Kisah Pilu Pejuang Lingkungan di Jogja, Terpaksa Menutup JOS Gegara Kehabisan Sumber Dana

Sebagian besar wilayah DIY termasuk Sleman, beberapa tahun belakangan dipusingkan oleh problem sampah.

Kisah Pilu Pejuang Lingkungan di Jogja, Terpaksa Menutup JOS Gegara Kehabisan Sumber Dana
Arif Budiono menunjukkan fasilitas Jogja Olah Sampah. (warjono/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Bangunan besar berdiri di sisi barat Jalan Cebongan-Munggur (Jalan Godean), persisnya di Dusun Sanggrahan Kalurahan Tirtoadi Kapanewon Mlati Sleman. Berdiri di atas lahan seluas sekitar 700 meter persegi, mulai Maret 2023 aktivitas terlihat di lokasi yang dikenal dengan nama Jogja Olah Sampah atau disingkat JOS.

Setiap hari terlihat truk pengangkut sampah melakukan bongkar muat di sana. Truk yang masuk ke halaman JOS, lalu berjalan memutar menuju belakang bangunan untuk membongkar muatan. Sampah yang tercampur menjadi satu, kemudian dituang ke konveyor.

Konveyor sepanjang sekitar enam meter terus berputar membawa sampah tersebut menuju ke bak penampungan. Tidak semua sampah yang terangkut konveyor masuk ke penampungan, karena pada sisi kanan dan kirinya, sejumlah karyawan JOS cekatan memilih bagian-bagian sampah yang punya nilai ekonomi. Di antaranya botol kaca, botol dan berbagai bentuk kemasan plastik, berbagai macam kertas dan lain sebagainya. Hanya sampah organik dan residunya yang terus masuk ke bak penampungan.

“Sampah organik dan residunya kemudian kami olah menjadi pupuk. Botol kaca, kemasan plastik, kertas dan lainnya yang punya nilai ekonomi kami pisahkan. Selanjutnya kami jual ke pengepul,” kata Arif Budiono, pendiri sekaligus pemilik JOS, pekan silam.

Arif Budiono, pendiri sekaligus pemilik Jogja Olah Sampah. (warjono/koranbernas.id)

Mendirikan JOS Juli 2022, jalan panjang ditempuh Arif sebelum bisa beroperasi Maret 2023. Proses perizinan, sosialisasi hingga pembangunan JOS tak hanya memakan waktu cukup lama. Arif juga harus rela mengeluarkan biaya tidak sedikit. Dirinya harus berjuang keras untuk meyakinkan pemangku wilayah dan terutama masyarakat mengenai arti penting JOS ini bagi mereka.

Terlebih, sebagian besar wilayah DIY termasuk Sleman, beberapa tahun belakangan dipusingkan oleh problem sampah yang tak kunjung berakhir. Bahkan, tahun ini persoalan sampah di DIY semakin serius, lantaran TPA Piyungan sudah dalam kondisi benar-benar tak mampu lagi menerima kiriman sampah dari wilayah Bantul, Kota Yogyakarta dan Sleman.

Awal mendirikan JOS, asa dan ide memenuhi pikiran Arif Budiono, alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB). Pengusaha asli Jogja pemilik CV Sumber Tirta yang sempat menjadi satu-satunya distributor air mineral kenamaan ini, memendam keprihatinan mendalam terhadap degradasi lingkungan dan pertanian.

Di sela menekuni bisnisnya, Arif terus meluangkan waktu untuk ikut berkiprah di bidang lingkungan dan pertanian. Ia sempat merintis berbagai upaya guna menyelamatkan produk-produk hasil pertanian yang harganya jatuh saat musim panen.

ARTIKEL LAINNYA: Selain Donor Darah, JNE Menggelar Operasi Katarak Gratis, Peserta Antusias

Untuk bidang lingkungan, selain membangun JOS, Arif juga aktif di sejumlah komunitas peduli lingkungan. Bahkan, belakangan dirinya ditunjuk oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman, sebagai Kepala Divisi Inovasi Pengelolaan Sampah dalam organisasi Jejaring Pengelola Sampah Mandiri (JPSM) Sehati Kabupaten Sleman 2023-2023.

“Sebenarnya banyak hal bisa dilakukan, untuk berkontribusi dalam penanganan persoalan-persoalan terkait lingkungan dan pertanian. Selama ini, gagasan dan aktivitas yang muncul kan lebih berkutat dan ranah edukasi. Padahal menurut saya, edukasi ke masyarakat saja tidak cukup. Perlu ada upaya serius menyelesaikan berbagai persoalan akut ini dengan cara berpikir industri. Memang tidak mudah, tapi saya yakin cara berpikir industri akan menjadi jalan tercepat menyelesaikan problem yang belum pernah terurai ini,” katanya.

Tombok belasan juta

Kenekatan Arif membangun JOS, sedikit banyak terbangun oleh kesamaan visinya dengan pabrikan air mineral yang sempat bermitra dengannya. Visi itu, menyangkut upaya pelestarian lingkungan yang terus dikampanyekan pabrikan air mineral dimaksud.

Maka, memanfaatkan laba yang ia peroleh sebagai distributor air mineral kemasan ini, Arif merintis JOS dan merekrut belasan karyawan untuk mengelola. JOS memiliki mesin pemilah dan pengelola sampah dengan kapasitas terpasang 15 ton per hari.

Kemampuan ini, kira-kira cukup untuk menangani persoalan sampah rumah tangga dari sekitar dua kelurahan yang ada di sekitarnya.

“Sejak Maret hingga September 2023 silam, operasional JOS memang belum nutup secara bisnis. Saya masih harus tombok sekitar Rp 16 juta per bulan, terutama untuk membayar upah karyawan yang standar UMP,” katanya menjelaskan.

ARTIKEL LAINNYA: PT Saraswanti Indoland Development Kirim Air Bersih ke Empat Desa di Gunungkidul

Ada sejumlah kisah pilu. Bagi Arif, tombok operasional ini merupakan hal yang wajar sebagai sebuah rintisan untuk membangun sebuah ekosistem industri. Sebab dalam benaknya, JOS bukan sekadar fasilitas memilah dan mengolah sampah, namun ke depannya juga merupakan embrio dari lahirnya output lain termasuk pupuk organik, serta produk pakan ternak.

“Sebagian besar dari gagasan awal, sebenarnya sudah mulai berjalan. Sampai dengan tiba-tiba, kemitraan saya dengan pabrikan air mineral tersebut berakhir akhir September. Jadi saat ini, saya terpaksa menghentikan dulu operasional JOS, yang sejak Maret saya topang dari keuntungan bisnis air mineral kemasan tadi. Dan sampai sekarang belum menemukan sumber pendanaan pengganti untuk membiayainya,” lanjut Arif.

Pola kemitraan

Meski belum mendapatkan sumber dana pengganti, Arif mengaku tetap bertekat menghidupkan lagi JOS. Ia membayangkan apabila di DIY, khususnya Bantul, Kota Jogja dan Sleman bisa membangun sedikitnya 100 fasilitas serupa dengan JOS, maka problem sempah di DIY akan mudah diselesaikan.

Bahkan, penyelesaian persoalan sampah ini, sekaligus akan memunculkan sumber-sumber lapangan kerja dan bisnis baru, yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

“Idealnya, sampah rumah tangga sebisa mungkin diselesaikan di lingkungan masing-masing. Untuk itu, selain instalasi seperti JOS, maka pola-pola kemitraan juga perlu terus didorong. Masyarakat, pemerintah daerah serta kalangan dunia usaha dan industri harus berkolaborasi menyelesaikan problem bersama ini,” tandasnya.  (*)