Sembilan Jam di Perjalanan, Dihadang Hujan dan Kabut Tebal  

Komunitas Rider76 Jogja Turing ke Guci

Sebanyak 13 orang, 11 diantaranya adalah wartawan dari berbagai media, 12-13 Oktober 2024 berhasil menaklukan rute yang cukup menantang.

Sembilan Jam di Perjalanan, Dihadang Hujan dan Kabut Tebal  
Rombongan FJ2 Ride76 bersiap berangkat ke kawasan wisata Guci dari Sleman. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA—Mimpi lama sejumlah jurnalis dari Jogja untuk bisa turing bersepeda motor ke Obyek Wisata Guci di Tegal, Jawa Tengah, akhirnya kesampaian. Sebanyak 13 orang, 11 diantaranya adalah wartawan dari berbagai media, 12-13 Oktober 2024 berhasil menaklukan rute yang cukup menantang. Disebut menantang, karena sebagian besar dari jurnalis ini, adalah para pemula. Mereka belum pernah turing jarak jauh. Apalagi hingga sejauh 530 kilometer pp seperti ke Guci.

Bernaung di bawah komunitas Forum Jurnalis Jogja (FJ2), rombongan mulai start dari Jogja pukul 13.00 WIB, Sabtu (12/10/2024). Titik yang dipilih adalah Lapangan Denggung di Kabupaten Sleman, karena rute menuju Guci akan melintas jalur tengah, via Magelang-Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga-Guci. Tak ingin asal konvoi dan ingin tertib di jalan, komunitas sedari awal sepakat untuk melaju dengan kecepatan maksimal 60 kilometer perjam.  

Bahkan, rombongan juga sepakat menunjuk salah satu jurnalis yang sudah lebih berpengalaman turing jarak jauh, yakni Sugiarto (SMOL.id) sebagai Chief of Touring. Jurnalis senior ini, memberikan briefing sebelum mulai berangkat. Bahkan, sejak sehari sebelumnya, Mbah Gi-begitu dia biasa dipanggil, kembali mengingatkan untuk mengecek kondisi kendaraan serta kelengkapannya, termasuk mewajibkan penggunaan helm standar, bersepatu dan jaket serta sarung tangan.

“Ya sekalipun belum benar-benar standar turing, setidaknya kita harus membiasakan diri untuk melengkapi piranti yang diperlukan untuk perjalanan. Apalagi jaraknya lumayan jauh. Jangan lupa, jurnalis harus bisa memberi contoh yang baik dan benar. Tertib di jalan, tidak kebut-kebutan, pirantinya juga harus lengkap, dan konvoi tidak boleh berjejer, harus satu-satu urut ke belakang. Kendaraannya dipastikan ready, diservis dulu sebelum dipakai turing,” kata Sugiarto yang pernah sukses melintasi rute Jogja-Mataram PP.

Untuk diketahui, turing ini didukung oleh sejumlah mitra para jurnalis di Jogja.  Selain Djarum 76, Indofood, Telkomsel dan Eiger, juga ikut memberikan support dan apresiasi atas kegiatan ini adalah Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Yogyakarta dan Gee Batik. Sedangkan akomodasi di Guci, disiapkan oleh Gulala Azana Hotel & Resort Guci Tegal.

Dirasa siap, rombongan lalu diberangkatkan. Paling depan sudah tentu Sugiarto. Di belakangnya mengikuti para jurnalis. Chaidir (deskdiy.com) yang berboncengan dengan Iftitah Ramadhani (inijogja.net), Pratomo (radarmalioboro.com), A. Razak (Harian Jogja), Hasan (Kedaulatan Rakyat), Latief (vartadiy.com), Agus (senangsenang.id/nyatanya.com), warjono (koranbernas.id), Azam (zonajogja.com) serta Kukuh (kabarjogja.id). Rombongan dikawal oleh dua pegiat motor turing, yakni Eko dan Condro.  

Perjalanan terbilang lancar. Melintas jalur Magelang-Kepil-Sapuran, kemudian dilanjutkan arah Banjarnegara dan Purbalingga. Sempat rehat di rest area Kepil, untuk memberikan waktu istirahat dan sebagian lainnya menyelesaikan tugas keredaksian, rombongan kemudian melanjutkan perjalanan sekitar pukul 16.45 WIB.

Rombongan FJ2 Ride76 rehat di Rest Area Kepil Wonosobo. (istimewa)

Secara kalkulasi, sisa perjalanan hingga ke Guci, seharusnya bisa ditempuh dalam waktu paling lama 5 jam. Sayang, karena sejumlah kendala teknis seperti ada sepeda motor yang sempat rewel pada lampu utama, hingga beberapa kali salah arah saat melintas di Banjarnegara dan Purbalingga, perjalanan menjadi sedikit terhambat.

Demikian pula saat tiba di daerah Klampok, gerimis yang mulai turun dan suasana gelap, serta keharusan memilih jalur berbeda lantaran jalur utama dikabarkan sedang dalam perbaikan, membuat Sugiarto yang tidak muda lagi cukup kesulitan mencari jalur alternatif. Beberapa kali bertanya ke warga, baru kemudian meyakini kalau rombongan sudah dalam jalur yang benar langsung menuju Guci.

Aku ra mudeng nganggo google map. Tur ya gerimis. Wes paling gampang takon warga sik,” katanya yang hanya dijawab tertawa anggota rombongan.

Kabut Tebal

Sudah menemukan jalur yang benar menuju Guci, ternyata tidak lantas membuat drama berakhir. Warga di Klampok sempat mengingatkan, kalau di atas (arah menuju Guci-red) sedang turun kabut tebal. Ia yang baru saja turun mengaku jarak pandang cukup pendek, ditambah gerimis dan sebagian lagi cukup deras, membuat pengguna jalan harus ekstra hati-hati.

“Tebal mas kabutnya. Gak bisa liat jauh. Hati-hati tetap waspada,” katanya mengingatkan.

“Masih jauh tho mas?,” tanya salah satu kawan.

“Ya lumayan, kira-kira satu jam lagi. Kalau lancar,” jawabnya, disambut senyum kecut sebagian jurnalis yang baru pertama kali berkendara jauh.

Lengkap dengan raincoat dari Eiger, bersiap menerjang hujan dan cuaca berkabut menuju kawasan wisata Guci. (istimewa)

Tak ingin membuang waktu karena jarum jam sudah menunjuk angka 9, rombongan kemudian melanjutkan perjalanan, setelah sempat menghangatkan badan dengan teh dan kopi panas di warung sederhana pinggir jalan.

Dan benar saja, sekira 20 menit sejak berangkat, jalanan mulai menanjak dan berliku serta agak licin karena diguyur gerimis. Ditambah asap tebal kendaraan umum yang berjalan terseok di depan, membuat ego sejumlah kawan terpantik. Mereka yang mengendarai motor lebih sehat langsung mendahului saat ada kesempatan.

Khawatir kehilangan arah, penulispun ikut menarik tuas gas mengikuti, walaupun ada rasa khawatir sebagian kecil anggota rombongan yang tercecer di belakang. Apalagi, di lokasi yang lebih atas, cukup banyak percabangan jalan yang boleh jadi akan membuat bingung bagi yang belum tahu arah tujuan.

Hingga ketika cuaca mulai terang karena sudah tidak berkabut, penulis nekat menambah kecepatan untuk meminta ketua rombongan berhenti menunggu mereka yang tertinggal jauh di belakang.

Sekira 15 menit menunggu, personel yang tercecer pun kemudian menyusul. Kami langsung melanjutkan perjalanan hingga sampai di Gulala Azana Hotel & Resort. Check in, mandir air panas dan beristirahat menjadi pilihan terbaik setelah perjalanan yang lumayan bikin lelah. Apalagi kawasan wisata di lereng Utara Gunung Slamet malam itu bersuhu 18 derajat celcius. Lumayan dingin, bahkan dibandingkan Kaliurang di Yogyakarta. (*)