UNU Ingin Umat Islam Maju, Begini Terobosannya

UNU Ingin Umat Islam Maju, Begini Terobosannya

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Dari data yang dipublikasikan Global Islamic Economy Indicator di tahun lalu, Indonesia memiliki potensi terbesar keempat di dunia terkait peluang pengembangan ekonomi syariah. Bahkan aset keuangan syariah di Indonesia menempati posisi ketujuh dunia dengan proyeksi sebesar US$ 99 miliar lebih.

Sayangnya, dengan potensi dan peluang yang demikian besar, umat Islam sendiri masih belum menjadi pemain utama. Prof Purwo Santono, Rektor Universitas Nahdatul Ulama (UNU) Yogyakarta, ketika diwawancarai, Kamis (11/3/2021) sore, menyebutkan, UNU akan meresmikan Shafiec atau Center for Sharia Finance and Digital Economy untuk menyikapi kondisi perekonomian umat Islam di Tanah Air.

“Ada peluang yang besar dan ingin kami manfaatkan. Tapi di sisi lain ada wacana yang perlu didiskusikan, dan kyai-kyai NU yang menjadi pendukung kami, harus lebih involve dalam industri (keuangan syariah) ini,” ujar rektor yang juga Guru Besar Fisipol UGM itu.

Shafiec yang diluncurkan Jumat 12 Maret akan dibuka langsung oleh Mensesneg Prof Dr Praktino yang kebetulan menjabat sebagai Dewan Penasihat. Wakil Presiden Prof KH Ma’ruf Amin juga akan berbicara pada peresmian. Purwo Santoso berharap Shafiec yang digagas UNU Yogyakarta dapat dijadikan simpul menyatukan potensi ekonomi umat yang belum tergarap dengan serius.

Salah satu kendala utamanya, menurut Purwo, adalah stigma industri keuangan yang lekat dengan konsep riba serta halal dan haram, yang membuat kaum muslimin di Indonesia masih enggan untuk mengembangkannya.

“Kalau dalam pengajian-pengajian itu kan wacananya halal-haram, boleh-tidak boleh. Padahal industri itu justru harus melakukannya, sehingga antara wacana dan praktik ingin kami persempit. Saya percaya, dengan membawa kalangan NU dan santri memasuki dunia itu, peluang untuk menjadi maslahah, menjadi halal bisa menjadi sebuah kesadaran bersama,” tutur Purwo Santoso.

Persempit jarak

Purwo Santoso, menyebutkan, umat Islam masih banyak menjaga jarak dengan industri jasa keuangan, termasuk di era digital saat ini.

“Kalau halal-haram tidak ada solusinya justru beragama menjadi alergi. Dan sekarang lebih banyak menjaga jarak dengan dunia industri (keuangan). Kalau kalangan santri atau pesantren hanya menjadi penonton kan hanya menjadi target bukan menjadi pihak yang mengelola,” terangnya.

Lewat peluncuran Shafiec yang kemudian diikuti seminar mengenai industri keuangan syariah, UNU berharap jurang antara pemikiran Islam dalam bentuk fiqh ekonomi dengan dunia industri keuangan yang riil dapat dijembatani.

“Jadi proses diskusi dengan profesional yang kita rancang, dan juga diskusi dengan kyai-kyai kami sendiri masih ada perdebatan panjang yang perlu dibawahi agar beragama dengan ber-industri menjadi satu tarikan nafas,” jelasnya.

UNU Yogyakarta lantas menyontohkan di tahun 2019 lalu penelitian Bank Indonesia memaparkan kinerja ekonomi syariah secara umum bahkan lebih tinggi jika dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Saat itu, ekonomi syariah ternyata tumbuh lebih tinggi dari PDB sekitar 5,27 persen.

“Jika fiqh halal-haram itu nyambung dengan pembahasaan dalam bahasa industri, itu yang mulai kita garap. Pada akhirnya santri tidak hanya ditarget sebagai konsumen, tetapi kita ajak mewarnai dunia industri,” tandasnya.

Mengambil momentum peringatan Isra Mi’raj Nabiyullah Muhammad SAW dan juga milad keempat Universitas Nahdatul Ulama UNU, Shafiec diluncurkan pada Jumat siang dengan menghadirkan secara virtual Wakil Presiden Prof KH Ma’ruf Amin sebagai pembicara kunci dan juga Menteri Keuangan Sri Mulyani. (*)

 

Â