Kaki Mbah Diro Berdarah-darah Terjepit Batu Saat Selamatkan Pelajar SMPN 1 Turi
KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Siapa sangka lanjut usia (lansia) 72 tahun ini tiba-tiba namanya tenar. Kisah heroik warga Kembangarum Donokerto Turi Sleman yang berhasil menyelamatkan puluhan pelajar SMPN 1 Turi hanyut saat kegiatan Pramuka susur sungai di Kali Sempor pada Jumat (21/2/2020) silam itu patut dikenang.
Lelaki berpenampilan sederhana ini ternyata punya kepedulian luar biasa. Bersama Sudarwanto alias Kodir (37) warga Dukuh Donokerto Turi, kedua orang inilah yang pertama kali menyelamatkan para pelajar terseret arus banjir.
Tatkala secara khusus diundang menghadiri Sarasehan dan Pentas Seni Program Restorasi Sosial "Gerbang Praja" Nggugah Rasa Sithik Edhing Lumantar Aksara Membangun Generasi Modern yang Njawani, Selasa (24/2/2020), di Kantor Sekretariat Bersama (Sekber) Relawan Sembada (Relawan Sosial dan Kebencanaan) Sithik Edhing, keduanya menjadi pusat perhatian.
Mengenakan busana batik lengan panjang, kemunculan Kodir dan Mbah Diro tak hanya dikerubuti awak media dari awal hingga akhir acara guna mengorek ceritanya, tetapi juga dikelilingi relawan, pekerja sosial maupun pejabat yang tak ingin melewatkan momen itu untuk sekadar minta foto bareng.
Kodir berkisah, sore itu dirinya baru saja berangkat mancing di Kali Sempor. “Saya anu ya, lagi berangkat mancing. Di TKP saya dengar suara anak-anak menangis dan teriak. Banyak yang minta tolong,” kata dia.
Lelaki berambut gondrong ini spontan bergegas memberikan pertolongan. Tapi upaya itu tidak mudah karena derasnya air serta kedalaman sungai mencapai 1 meter hingga 1,5 meter. “Anak-anak saya tolong sambil saya berenang,” ujarnya dengan logat bahasa Jawa dan Indonesia yang terdengar agak kagok.
Saat hendak turun ke sungai, dia saksikan banyak pelajar hanyut terbawa arus. Bersama Mbah Diro, dirinya tidak ingat lagi berapa siswa yang berhasil diselamatkan. “Ya kira-kira 60,” ujarnya.
Kegigihan Mbah Diro juga tidak kalah seru. Saat kejadian, pengurus masjid itu sedang bersih-bersih makam dekat sungai.
“Awalnya saya dengar teriakan gembira anak-anak di sungai. Saya sudah berpikir cuaca seperti ini ada anak-anak main di sungai, saya kasih tahu tetapi karena itu (kegiatan) Pramuka saya ndak berani,” ujarnya.
Sudiro kemudian meneruskan pekerjaannya. Tak berselang lama, anaknya datang memberitahu di sungai banyak orang hanyut. Spontan Mbah Diro lari ke sungai. “Saya langsung lari ke sungai bertemu Kodir kemudian menolong anak-anak itu,” katanya.
"Bagaimana kondisinya?"
“Sudah keadaan trauma dan panik.”
Beberapa pelajar berhasil dibawa ke tepian sungai untuk menghindari aliran air yang sangat deras. Dan benar, air semakin deras.
Mbah Diro sempat kesulitan saat menolong anak-anak itu karena mereka terbagi tiga kelompok yang terpisah dan lokasinya agak berjauhan pada beberapa titik sepanjang sungai.
“Itu sulitnya, terutama yang putri. Karena airnya mendadak mereka terkejut dan tidak bisa berpikir apa-apa. Trauma. Saat ditanya sudah tidak nyaut, tidak nyambung,” ungkapnya.
Dikira buah kelapa
Sejumlah pelajar putri yang hanyut ditolong oleh warga lainnya. Awalnya dikira buah kelapa jatuh terbawa arus. “Kok ada hitam-hitamnya. Dikira kelapa. Ketika diamati ada rambutnya. Mereka (warga) bilang itu anak-anak yang hanyut. Saya bilang agar ditolong dan di situ kemudian sudah ada warga yang jaga,” kata Sudiro.
Tanpa kenal lelah, Sudiro melanjutkan “misinya” menolong sejumlah pelajar yang masih terperangkap di sungai. Pelajar putra rata-rata mudah ketika ditolong. “Yang putra masih bisa ditolong,” tambahnya.
Soal tangga yang dia gunakan untuk penyelamatan, Sudiro menjelaskan karena berada di tengah sungai maka dia memakai cara itu. “Di tengah kali ada 6 anak, saya anu dengan tangga. Yang lain berani merangkak tapi ada satu yang menangis geleng-geleng. (Saya bilang), mari, Mas, tapi (dijawab) takut sekali karena airnya besar. Saya dukung dengan pegangan tangga,” kenangnya.
Di luar dugaan, Sudiro terpeleset. Dalam posisi hanyut dia berusaha keras tetap mempertahankan pelajar itu agar tidak lepas dari rengkuhannya. “Anaknya masih di punggung saya,” kata dia.
Di luar dugaan pula, kaki Sudiro terjepit batu. Tanpa berpikir dia lepaskan jepitan itu dengan menariknya sekuat tenaga. “Ini (kaki saya) kegejlik batu dan terjepit.”
Mbah Diro lantas memperlihatkan kakinya yang bengkak dan masih dibalut sebagian. Salah satu jari kakinya tampak membesar seperti bekas luka benturan mau sembuh.
Anehnya, demi keselamatan anak itu, Mbah Diro sama sekali tidak memikirkan lukanya sehingga mampu mengabaikan rasa sakit. Allah SWT memberinya kekuatan sehingga dia bisa fokus, bagaimana pun anak yang berada di gendongannya harus selamat.
Sudiro berusaha keras mengangkatnya sekuat tenaga. Upayanya berhasil. Begitu mentas, dia lihat kakinya berdarah-darah.
“Darahnya... Saya tidak tidak merasakan sakit sebab di sebelah utara masih ada yang lebih ngeri keadaannya. Saya tolong dan semuanya selamat,” ucapnya bersyukur.
Atas jasa-jasanya itu Mbah Diro dan Kodir menerima penghargaan dari Kementerian Sosial. Meski keduanya senang namun niat awalnya sama sekali tidak memikirkan imbalan seperti itu. Semua dilakukan demi kemanusian. “Nggak ada pamrih apapun,” sambung Kodir.
Kepala Dinas Sosial DIY Untung Sukaryadi, menyatakan apa yang dilakukan keduanya patut dijadikan contoh bagi masyarakat maupun relawan lainnya.
“Pahlawan sosial dan kemanusiaan seperti Kodir dan Sudiro ini sewaktu menolong nggak pernah berpikir akan dapat upah. Relawan sejati berbagi karena naluri bukan berbakti karena prestasi,” kata Untung mengutip kalimat pada spanduk yang terpasang depan gedung Sekber Relawan Sembada.
Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial (Kemensos) RI, Rachmat Kusnadi, menyampaikan apresiasi untuk Kodir dan Sudiro yang berjasa menyelamatkan para pelajar.
Menurut dia, ini menjadi contoh bagi siapa pun untuk cepat memberikan pertolongan. “Pak Menteri merasa sangat terbantu dengan adanya perjuangan luar biasa sehingga mengurangi jumlah korban,” kata dia.
Keduanya juga layak dijadikan contoh. “Sebetulnya banyak relawan lain yang melakukan seperti Pak Kodir dan Sudiro. Ini menjadi inspirasi bagi semua orang untuk memberi pertolongan segera kepada korban bencana alam. Apalagi Indonesia banyak ancaman dan risiko bencana maka butuh orang-orang seperti Pak Kodir dan Pak Sudiro,” paparnya.
Hadir pada acara penyerahan penghargaan itu Direktur Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial yang diwakili Yuli Astuti, Tenaga Teknis Kementerian Sosial RI, Kepala Dinas Sosial DIY Untung Sukaryadi, anggota DPRD Sleman Raudi Akhmal, Kepala Dinas Sosial Sleman Eko Suhardono serta tamu undangan. (sol)