Anggota DPD RI Gelar Raker Bahas PPDB, Fenomena Numpang KK Jadi Catatan

Tidak yang ada main belakang atau jual kursi kosong.

Anggota DPD RI Gelar Raker Bahas PPDB, Fenomena Numpang KK Jadi Catatan
Anggota Komite III DPD RI, Cholid Mahmud. (sholihul hadi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online di Provinsi DIY tahun 2023 bisa dibilang sukses, namun demikian masih terdapat sejumlah kejadian yang perlu dijadikan catatan. Di antaranya, masih ada fenomena numpang KK (Kartu Keluarga) atau numpang wali maupun pemaksaan dari orang yang memiliki jabatan.

Ini terungkap saat berlangsung Rapat Kerja (Raker) Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-undang No 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sistem Zonasi, Selasa (25/7/2023), di Kantor DPD RI DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta.

Rapat yang digelar anggota Komite III DPD RI Cholid Mahmud bersama stakeholder terkait kali ini dihadiri jajaran Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY serta dinas kabupaten/kota maupun perwakilan sekolah.

“Karena ingin anaknya bisa diterima, kemudian KK ditumpangkan di rumah yang lokasinya dekat sekolah. Ini ada kaitannya dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Kebetulan, sekarang ini sekolah tidak bisa mengaskes data Dukcapil,” ungkap Cholid Mahmud kepada wartawan usai raker.

Anggota Komite III DPD RI Cholid Mahmud foto bersama peserta raker. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Menurut dia, beberapa fenomena dan modus tersebut akan dicarikan solusinya termasuk masih adanya ASPD (Asesmen Standardisasi Pendidikan Daerah) DIY. “Ini oleh Mendikbudristek dikritik kenapa Yogyakarta masih harus mengadakan ASPD karena menurut menteri nilai rapor yang dijadikan ukuran evaluasi,” kata Cholid.

Sebenarnya, lanjut dia, berdasarkan masukan dari dinas PPDB dengan nilai rapor juga kurang pas karena standar penilaiannya sangat bervariasi.

“Bisa jadi, satu sekolah murah kasih nilai namun ada sekolah lain yang memang menjaga kualitas dengan memberikan nilai yang obyektif. Nilai rapor tidak ada standardisasi sehingga di DIY masih diberlakukan ASPD,” tambahnya.

Cholid setuju ASPD jangan menjadi semacam tes baru bagi siswa sehingga siswa terbebani, melainkan secara lebih luas digunakan sebagai dasar menilai dan mengevaluasi kualitas sekolah.

“Sebagai wakil dari DIY, saya akan memperjuangkan kepentingan daerah. Saya tidak akan membela kementerian. Saya justru harus menjelaskan ASPD itu positif dan negatifnya. Kalau memang hal seperti itu masih diperlukan ya di provinsi lain pun perlu didorong untuk melakukan hal yang sama,” jelasnya.

Peserta Raker Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-undang No 20 Tahun 2023, Selasa (25/7/2023), di DPD RI DIY. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Ditanya mengenai antisipasi agar tidak lagi terjadi modus numpang KK, sekali lagi Cholid menegaskan ini yang harus dicari solusinya secara bersama-sama. “KK ini urusan administratif Dukcapil. Orang mau pindah KK asalkan syaratnya terpenuhi dan semua ada kan harus diterima. Tak bisa ditolak. Tujuan pindah KK untuk apa kan bisa macam-macam,” kata dia.

Problemnya, menurut Cholid, bukan pada KK melainkan tujuan pokok yaitu jangan ada sekolah yang hanya menerima orang-orang pintar sehingga orang di sekitar sekolah tidak bisa diterima, sehingga muncul istilah sekolah favorit.

“Sebaliknya ada sekolah yang menerima sisa-siswa dengan kualitasnya pokoknya wis neng endi-endi ora ketampa,” jelasnya.

Dalam raker tersebut, Kabid Renbang Disdikpora DIY, Suci Rohmadi menjelaskan sistem zonasi tujuannya sangat mulia karena tidak banyak celah yang bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak baik.

PPDB sekaligus sebagai salah satu pintu masuk untuk menanamkan kejujuran pada anak didik agar fair serta beretika. Namun diakui masih ada beberapa masalah yaitu kuota dan daya tampung.

Selain itu, persebaran sekolah di DIY juga tidak begitu merata. Masih ada sekolah, dalam tanda kutip, padat dan tidak. Walaupun dibuat zonasi jaraknya masih jauh.

Disebutkan, tahun 2023 siswa yang mendaftar SMA Negeri sejumlah 12 ribu orang dan yang mendaftar SMK Negeri sejumlah 18 ribu pelajar, sedangkan lulusan SMP/MTs ada 55 ribu. Artinya, masih ada 22 ribu siswa tidak tertampung di sekolah negeri. Belum lagi ada 1.600 siswa dari luar daerah yang mendaftar ke DIY.

Dia mengakui, zonasi apabila mengacu secara kaku Permendikbud No 1 Tahun 2021 maka setiap tahun PPDB online di DIY bisa kacau. “Seperti di Gunungkidul jarak 25 kilometer tetap masuk zona,” kata dia.

Selain itu, masih ada beberapa kapanewon di DIY tidak memiliki SMA Negeri dan SMK Negeri.

Menurut dia, penyelenggaraan PPDB online juga ada permasalahan meski dari aspek transparansi dan integritasnya lebih baik karena hasil seleksi bisa dipantau masyarakat, tidak yang ada main belakang atau jual kursi kosong.

“Mungkin aplikasi agak ribet meski kami sudah membuat lebih nyaman,” ujarnya seraya berharap tahun depan perlu diadakan sosialisasi PPDB. (*)