Wuwuran, Tradisi Yang Tak Terelak di Pilkades Serentak
KORANBERNAS.ID, PURWOREJO—Raut Gunawan (57 tahun) salah satu Calon Kepala Desa di Sumberejo Purworejo, terlihat datar. Tak nampak sama sekali keletihan dan kecemasan di wajahnya. Padahal, selama beberapa minggu belakangan, kesibukannya bertambah. Sudah tentu, dia harus turun ke lapangan melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan tim suksesnya.
“Sebagai petahana, ibaratnya kringet wingi durung garing wes tarung meneh (keringat kemarin belum kering sudah harus tarung lagi-red). Dalam masa tenang ini, saya perkuat konsolidasi pendukung,” ujar Gunawan, Minggu (2/5/2021) malam, atau sehari sebelum proses pemungutan suara.
Ditemui di rumahnya, Gunawan mengaku optimis masih dipercaya oleh masyarakat di Desa Sumberejo yang selama ini ia pimpin. Namun kalaupun akhirnya harus kalah dalam pertarungan demokrasi ini, ayah 2 putri itu mengaku tetap ikhlas dan akan menerima.
Kepada koranbernas.id, Gunawan mengaku pesta demokrasi di Sumberejo, juga tak luput dari tradisi wuwuran atau bagi-bagi uang kepada pemilih. Bahkan dia memberikan contoh, di salah satu desa pada pilkades sebelumnya, ada seorang calon kades yang merupakan petahana. Kendati saat menjabat memiliki program kerja bagus, tapi saat pemilihan tidak memberikan wuwuran tetap saja perolehan suaranya tidak seperti diharapkan.
“Karena wuwuran merupakan keharusan yang tidak tertulis. Dan hal itu sudah ditunggu oleh calon pemilih,” jelas Gunawan.
Guna mengantisipasi banyak hal, Gunawan mengaku telah menyiapkan tim khusus untuk merebut suara dalam pilkades kali ini. Ia sengaja membentuk tim sukses dari kalangan keluarga, yang sangat dia andalkan.
Dia juga mengakui, dalam proses pilkades di Desa Sumberejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Purworejo, dinamika pilkades juga ada. Bahkan terjadi gesekan di beberapa titik.
“Di sini banyak penduduk lansia dan janda. Mereka biasanya di intimidasi. Pendukung saya banyak yang laporan. Kebetulan pihak lawan saudara lebih banyak,” ujar Gunawan.
Jumlah pemilih di Sumberejo, kata Gunawan, sekitar 700 orang dan dibagi menjadi 2 tempat pemungutan suara (TPS). Biaya politik tingkat desa yang dipersiapkan Gunawan mencapai ratusan juta rupiah.
“Saya harus berpikir sodakoh. Saya siap menang dan siap kalah. Jika saya kalah berpikirnya sodaqoh dan saya ikhlas,” ujarnya.
Saat koranbernas.id bertandan ke rumahnya terlihat 3 ayam jago dalam kurungan terbuat dari bambu. Menurut Gunawan hal tersebut dilakukan untuk kegiatan semacam ritual.
“Ritual jago ada pertanda spiritual. Jika jago kluruk (berkokok) dengan lantang, atau apakah jago tersebut tetap sehat. Kondisi ayam jago tersebut adalah gambaran saya pada saat Pilkades,” katanya.
Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Purworejo, Tursiyati, turut mengkomentari kebiasaan masyarakat mengharapkan wuwuran dalam pesta demokrasi tingkat desa.
“Saya berharap, fungsi lembaga pengawas dalam pilkades tersebut lebih dimaksimalkan. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir potensi politik uang dalam pilkades,” terang Tursi.
Dia menambahkan, ada baiknya dibentuk satgas anti politik uang yang beranggotakan perwakilan dari tiap calkades.
“Dengan satgas anti politik uang ini, salah satu solusi buat memperbaiki demokrasi ke depannya,” katanya. (*)