Yusman Ingatkan Sejarah Lewat Karya Seni

Yusman Ingatkan Sejarah Lewat Karya Seni

KORANBERNAS.ID – Siapa sangka seorang anak kecil yang hobi menggambar, kini bisa menjadi seorang seniman ternama di Indonesia. Sosok tersebut tak lain adalah Yusman.

Kisah perjalanan kesenimanan Yusman itu terekam dalam buku Dari Pasaman Sampai Istana Presiden yang dirilis di Museum Affadi Yogyakarta, Selasa (12/11/2019). Buku tersebut menceritakan perjalanan hidup Yusman menjadi seorang seniman pematung. Perjalanan kariernya sebagai seniman tidak lepas dari bantuan para seniman pendahulu seperti Empu Ageng Edhi Sunarso dan  Drs. Kasman Ks. Yusman adalah seniman pematung generasi ketiga.

Dr. Suwarno, kurator buku Dari Pasaman ke Istana Presiden, mengatakan banyak nilai-nilai yang dipegang teguh Yusman yang sekaligus dapat menjadi inspirasi bagi semua oranga, terutama kepada generasi muda penerus bangsa. Nyali untuk berani, bertanggung jawab, kejujuran dan kerja keras seorang Yusman inilah yang mampu membantu Yusman dalam mencapai ambisinya. Perjalanan hidup Yusman adalah inspirasi bagi para kaum muda untuk berani mengambil resiko dalam berproses mencapai suatu cita-cita.

Kegeden empayak kurang cagak adalah peribahasa Jawa dengan maksud menggambarkan orang yang ingin bertindak melebihi kekuatannya. Itu adalah kata-kata yang pernah diterima Yusman dalam menjalani pilihan hidupnya sebagai seorang seniman. Yusman sering dianggap sebelah mata bahwa cita-citanya seperti tidak mungkin diraihnya. Namun Yusman tak pernah putus asa. Bagi Yusman yang terpenting adalah kerja keras sampai pada titik dimana ia membuktikan hasil karyanya.

”Hampir di tiap perbatasan terluar Indonesia, terdapat karya monumental patung Garuda yang dibuat oleh Yusman” tutur Dr. Suwarno.

Lantas kenapa patung? Hal itu diperjelas Bayu Wardhana, selaku Ketua Panitia dari acara launcing buku dan Pameran Maket di Museum Affandi. Bagi Bayu, patung adalah suatu penanda dan pengingat kita akan perjuangan bangsa ini.

”Jadi seni ini adalah jembatan komunikasi yang mengingatkan kita pada Indonesia, pada kultur kita, budaya kita, nilai-nilai (value) kehidupan kita,” ujarnya.

Menurut Bayu realita kita hari ini berdasarkan darah juang pahlawan kita yang terdahulu, sehingga seni itu perlu kita hargai dan kembangkan. ”Nah, pada buku inilah kita bisa menelisik pemikiran Yusman tentang seni, daya juang dan nasionalisme,” tutur Bayu.

Proses penulisan buku ini ternyata tidak lepas dari bantuan sang isteri, Murti Arnawati, yang setia menemani dari awal acara hingga selesai. Ia menceritakan bahwa tulisan yang dibuat oleh suaminya selalu didiskusikan kepadanya terlebih dahulu.

”Selalu ada komunikasi antara kami berdua. Misalnya beliau menuliskan apa, lalu meminta saya membacanya dan menanyakan saran saya,” ungkapnya.

Peluncuran dan bedah buku ini bertujuan untuk lebih mengenal perjalanan hidup Yusman dan juga pengingat kepada generasi penerus bangsa untuk tidak berhenti berusaha bekerja. ”Buku ini saya buat untuk anak dan cucu saya, agar mereka tahu bahwa perjalanan saya berat, sehingga kalau  mereka menginginkan sesuatu ya kerja, kerja dan kerja. Kalau tunggu sudah tua baru kerja, nanti tinggalnya di jendela,” kata Yusman. (eru)