukan diskusi untuk para pemenang,” jelas Teguh.
Juri menurut Teguh terdiri dari CEO Humas Indonesia, Asmono Wikan, Kepala BPKSF DIY, Hendro Suprantoro, Produser Sineas Ifa Isfansyah, dan Jurnalis Foto Kompas, Ferganata Indra. Diskusi awal dilakukan dengan melihat karya fotografi dan videografi 12 besar yang telah dinilai secara online. Dan didiskusikan kembali sesuai dengan pertimbangan aspek penilaian berupa muatan Sumbu Filosofis, muatan Kehumasan, kreativitas Konten, dan orisinalitas.
“Setelah diskusi 12 besar ditentukan 6 besar karya fotografi dan videografi dengan segala pertimbangan dan nilai-nilai yang terkandung ditentukan 3 besar. Selanjutnya, ditentukan Best Storytelling, Best Visual dan Best Engagement di setiap kategori,” kata Teguh.
Pemenang lomba tersebut adalah Kategori Fotografi Juara 1 Eko Susanto; Juara 2 Panji Arighi Imawan; Juara 3 Nico Darmawan Cornelius Putra. Kategori Videografi Juara 1 Eduardus Kristyadi; Juara 2 Acyuta Salsabila Tara Dewi; Juara 3 Zahra Irani. Best Storytelling Kategori Fotografi Valentina Endah Winarni Siwibudi dan Best Storytelling Kategori Videografi Alifah Maistri Restu Bintarno. Best Engagement Kategori Fotografi Dinar Wahyu Herlambang dan Best Engagement Kategori Videografi Dwi Nur Rohman. Best Visual Kategori Fotografi Joni Parlindungan Manurung dan Best Visual Kategori Videografi Maria Clarissa Elvita Wijayanti.
Eduardus Kristyadi Juara 1 Lomba Video Karya Filosofi mengaku sangat senang namanya keluar sebagai pemenang. Ia memang tertarik dengan budaya Jogja dan juga budaya Jawa. Sumbu filosofi menurutnya memiliki makna tersendiri, hingga ia tertarik untuk ikut dan mempromosikan sumbu filosofi.
“Saya mengambil video dari Tugu Jogja dan juga panggung Krapyak karena Tugu Jogja adalah ikon. Kemudian kami kemas untuk menjadi sebuah sajian video yang menarik tentunya. Dari Tugu Jogja yang kita kenalkan sebagai ikon Jogja, kita tarik lebih lurus ke Panggung Krapyak. Jadi kita pengenalan Panggung krapyak itu ada hubungannya loh, dengan Tugu Jogja,” ungkap Eduardus.
Eduardus berhaap, ajang ini semakin mengenalkan kepada masyarakat tetang Sumbu Filosofi, tentang makna hidup Sangkan Paraning Dumadi. Tentunya anak muda juga bisa Anglaras Ilining Banyu, Angeli Ananging Ora Keli,” pungkasnya.
Eko Susanto, Juara 1 lomba foto, mengatakan, ia sangat senang ada ajang untuk memperkenalkan makna filosofi Jogja kepada masyarakat. Ajang ini mampu menjangkau ke masyarakat semakin luas, terutama anak-anak muda yang belum tentu tahu sejarah masa lalu daerahnya.
Eko yang seorang pewarta foto ini membidik dengan indah para santri di Krapyak, di seputaran Kandang Menjangan. Dulu, tempat tersebut adalah tempat berburu Sultan, di samping untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
“Sebelum jam 06.00 saya sudah nongkrong di situ menunggu mereka berangkat sekolah. Kebetulan setelah hujan, makanya saya refleksikan ke air, di mirroring, itu saya balik sehingga bayangannya di bagian atas,” paparnya.
Ia berharap acara-acara seperti ini akan rutin setiap tahun dilakukan. Hal ini agar ditemukan talenta-talenta baru baik videografer ataupun fotografer yang mengeksplorasi sumbu filosofi dari panggung krapyak hingga Tugu Jogja.(adv)