Konferensi Tahunan TPB/SDGs 2023 Bahas Solusi Perubahan Iklim

Kerjasama semua pihak diharapkan dapat mengatasi masalah air, energi dan pertanian.

Konferensi Tahunan TPB/SDGs 2023 Bahas Solusi Perubahan Iklim
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X saat menerima penghargaan dari Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam Konferensi Tahunan TPB/SDGs 2023  di Royal Ambarrukmo Hotel Yogyakarta. (muhammad zukhronnee ms/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA - Konferensi Tahunan TPB/SDGs 2023 yang diikuti oleh berbagai pemangku kepentingan dari dalam dan luar negeri digelar di Yogyakarta. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas tantangan dan peluang dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) di 2030, khususnya yang berkaitan dengan air, energi, dan pertanian.

Ketiga sektor ini dianggap penting untuk mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan, sesuai dengan Tujuan 2 Tanpa Kelaparan, Tujuan 6 Air Bersih dan Sanitasi Layak, Tujuan 7 Energi Bersih dan Terjangkau, serta Tujuan 12 Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab.

Konferensi ini diselenggarakan oleh Kementerian PPN/Bappenas di Yogyakarta, Senin (6/11/2023). Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan bahwa konferensi ini merupakan kesempatan untuk meneguhkan kembali komitmen pencapaian TPB/SDGs dengan seluruh pihak berperan aktif dan berkolaborasi.

“Melalui Konferensi Tahunan TPB/SDGs tahun ini, kita dapat meneguhkan kembali komitmen pencapaian TPB/SDGs dengan seluruh pihak berperan aktif dan berkolaborasi,” ujarnya.

Menteri Suharso menambahkan bahwa pandemi Covid-19 dan krisis global telah menimbulkan dampak negatif terhadap sejumlah target TPB/SDGs, terutama Tujuan 2 Tanpa Kemiskinan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan inovatif untuk mengatasi tantangan tersebut.

Salah satu tantangan terbesar adalah meningkatkan produksi pangan yang berkelanjutan, yang sangat bergantung pada ketersediaan, keberlanjutan, dan inovasi teknologi sumber daya air serta energi.

Menurut data Roadmap 2023 oleh Tim Koordinasi Nasional TPB/SDGs, Indonesia telah mencapai 138 indikator dari 224 indikator TPB/SDGs, atau sekitar 62 persen. Selain itu, 31 indikator atau 14 persen menunjukkan tren membaik atau akan tercapai. Di 2022, seluruh pilar pembangunan TPB/SDGs menunjukkan kemajuan cukup progresif, terutama pada Pilar Pembangunan Lingkungan dan Pilar Pembangunan Hukum dan Tata Kelola.

Namun, masih ada indikator yang memerlukan perhatian khusus, terutama pada Pilar Pembangunan Sosial, sehingga perlu didorong melalui upaya percepatan agar kembali on-track sesuai target yang ditetapkan.

Sebagai bentuk apresiasi pemerintah Indonesia atas kinerja seluruh pihak untuk mencapai target TPB/SDGs, Indonesia’s SDGs Action Awards 2023 juga menjadi salah satu agenda penting dalam rangkaian pelaksanaan SAC 2023.

Penghargaan ini diberikan kepada individu, kelompok, organisasi, atau institusi yang telah berkontribusi secara nyata dan konkret dalam mendorong pencapaian TPB/SDGs di Indonesia.

“Saya mengharapkan Indonesia’s SDGs Action Awards makin menguatkan motivasi seluruh pemangku kepentingan dan juga masyarakat untuk terus bersama-sama bekerja secara nyata dan konkret demi tercapainya target-target TPB/SDGs, yang berarti juga tercapainya target-target pembangunan nasional,” lanjutnya.

Sementara Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, juga memberikan paparan tentang nilai kearifan lokal dan praktik baik DIY dalam menjaga ketahanan pangan dan melestarikan air, seiring upaya memberdayakannya.

Gubernur DIY mengatakan bahwa konferensi ini dilaksanakan dalam rangka membangun komitmen bersama untuk memastikan keseimbangan ekosistem air, energi, dan jaminan pasokan pangan nasional menuju ketahanan pangan.

“Untuk itu, perkenankanlah saya menyampaikan nilai kearifan lokal dan praktik baik Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam menjaga ketahanan pangan dan melestarikan air, seiring upaya memberdayakannya,” katanya.

Gubernur DIY menjelaskan bahwa Mataram, sebagai cikal bakal Kraton Yogyakarta pada sekitar abad 17, telah mengenal konsep food estate dengan pola pertanian CLS (Crop Livestock System), yang mengintegrasikan cocok tanam dengan ternak.

Memerintah pada tahun 1613 – 1645, Sultan Agung telah menyadari betapa strategisnya peran komoditi beras bagi kelangsungan peradaban yang dipimpinnya. Dalam upayanya, Sultan Agung bahkan telah melakukan rekayasa sosial dalam melaksanakan intensifikasi tanaman padi.

Kerjasama antar petani dan antar kelompok tani amat kuat, baik dalam tertib pola tanam, penggunaan air irigasi, pengendalian hama dan penyakit, penggunaan peralatan maupun dalam acara panen.

Saat ini, konsep Lumbung Mataraman telah dikembangkan dengan konsep yang lebih modern, seiring upaya memperkuat partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, dimana salah satunya adalah untuk melanjutkan tradisi “nandur opo sing dipangan lan mangan opo sing ditandur”, atau menanam apa yang dimakan, dan memakan apa yang ditanam.

Dari sisi regulasi, Pemda DIY telah menerbitkan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2021, tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2011, tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Sultan berharap bahwa konferensi ini dapat menjadi forum untuk saling belajar dan berbagi pengalaman antara pemerintah pusat, daerah, dan pemangku kepentingan lainnya dalam mendorong pencapaian TPB/SDGs, khususnya yang terkait dengan air, energi, dan pertanian.

“Saya yakin bahwa dengan kerjasama dan sinergi yang baik, kita dapat menciptakan pembangunan yang berkelanjutan, yang tidak hanya memenuhi kebutuhan generasi saat ini, tetapi juga generasi mendatang,” tandasnya. (*)