ICCF 2025 UMY Menyatukan 31 Negara di Satu Panggung
Dialog lintas bangsa bisa tumbuh dari meja makan, panggung tarian, dan semangat kolaborasi.
KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Di tengah ketegangan global dan perbedaan yang kian terasa di berbagai belahan dunia, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menjawabnya dengan pendekatan berbeda.
Kampus itu mempertemukan dunia lewat rasa dan budaya di dalam satu panggung.
Melalui International Culture and Culinary Festival (ICCF) 2025 yang digelar Selasa (29/4/2025) di Sportorium UMY, kampus ini menunjukkan dialog lintas bangsa bisa tumbuh dari meja makan, panggung tarian, dan semangat kolaborasi.
ICCF tahun ini mencatat tonggak penting: satu dekade penyelenggaraan yang konsisten mempertemukan mahasiswa internasional dari berbagai penjuru dunia.
Sebanyak 100 peserta dari 31 negara menampilkan kuliner khas, pertunjukan seni budaya dan kompetisi lagu yang merayakan keberagaman sekaligus membangun jembatan antargenerasi.
Milad UMY
Festival ini menjadi bagian dari rangkaian Milad ke-44 UMY dan mengusung konsep street kitchen, di mana pengunjung dapat menyaksikan secara langsung proses memasak makanan tradisional dari negara-negara peserta seperti Mesir, Uzbekistan, Belanda, Sudan, Korea Selatan hingga Bangladesh.
Wakil Rektor Bidang Mutu, Reputasi dan Kemitraan UMY, Ir Slamet Riyadi M Sc Ph D, menegaskan ICCF merupakan bagian dari strategi internasionalisasi UMY.
“Festival ini memperlihatkan bagaimana makanan dan budaya mampu menyatukan berbagai bangsa yang berbeda. ICCF juga mencerminkan komitmen UMY meningkatkan eksposur internasional kampus,” ujarnya di sela pembukaan ICCF.
Lebih dari sekadar pertunjukan, ICCF menjadi wadah penting untuk memperluas jejaring dan memperkuat peran generasi muda sebagai agen perdamaian.
Diplomasi budaya
Hal ini disampaikan Dr Zuly Qodir selaku Wakil Direktur Pascasarjana UMY Bidang Akademik, yang menyebut bahwa keterlibatan aktif mahasiswa asing merupakan salah satu bentuk nyata diplomasi budaya.
“ICCF adalah ruang di mana kita belajar menghargai perbedaan dan melihat keberagaman sebagai kekayaan, bukan ancaman. Inilah wujud dari diplomasi kultural yang hidup,” tegasnya.
Zuly mencatat lonjakan antusiasme peserta dalam beberapa tahun terakhir. “Dulu hanya 13-18 negara yang ikut serta, sekarang sudah 31. Bahkan, pendaftar mahasiswa asing mencapai lebih dari 4.500 orang. Sayangnya, kita hanya bisa menerima sekitar 250 mahasiswa karena keterbatasan kapasitas,” jelasnya.
Dia menyebutkan festival ini sebagai bagian dari langkah UMY menuju entrepreneurial university yang mendorong kreativitas, inovasi dan keterbukaan global.
Serasa desa kecil
Salah satu suara yang memperkuat nilai ini datang dari Sameh Fuqaha, mahasiswa asal Yerusalem Palestina yang telah delapan bulan menempuh studi magister Teknik Sipil di UMY.
“Setidaknya di sini kita bisa datang dan melihat berbagai budaya, orang dan bahasa. Program seperti ini membuat kita serasa berada di sebuah desa kecil, di mana semua orang bisa terhubung dan belajar dari satu sama lain,” ungkapnya.
Sameh menyatakan pentingnya peran generasi muda dalam mendorong keterlibatan lintas budaya.
“Saya masih punya tenaga untuk mendorong perdamaian dan mengenalkan budaya serta bahasa kepada generasi baru. Saya berterima kasih kepada Muhammadiyah yang telah menciptakan ruang seperti ini. Ini penting, tidak hanya bagi kami, tetapi juga bagi masyarakat Indonesia yang bisa melihat dunia lewat festival ini,” ujarnya.
Mereka terbuka
Dia juga menyampaikan kekagumannya terhadap lingkungan sosial di Indonesia.
“Saya sangat menyukai orang-orang Indonesia, mereka terbuka dan ramah. Muhammadiyah juga dikenal di Palestina karena kontribusinya di bidang kemanusiaan. Itu salah satu alasan saya memilih UMY untuk studi,” kata Sameh yang berasal dari kawasan dekat Masjid Al-Aqsa.
ICCF yang hanya berlangsung satu hari ini kembali menegaskan bahwa diplomasi tidak selalu harus melalui meja perundingan.
Lewat musik, makanan dan interaksi hangat antarbudaya, UMY menunjukkan bahwa kampus bisa menjadi ruang strategis untuk membangun dunia yang lebih damai dan saling memahami. (*)