Aeroject, Diklaim Mampu Mengurangi Risiko Penularan Covid-19 di Kalangan Dokter Gigi

Aeroject, Diklaim Mampu Mengurangi Risiko Penularan Covid-19 di Kalangan Dokter Gigi

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Dokter gigi adalah salah satu profesi dengan risiko tinggi tertular virus Covid-19. Penyebabnya, dokter gigi harus bersentuhan langsung dengan rongga mulut pasien ketika memberi pelayanan. Infeksi tersebut dapat terjadi karena adanya aerosol dari mulut pasien.

Sayangnya, di Indonesia kebanyakan klinik praktik dokter gigi belum dilengkapi alat penyedot aerosol. Alasannya, memang kurang tersedia dan aksesnya sulit. Dampaknya, ada pembatasan tindakan dokter gigi yang berujung pada tidak optimalnya pelayanan kesehatan gigi dan mulut untuk masyarakat, selama pandemi berlangsung.

Sekelompok mahasiswa UGM mencoba membantu mengatasi kondisi ini dengan membuat sebuah alat tambahan baru bagi dokter gigi. Alat itu diberi nama Aeroject. Mereka yang terlibat dalam program pengembangan alat ini adalah Aini Hasibah Ningtyas mahasiswa FKG UGM sebagai ketua, Kholid Ibnu Falah (Fakultas Teknik/anggota), Selcaria Istna Datau (FakultasKedokteran Gigi/anggota), dan Defit Tri Hantoro (Fakultas Teknik/anggota). Seluruh kerja tim, mendapat pendampingan dari drg. Nur Rahman Ahmad Seno Aji, M.DSc., Sp.Perio.

Tim Program Kreatifitas Mahasiswa – Karsa Cipta (PKM-KC) dari UGM ini, tercatat lolos pendanaan Kemendikbud Tahun 2021. Penelitian mereka berjudul “AEROJECT: Inovasi Alat Penyedot Aerosol Terintegrasi Sistem Saliva Suction Dental Unit untuk Membantu Praktik Dokter Gigi di Masa Pandemi”.

“Alat Aeroject ini terdiri atas alat utama penyedot aerosol yang disebut aerotip dan ditambahkan alat pembelok aerosol yang dinamakan aeroflect,” kata Aini Hasibah, melalui rilisnya, Rabu (28/7/2021).

Aini menjelaskan, aerotip yang mereka buat merupakan modifikasi dari tip saliva suction yang tersambung dengan system dental unit dengan tambahan lubang untuk menyedot aerosol. Sementara itu, aeroflect difungsikan untuk mengubah arah aerosol menuju ke arah lubang yang terdapat pada aerotip, sehingga dapat mencegah supaya aerosol tidak keluar dari rongga mulut pasien.

“Alat yang kami buat mengadopsi beberapa prinsip kemutakhiran IPTEK, yaitu prinsip ergonomis berupa reduce atau mengurangi alat, prinsip efisiensi berupa kemudahan aplikasi dan instalasi, dan prinsip disposable atau sekali pakai,” kata anggota tim peneliti, Kholid Ibnu Falah.

Ukuran partikel aerosol sangat kecil, bahkan ada yang menyebutkan kurang dari 5 µm. Hal ini menyebabkan aerosol sangat ringan dan mudah tersebar ke penjuru ruangan.

“Orang yang berbicara, seringkali menimbulkan cipratan yang disebut droplet. Droplet tersebut dapat melompat berapa meter lalu jatuh ke tanah. Sedangkan apabila dia bersin, dropletnya terpecah lebih kecil lagi menjadi micro droplet dengan jangkauan yang lebih jauh, sebelum akhirnya jatuh ke tanah. Untuk aerosol sendiri, ukurannya lebih kecil dan sifatnya lebih ringan dibanding droplet ataupun micro droplet,” kata anggota tim lainnya, Selcaria Istna.

Selain dapat menyedot aerosol, alat ini juga dapat menyedot saliva. Fungsi itu diyakini memaksimalkan upaya pencegahan penularan virus Covid-19 kepada dokter gigi.

Karena kondisi pandemi, pengembangan penelitian ini dilakukan mengadopsi sistem blended antara kegiatan daring dan luring.

“Untuk kegiatan daring terdiri dari persiapan umum, perancangan alat, dan evaluasi serta redesign prototype. Sementara kegiatan luring terdiri dari persiapan umum, perakitan alat dan pengujian alat,” ungkap Defit Tri Hantoro.(*)