Kenaikan Harga BBM akan Membuat Harga Bahan Pangan Melambung

Kenaikan Harga BBM akan Membuat Harga Bahan Pangan Melambung

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Saat ini harga bahan pangan mengalami kenaikan dan semakin mahal. Misalnya telur yang dijual pada tingkat pengecer dengan harga Rp 30.000 per kilogram. Bahkan di beberapa tempat ada yang menjual di atas harga tersebut. Harga ini jauh di atas harga normal. Telur biasanya dilepas ke pasaran dengan harga Rp 25.000 - Rp 26.000 per kilogram.

“Harga telur fluktuatif, artinya berubah setiap waktu. Kalau sekarang kami kulakan pada harga kisaran Rp 27.000 per kilogram setelah sebelumnya sempat Rp 28.000 dan Rp 29.000. Telur ini kami jual ke pembeli dengan harga Rp 30.000 per kilogramnya,” kata Zahrowi seorang pedagang telur di wilayah Plebengan Kalurahan Sidomulyo Bambanglipuro Bantul saat dihubungi koranbernas.id, Senin (29/8/2022) sore.

Kenaikan ini sudah berlangsung sejak sebulan terakhir, namun untuk penyebab kenaikan, Zahrowi tidak mengetahui secara pasti. Karena pedagang hanya kulakan dan tiba-tiba saja harga sudah mengalami kenaikan terus-menerus hingga pada titik harga eceran Rp 30.000,-.

“Kami takut ketika mendengar rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi akan berdampak pada kenaikan harga bahan pangan termasuk telur. Mengingat sebelum ada kenaikan BBM saja harga pangan sudah mengalami lonjakan,” kata pria yang juga aktif di Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Bantul (FMPPB) tersebut.

Dirinya berharap pemerintah meninjau ulang rencana tersebut karena dipastikan masyarakat akan terdampak, termasuk para pedagang seperti dirinya di mana harga kulakan sudah mahal dan harus menjual dengan harga mahal juga ke masyarakat. Zahrowi menilai yang akan kasihan adalah masyarakat secara luas. Sebab bisa saja kenaikan BBM tidak hanya memicu melambungnya harga pangan namun juga terganggunya industri ataupun sektor perdagangan. Ujungnya berdampak pada sektor tenaga kerja. “Bisa jadi akan ada imbas seperti PHK. Jadi tolong rencana ini ditunjau ulang,” kata Zahrowi.

Seperti diketahui jika Menteri Koordiator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan beberapa hari lalu seperti dikutip berbagai media, memberikan sinyal jika  kemungkinan Presiden akan mengumumkan mengenai kenaikan harga BBM subsidi dalam waktu dekat. Menurut pemerintah, harga BBM subsidi telah membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp 502 triliun.

Ketua Fraksi PKS DPRD Bantul, Arif Haryanto. S.Si juga mengatakan, kondisi ini tentu sangat memberatkan masyarakat. Apalagi saat ini inflasi bahan pangan menyentuh 11 persen secara tahunan per Juli 2022.

“Agar pemerintah mencermati dengan sungguh-sungguh rencana kenaikan ini. Tolong. Jika jadi dinaikkan maka pemerintah dinilai  tega terhadap rakyat sendiri. Mengingat saat ini masyarakat juga baru bangkit setelah terpuruk akibat hantaman pandemi Covid-19 selama 2 tahun lebih. Kalau  BBM dinaikkan maka akan terjadi inflasi ekonomi yang lebih besar, dan berdampak pada kehidupan masyarakat. Termasuk akan terjadi peningkatan angka kemiskinan,” tegas Arif.

Jika alasanya adalah subsidi untuk rakyat dinilai memberatkan atau angkanya besar, maka sebenarnya bukan masalah. Sebab subsidi ini yang menikmati rakyat. Hal yang bisa dikurangi atau ditunda sebaiknya adalah kebijakan yang tidak terlalu fundamental. Misal Ibu Kota Negera (IKN) ataupun tol, kereta cepat.

“Apalagi berdasarkan pidato kenegaraan saat HUT RI ke 77, Presiden mengatakan jika ada surplus pendapatan Rp 106 T. Lalu kenapa harus ada pencabutan subsidi?,” tanya Arif.  Dari data APBN sedang surplus Rp 106,1 triliun atau 0,57 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) diperiode Juli. Sementara saat ini tren harga minyak dunia sedang menurun, maka tidak tepat mencabut subsidi.

“Sebaiknya ketika akan mencabut, harus melihat timing atau waktu yang tepat. Kalau saat ini adalah timing yang tidak pas. Jadi FPKS Bantul menilai perlunya penundaan rencana kenaikan BBM tersebut,” kata Arif. Jangan rakyat yang baru mulai menggeliat, harus dihantam lagi dengan kenaikan BBM subsidi. (*)