Radio Punya Kekuatan yang Tak Dimiliki Teknologi Digital

Radio Punya Kekuatan yang Tak Dimiliki Teknologi Digital

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Di era disrupsi media saat ini, industri radio mengalami tantangan yang besar untuk bisa bertahan dan mengembangkan bisnis serta pelayanannya. Kemunculan media baru yang berbasis digital, telah mengubah landscape model bisnis dalam semua industri, termasuk radio.

Meskipun demikian, survey dari AC Nielsen menemukan, bahwa radio masih memiliki segmen pendengar potensial, yaitu 57 persen pendengar radio adalah konsumen masa depan yang berada pada usia yang relatif muda. Apalagi radio punya fleksibelitas yang bisa diintegrasikan dengan kekuatan digital.

Hal ini mendasari puluhan insan radio yang berada di seluruh Indonesia, bersinergi membuat Jaringan Pelayanan Radio Indonesia (JAPRI). JAPRI terdiri dari radio swasta dan komunitas, untuk melihat bagaimana setiap pihak dalam industri radio memiliki kesempatan untuk bersinergi dan berkolaborasi menghadapi tantangan zaman bersama-sama.

Deklarasi JAPRI dihadiri oleh 30 stasiun radio yang tersebar di seluruh Indonesia. Pendiriannya juga didukung oleh lebih dari 20 stasiun radio yang berhalangan hadir pada Rabu, (20/2/2020) malam di Kampus Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Yogyakarta.

Rektor UKDW, Henry Feriadi menyebut, radio memiliki pendengar yang khas, militan dan setia. Selain itu, radio masih sangat unggul, menjadi alat komunikasi di daerah yang belum terjangkau oleh sinyal internet.

“Jangkauan radio yang lebih luas ini, unggul di daerah-daerah terpencil. Teknologi ini relatif murah jika dibandingkan dengan investasi pembuatan satu unit Base Transceiver Station (BTS) telepon seluler,” terang Henry.

Jimry Efraim selaku Ketua JAPRI menyampaikan, bersatunya radio-radio komunitas dalam JAPRI, dimaksudkan agar konsep industri radio saat ini berorientasi kepada sentuhan yang lebih personal, meskipun menggunakan teknologi yang semakin canggih.

“Hadirnya media digital juga bukan sebagai lawan yang harus dijauhi, tetapi justru menjadi tools untuk menggenapi konten radio agar bisa terdistribusi dengan jangkauan yang lebih luas, mudah diakses anytime, anywhere, any device,”paparnya.

”Dalam Japri, kami akan bahu membahu memberikan edukasi kepada stasiun anggota yang belum benar-benar melek teknologi. Selain itu, kami akan saling berbagi konten yang menarik antar anggota, sehingga dapat selalu memberikan kabar baik kepada para pendengar,” lanjutnya.

Walaupun sebagian besar anggota Japri adalah radio rohani, lanjut Jimry, namun konten lintas iman tetap menjadi salah satu acara sejak lama sudah dimiliki oleh masing-masing stasiun radio anggota Japri.

Sekretaris JAPRI, Adreanus Laning menyoroti tentang perizinan beberapa stasiun radio yang belum benar-benar terbit. Menurutnya, walaupun saat ini pemerintah sudah jauh lebih baik, tapi beberapa stasiun radio di daerah masih kesulitan mengurus perizinan.

“Terlebih kini perizinan sudah menggunakan komputer dan internet. Hal ini jauh lebih mudah dan cepat. Jika dulu mengurus izin bisa sampai tujuh tahun, sekarang dalam setahun bisa 20 stasiun radio dapat izin,” kata Adreanus.

Namun di lain sisi, lanjut Adreanus, pengurusan dengan sistem komputerisasi membuat beberapa stasiun radio di daerah justru kesulitan. Maka di dalam Japri pihaknya akan membantu pengurusan izin bagi teman-teman di daerah.

Ia juga mengharapkan pemerintah membuka izin frekwensi bagi stasiun-stasiun baru. Karena dengan hanya mengantongi izin uji coba siaran maka radio tidak bisa menjalankan bisnisnya. Padahal radio masih punya pendengar setia di ujung-ujung Nusantara yang belum terpenetrasi teknologi.(SM)