Idealis Boleh, Seniman Perlu Mengerti Cara Mengelola Keuangan

Perbankan dan dunia seni ibarat dua dunia yang berbeda sebagaimana perbedaan otak kiri dan otak kanan.

Idealis Boleh, Seniman Perlu Mengerti Cara Mengelola Keuangan
The Artful Balance: Mengelola Seni dan Keuangan, Kamis (27/6/2024), di Ruang Seminar Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. (sholihul hadi/koranbernas.id)
Idealis Boleh, Seniman Perlu Mengerti Cara Mengelola Keuangan

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Yogyakarta sebagai Ibukota Seni Rupa Indonesia banyak melahirkan seniman besar dan sukses secara finansial. Namun tidak sedikit seniman yang hidupnya kekurangan. Ini terjadi karena terabaikannya prinsip-prinsip pengelolaan keuangan secara benar.

Sebagai wujud perhatian UOB terhadap dunia seni, permasalahan itu dibahas bersama oleh akademisi, praktisi, seniman maupun praktisi perbankan melalui gelaran The Artful Balance: Mengelola Seni dan Keuangan, Kamis (27/6/2024), di Ruang Seminar Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

Event yang diselenggarakan sekaligus sebagai rangkaian sosialisasi 14 th UOB Panting of the Year kali ini memperoleh antusiasme peserta maupun alumni UOB Panting of the Year.

“Ini forum yang menarik sekaligus rumit. Sosok terkenal dari seniman dan perbankan bertemu. Semua profesi butuh komitmen dan integritas, sedangkan disiplin seniman rada rock’n roll. Mengelola keuangan nggak bisa dengan cara rock’n roll,” ungkap Suwarno Wisetrotomo, kurator seni sekaligus dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta saat memandu acara tersebut.

Gagasan dan ide

Dengan kelihaiannya, Suwarno memancing tiga narasumber yaitu Heri Pemad selaku Artist and Creative Director of Artjog, kemudian Head of Strategic Communications and Brand UOB Indonesia Maya Rizano serta Head of Deposit and Wealth Management UOB Indonesia, Vera Margaret.

Ketiganya mengeluarkan gagasan dan ide-ide demi terciptanya ekosistem seni dan keuangan yang jernih, sekaligus sepakat seniman seyogianya tidak hanya berkutat pada aspek-aspek romantisme melainkan harus bisa mandiri secara ekonomi dan kreativitasnya tetap jalan terus.

“Berbicara mengenai literasi pengelolaan keuangan, saat ini masih merupakan persoalan fundamental untuk membangun budaya keuangan yang berorientasi menjaga kesehatan keuangan termasuk perencanaan keuangan dan perkiraan keuangan yang dibutuhkan,” ungkap Vera Margaret.

Menurut dia, rendahnya tingkat literasi dan inklusi keuangan menjadi salah satu kendala dan berdampak besar bagi masyarakat tak terkecuali bagi para seniman. Sebagai gambaran, saat ini populasi pekerja seni dan kreatif Indonesia tercatat 200 ribu lebih.

Bergerak dinamis

Begitu pun dengan penerapan art management. Pengetahuan dasar dalam pengelolaan seni sangat penting agar pekerja seni dan kreatif ke depan menjadi pemimpin organisasi seni yang bergerak dinamis menghadapi perubahan dan lingkungan global.

“Karena sebagaimana kita tahu, bidang seni budaya ini sendiri memiliki definisi yang luas, meliputi seni pertunjukan, seni rupa, museum dan cagar budaya, hiburan serta pariwisata. Dan ke depannya seniman sangat perlu mengoptimalkan potensi dan kinerja bidang kebudayaan serta penguatan di sektor manajerial,” jelasnya.

Vera mengakui, rata-rata seniman sekali jual karya lukisan langsung memperoleh hasil yang besar. Namun belum tentu bulan depan memperoleh hasil yang besar pula. Padahal, semua peralatan melukis harganya mahal dan tidak bisa diirit. Inilah pentingnya prinsip-prinsip budgeting.

Dibutuhkan perencanaan keuangan. Artinya, antara tabungan, keinginan dan kebutuhan diberikan porsi yang proporsional. “Bagi seniman, pastikan ada penghasilan untuk ditabung sebab melukis nggak hanya hari ini saja. Setidaknya 20 persen yang ditabung,” ungkap Vera.

Literasi keuangan

Maya Rizano menyatakan, UOB Indonesia berkomitmen memberikan kontribusi terhadap perkembangan sosial budaya, seni serta pendidikan.

“UOB Indonesia juga terus mendorong kegiatan peningkatan literasi keuangan ke berbagai sektor masyarakat, termasuk di dalamnya bagi pekerja seni dan kreatif,” kata dia.

Sebagaimana jargon dari reksadana “Pahami, Nikmati”, begitu pula dengan pentingnya edukasi terhadap pengetahuan pengelolaan keuangan bagi masyarakat Indonesia.

“Pahami produk dengan risikonya secara jelas dan baik, agar dapat menikmati hasilnya secara nyata, bertumbuh dan aman pastinya,” kata dia.

Dunia berbeda

Sedangkan Heri Pemad menyatakan perbankan dan dunia seni ibarat dua dunia yang berbeda sebagaimana perbedaan antara otak kiri dan otak kanan. “Agak susah juga menjelaskan dua dunia yang berseberangan,” kata Heri Pemad sambil bercanda.

Toh begitu, keduanya sama-sama membutuhkan investasi. Baginya, investasi yang paling mahal adalah membangun kepercayaan.

Selain itu, juga perlu menjaga keseimbangan. Dengan kata lain, idealis boleh saja namun seniman perlu mengerti cara mengelola keuangan.

“Ada seniman yang karyanya bagus tetapi tidak tahu cara jualan, bertemu kolektor grogi takut ditanya konsepnya. Inilah pentingnya manajamen, mengatur hal yang rumit menjadi sederhana,” ungkapnya. (*)