Jalan Keluar Pembelajaran Jarak Jauh di Tengah Pandemi

Jalan Keluar Pembelajaran Jarak Jauh di Tengah Pandemi

PANDEMI masih belum berakhir. Kita tak bisa memastikan kapan virus yang berasal dari Wuhan, Tiongkok berakhir. Yang pasti, segala sektor terkena imbas dari pandemi ini. Mulai sektor ekonomi, sosial, keagamaan hingga sektor pendidikan. Ini menunjukan bahwa Covid-19 bukan hanya isu kesehatan saja, tapi sudah melebar kepada isu strategis yang lain.

Isu yang paling populer, permasalahan pendidikan. Ini sebagai konsekuensi ditutupnya beberapa sekolah, mulai jenjang bawah hingga menengah. Aktivitas tatap muka diganti dengan pembelajaran online.

Keluhan bermunculan, mulai dari tugas menumpuk, penjelasan kurang efektif, hingga persoalan kuota pulsa yang kian menipis. Bagaimana solusi ini semuanya? Jangan sampai persoalan berlarut-larut tanpa solusi yang nyata.

Problemnya, keuangan semakin menipis dari orang tua yang mengharuskan untuk menyelenggarakan pendidikan online. Kuota pulsa saja bebannya sangat berat. Contoh saja, pulsa 50 K saja tak bisa mencukupi dalam pembelajaran selama satu minggu. Asumsi jika satu bulan menyiapkan uang pulsa sekitar 200 K.

Saya merasakan saat ini dunia pendidikan sangat sulit sekali. Bagaimana keluhan orang tua yang setiap saat harus mendampingi adik-adik kita semuanya untuk melaksanakan pendidikan jarak jauh. Mungkin, hari ini kuota menjadi kebutuhan pokok melebihi kebutuhan sehari-hari. Tanpa kuota pulsa ,adik-adik kita tak bisa menikmati layanan pendidikan jarak jauh.

Pendidikan tak harus bergantung dengan Online

Sebenarnya, pendidikan dalam situasi darurat seperti saat ini. Memang pilihan online menjadi masuk akal, tapi jika ini berlangsung sangat lama tentu saja melelahkan. Apalagi belum tentu juga dalam waktu dekat pandemi Covid-19 berakhir.

Ada yang harus diketahui, sistem pendidikan masih saja berkutat pada standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Standarnya capaian kompetensi menjadi tolak ukur untuk mengukur kompetensi siswa. Ini saya kira akar permasalahan yang harus ada penyesuaian dari situasi pandemi Covid-19 saat ini. Jika bergantung pada tatap muka saja, maka waktu akan terkuras dengan cukup membosankan juga.

Perlu ditata ulang pendidikan masa pandemi Covid-19, seperti pendidikan berorientasi dari praktik keseharian kita. Para siswa jangan hanya diberi teori saja, lalu penjabaran melalui tugas jarak jauh. Ini tak efektif sekali.

Maka sering kita bergantung terhadap pola pendidikan guru yang selalu aktif, sekarang dalam pendidikan jarak jauh berikan kebebasan kepada siswa untuk mengaplikasi teori-teori yang telah dijelaskan oleh guru. Seperti, tugas-tugas diganti dengan praktik langsung di lapangan.

Contohnya, pembelajaran IPA yang membosankan dengan teori-teori, buatlah kebebasan adik-adik kita untuk mempraktikkan di rumah masing-masing. Lakukan riset kecil-kecilan berdasarkan teori yang sudah diajarkan melalui buku. Hasil riset ini bisa menjadi hasil penilaian sesuai standar kompotensi.

Pembelajaran agama misalnya, apakah siswa hanya mengisi tugas LKS (lembar kerja siswa), tentu saja hanya mengerjakan standar tanpa memperhatikan kualitas siswa itu, seberapa mengerti dan paham tentang ilmu agama. Sekarang harus dibalik, seberapa praktik pengamalan yang dilakukan oleh siswa di rumah. Sebagai penjabaran teori yang di dapatkan melalui buku.

Sekolah yang awalnya sebagai pusat pendidikan, maka sekarang dibalik rumah kita masing-masing merupakan pusat ilmu pendidikan. ada banyak hal menjadi pelajaran menarik. Tinggal bagaimana, guru menjadi mediator ilmu pengetahuan dengan baik.

Kurikulum Darurat

Saya mengapresiasi langkah yang dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem atas kebijakan adaptif. Mulai dari dana transfer Bantuan Operasional Sekolah langsung kepada kepala sekolah, penghapusan ujian nasional, hingga adanya kurikulum darurat yang segera diluncurkan.

Pertama, saya mempunyai harapan yang besar terhadap kebijakan kurikulum darurat. Ini juga yang ditunggu oleh seluruh adik-adik kita. Ada yang harus diperhatikan untuk kurikulum darurat.

Fleksibilitas ini langkah penting dalam menyusun ulang kurikulum. Ini penting, agar sekolah tak sulit menjalankan kebijakan baru. Untuk itu, langkah cepat harus segera dilakukan. Sosialisasi tak menjamin program ini sukses ke depan. Maka, lebih penting subtansi dari pendidikan jarak jauh itu sendiri, memudahkan adik-adik kita bukan menyulitkan.

Integrasikan dengan komponen pendidikan yang lain. Catatan saya, selalu saja ketika perubahan kurikulum terjadi, maka banyak hal semakin ruwet. Bikrorasi malah tak efisien karena aturan yang membelenggu. Jangan sampai ketika kurikulum darurat menjadi solusi, tapi menjadi kontroversi yang menambah permasalahan.

Komponen-komponen itu, mulai dari perangkat pendidikan, pedoman kurikulum sebelumnya, dan bagaimana pasca kurikulum itu dicabut. Itu harus diperhatikan. *

Atho’ilah Aly Najamudin

Pengamat Sosial