Ini Alasannya Kenapa Sekolah Harus Ramah Anak

Ini Alasannya Kenapa Sekolah Harus Ramah Anak

KORANBERNAS.ID – Melalui Program Sekolah Ramah Anak (SRA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus berusaha mewujudkan institusi pendidikan dasar di Indonesia sebagai tempat yang nyaman untuk belajar.

Alasannya, sepertiga hidup anak berada di sekolah. Tetapi kondisi saat ini masih banyak hal yang membahayakan ketika mereka berada di sekolah, misalnya makanan yang tidak sehat maupun sarana prasarana.

Guna merealisasikan program SRA, Kamis (7/11/2019), jajaran kementerian tersebut melaksakan program Sehari Belajar di Luar Kelas.

Kegiatan yang berlangsung Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kulonprogo Jalan Khudori Wates kali ini memperoleh sambutan antusias para pelajar sekolah itu.

Deputi Pemenuhan Hak Sipil dan Partisipasi Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lies Rosdianty, bahkan turun langsung.

Selain menyapa para pelajar dia juga bergabung dengan para siswa saat bersama-sama menyantap bekal makanan dari rumah.

Meski dengan lauk seadaanya mulai dari telur hingga sayur kacang, setelah mencuci tangan terlebih dahulu dilanjutkan berdoa, anak-anak itu terlihat lahap menikmati makanan barena teman-temannya sambil sesekali bercanda, saling mengintip lauk teman yang duduk di sebelahnya.

“Bicara anak adalah bicara masa depan Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia peringkat empat di dunia. Kita harus mengejar kualitas. Caranya kalian semua harus rajin belajar. Belajar tidak hanya di kelas tetapi juga di luar kelas, agar kalian semua bahagia,” kata Lies.

Menurut dia, Program Outing Classroom Day (OCD) atau belajar di luar kelas sudah dilaksanakan di 134 negara di dunia. Di Indonesia program tersebut berjalan sejak 2017, secara nasional sudah terlaksana di 33 provinsi.

“Program ini sudah menyentuh sejumlah 4.042.536 siswa, 15.588 sekolah di 356 kabupaten/kota,” jelasnya.

Kepala MAN 2 Kulonprogo, Anita Isdarmini SPd MPd, merasa bangga sekolahnya dikunjungi tamu dari kementerian.

Sejak 2016  MAN 2 Kulonprogo merintis Sekolah Ramah Anak. Semoga kegiatan itu menjadikan  madrasah yang dipimpinnya mampu menggali potensi anak guna meraih prestasi.

Lies Rosdianty bersama pelajar MAN 2 Kulonprogo. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Gerakan senyum

Selain membiasakan membawa bekal dari rumah, sekolah ini juga melaksanakan gerakan senyum dan tegus sapa. Selain itu, juga berkata lembut dan menghormati orang yang lebih tua.

Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) DIY, H Mutholib SAg, juga memberikan respons positif.

Untuk meningkatakan mutu pendidikan, anak tidak hanya belajar di kelas. Ini sejalan dengan program Kementerian Agama yaitu gerakan sekolah yang menyenangkan.

“Semoga kegiatan Ini akan membangkitkan semangat belajar siswa,” jelasnya.

Mutholib sepakat program Sehari Belajar di Luar Kelas tidak hanya berhenti hari itu saja melainkan perlu diikuti program lanjutan dengan tujuan memberi motivasi belajar sesuai tagline Madrasah Hebat dan Bermartabat.

Dokter Yetty dari Kementerian Kesehatan juga mengapresiasi kegiatan ini. Dia salut para pelajar MAN 2 Kulonprogo dibiasakan cuci tangan sebelum makan bersama.

Sekolah ini pun memiliki program mengelola sampah. “Semoga dapat dilaksanakan madrasah lain sehingga suasana sekolah semakin sehat dan cantik. Program ini perlu lebih ditingkatkan dan menjadi contoh di wilayah,” kata dia.

Seperti diketahui, anak Indonesia yang berusia di bawah 18 tahun jumlahnya sepertiga dari jumlah penduduk Indonesia atau 79,6 juta.

Mereka harus mendapatkan hak dan dilindungi dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi dan perlakuan salah, agar setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Lies Rosdianty diwawancarai media di MAN 2 Kulonprogo, Kamis (7/11/2019). (sholihul hadi/koranbernas.id)

Terbaik kedua

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmavati, dalam sambutan tertulisnya menyampaikan kegiatan Sehari Belajar di Luar Kelas dilaksanakan secara serentak di seluruh dunia pada 7 November 2019.

Indonesia telah mengikutinya sejak tahun 2017. Setahun kemudian berhasil meraih peringkat terbaik ke-2 di dunia setelah Inggris. “Jika pada tahun 2018 diikuti oleh 120 negara, maka pada tahun 2019 diikuti oleh 134 negara, termasuk Indonesia,” ujarnya.

Kegiatan Sehari Belajar di Luar Kelas tahun 2019 diikuti 22.170 sekolah dan madrasah yang sudah berkomitmen menjadi SRA, berikut sekitar 2,2 juta murid dari semua jenjang pendidikan. Adapun pelaksanaanya sekitar tiga jam di masing-masing sekolah.

Selama tiga jam tersebut ditanamkan pendidikan karakter di antaranya ditandai dengan salam, senyum dan sapa di sekolah oleh semua warga sekolah, tertib mengantre saat masuk ruang kelas serta tertib bermain dan meminjam buku.

Selain itu, juga ditanamkan mengenai kesehatan, iman dan takwa, gemar membaca, adaptasi perubahan iklim, peduli dan cinta lingkungan, pelestariaan budaya, cinta tanah air maupun sadar bencana.

Banyak sekolah melanjutkan kegiatan Sehari Belajar di Luar Kelas tidak hanya sehari dalam setahun tetapi ada yang seminggu sekali atau sebulan sekali.

Keberhasilan Sekolah Ramah Anak akan mendukung terwujudnya Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) menuju Indonesia Layak Anak (IDOLA) yang diharapkan dapat tercapai pada 2030. (sol)