Kasus Stunting Melonjak di Klaten, Berpengaruh pada Masa Depan Bangsa

Kalau sekarang memang belum kelihatan, tapi 20 tahun ke depan ketika anak-anak menjadi dewasa akan terasa.

Kasus Stunting Melonjak di Klaten, Berpengaruh pada Masa Depan Bangsa
Sekretaris Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dissos P3APPKB) Kabupaten Klaten, Yunanto Sinung Nugroho. (masal gurusinga/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, KLATEN -- Stunting dan kemiskinan kini menjadi tren di Kabupaten Klaten. Meski saat ini kemiskinan ekstrem di daerah berpenduduk 1,3 juta jiwa ini sudah tidak ada lagi namun angka kemiskinan masih sekitar 12 persen. Sedangkan prevalensi stunting berdasarkan SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) masih 19,87 persen. Artinya, dari 100 anak, yang stunting hampir 20 anak.

"Stunting di Klaten tidak turun-turun mulai dari tahun 2021 hingga 2023," kata Yunanto Sinung Nugroho, Sekretaris Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dissos P3APPKB) Klaten,  pada acara Launching Program Genting (Gerakan Orang tua Asuh Cegah Stunting) di aula Kantor Camat Kebonarum, Kamis (26/6/2025).

Pada tahun 2021, kata dia, prevalensi stunting di Kabupaten Klaten tercatat 15,8 persen, tahun 2021 menjadi 18,2 persen atau naik 2,4 persen, tahun 2023 melonjak menjadi 24,5 persen dan tahun 2024 turun menjadi 19,87 persen versi SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) dan 14 persen versi EPPGBM (Evaluasi Pelaporan dan Pencatatan Gizi Berbasis Masyarakat).

Mantan Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten itu menambahkan, melonjaknya kasus stunting di Kabupaten Klaten kurun waktu 2021 hingga 2023 merupakan hal yang luar biasa dan akan sangat berpengaruh bagi masa depan bangsa.

Belum kelihatan

"Kalau sekarang memang belum kelihatan, tapi 20 tahun ke depan ketika anak-anak menjadi dewasa akan terasa," ujarnya.

Sinung juga mengaku heran terkait kondisi stunting di Kabupaten Klaten, meski berbagai upaya untuk menurunkannya telah dilakukan. Seperti anggaran yang digelontorkan baik dari APBN, APBD dan APBDesa yang tidak sedikit, membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dan 2.913 Tim Pendamping Keluarga (TPK).

TPK yang terdiri dari tiga komponen yakni kader KB, kader kesehatan dan Tim Penggerak Kesehatan mendampingi keluarga rentan stunting (KRS) seperti calon pengantin dan ibu hamil agar nantinya bisa melahirkan anak yang tidak berisiko stunting.

Di Kecamatan Kebonarum, kondisi stunting bulan April 2025 masih pada angka 18 persen atau tertinggi nomor tiga di Kabupaten Klaten.

Keprihatinan

Tingginya angka stunting di kecamatan yang terdiri dari tujuh desa ini mengundang keprihatinan sejumlah pihak, termasuk Camat I Nyoman Gunandika. Bahkan dia yang baru menjabat empat bulan sebagai Camat Kebonarum terkejut melihat kondisi stunting di wilayahnya. "Awalnya 18 kasus, naik signifikan menjadi 163 kasus," kata Nyoman Gunandika.

Di Kebonarum memang masih ada balita yang tidak mau ditimbang dan tidak datang pada kegiatan posyandu. Padahal balita di posyandu juga menjadi salah satu survei yang dilakukan pemerintah untuk mengetahui kondisi stunting di satu daerah, selain SSGI. (*)