14 Perupa Fotografi Pameran di Jogja Gallery

14 Perupa Fotografi Pameran di Jogja Gallery

KORANBERNAS.ID – Sejumlah 14 orang perupa fotografi mengadakan pameran di  Jogja Gallery Jalan Pekapalan No 7 Alun alun Utara Keraton Yogyakarta.

Pameran Seni Fotografi Abad Fotografi IV-Momentum yang berlangsung 12-30 September 2019 ini dibuka Kamis (12/9/2019) malam, oleh Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX.

Penyelenggaranya adalah Abad Fotografi bekerja sama dengan Jogja Gallery serta Fakultas Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia (FSMR ISI)  Yogyakarta.

Jim Supangkat selaku kurator kepada wartawan sebelum pembukaan pameran menyampaikan, pada pameran seri ke-empat ini  tersaji karya-karya monumental yang mampu memperkaya pemikiran.

“Kita melibatkan fotografer salon, model, jurnalistik. Masing-masing punya pendekatan berbeda,” ungkapnya.

Adapun 14 seniman itu adalah Risman Marah, perupa foto purnatugas dari ISl Yogyakarta, Irwandi, perupa foto yang juga Kepala Jurusan (KaJur) Media Rekam ISI Yogyakarta, Edial Rusli, perupa foto sekaligus Dosen Fotografi ISI Yogyakarta, Ngesti Liman, perupa foto alumni ISI Yogyakarta, Oscar Motuloh, perupa foto/jurnalis yang juga Kepala Galeri Jurnalistik Antara, Ismar Partizki, perupa foto merangkap jurnalis Antara, Yusuke Mimasu, perupa foto dan dosen Design Grafis Kyoto University Jepang.

Kemudian, Jiri Kudran, perupa foto (Software Engeneering dari  Swiss), Chusin Setiadikara, pelukis dan perupa foto dari Bali, Hermandari Kartowisastro, perupa foto dari Jakarta, Anton Ismail, perupa foto dari Jakarta, Suherry Arno, perupa foto dari Jakarta, Kun Tanubrata, perupa foto dari Jakarta serta Sjaiful Boen, perupa foto dari Jakarta.

Pengunjung mengamati salah satu karya yang dipamerkan di  Jogja Gallery. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Jim Supangkat menjelaskan, pameran yang pada awalnya diprakarsai Sjaiful Boen dan Kun Tanubrata sejak 2013 itu hingga kini selalu menyajikan gagasan-gagasan yang tidak konvensional.

Uniknya pada pameran tersebut setiap peserta memiliki ruang sendiri, semacam ruang tertutup untuk menyajikan karyanya masing-masing. Pengunjung harus membungkuk seperti masuk pintu lorong.

Dengan penyajian seperti itu setiap peserta seperti memperoleh kesempatan menggelar pameran tunggal.

“Peserta cenderung menampilkan karya eksperimental, menjadi lebih bebas mengembangkan ide karena tidak perlu khawatir mengganggu karya-karya lain saat pameran,” ujarnya.

Hasilnya ternyata menakjubkan. Sejumlah karya mempersoalkan cahaya yang dikenal sebagai persoalan mendasar pada fotografi, namun cahaya pada karya-karya ini menjadi kongkret dan nyata.

Sejumlah karya yang lain mengembalikan foto ke bentuk dokumen.

Karya-karya foto yang mendekatkan ungkapan fotografi dengan realitas, tidak terkecuali persoalan sosial politik, yang sudah muncul sejak awal pameran Abad Fotografi, kembali tampil

Terjadi semacam dialog di antara karya-karya pameran tentang persoalan fotografi, bukan lagi mempertanyakan fotografi konvensional tetapi bagaimana kedudukan fotografi pada perkembangan global dan seni rupa kontemporer. (sol)