Hari Ini Mungkin Kita Tidak Butuh, Enaknya Ikut BPJS Ketenagakerjaan

Ketika mengalami kecelakaan kerja tidak perlu lagi bongkar tabungan atau jual tanah.

Hari Ini Mungkin Kita Tidak Butuh, Enaknya Ikut BPJS Ketenagakerjaan
Hj Suharni Sukamto menyerahkan bantuan biaya transpor untuk peserta Sosialisasi Manfaat BPJS Ketenagakerjaan, Jumat (26/7/2024), di Balai Kalurahan Purwomartani Kalasan Sleman. (sholihul hadi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Kecelakaaan kerja bisa menimpa siapa saja dan kematian tidak bisa diperkirakan datangnya. Semua orang tatkala ditanya pasti tidak menginginkannya. Toh begitu, takdir kematian tidak bisa ditolak. Inilah pentingnya setiap pekerja memiliki proteksi dengan cara ikut menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

“Hari ini mungkin kita tidak butuh, tapi kalau bicara masa depan maka BPJS Ketenagakerjaan itu untuk proteksi. Jika ada musibah atau risiko sosial berupa  kecelakaan dan kematian,  pasti semua nggak mau, tetapi apakah bisa kita bisa menghindari kematian? Kita persiapkan. Ini kesempatan kita memilih. Jangan ditunda. Sedia payung sebelum hujan,” ungkap Taufik Seno dari BPJS ketenagakerjaan Cabang Sleman.

Berbicara sebagai narasumber Sosialisasi Manfaat BPJS Ketenagakerjaan Bersama Tokoh Masyarakat Anggota DPR RI Komisi IX H Sukamto SH, Jumat (26/7/2024), di Balai Kalurahan Purwomartani Kalasan Sleman, Seno menjelaskan banyak hal seputar enaknya ikut menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dulu bernama Jamsostek itu.

Berkat perjuangan Komisi IX DPR RI termasuk yang dilakukan oleh H Sukamto SH sebagai wakil rakyat dari DIY saat ini semua pekerja bisa mendapatkan kesejahteraan dari BPJS Ketenagakerjaan. “Ketika mengalami kecelakaan kerja tidak perlu lagi bongkar tabungan atau jual tanah,” ungkap Seno.

Enaknya lagi, lanjut dia, dengan memiliki kartu BPJS Ketenagakerjaan bisa memilih rumah sakit. “Masuk rumah sakit pemerintah dengan fasilitas kelas satu. Dirawat sampai sembuh berapa pun biayanya,” kata dia.

Sosialisasi Manfaat BPJS Ketenagakerjaan Bersama Tokoh Masyarakat Anggota DPR RI Komisi IX H Sukamto SH, di Balai Kalurahan Purwomartani Sleman. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Seno menegaskan, BPJS Ketenagakerjaan bukanlah asuransi melainkan wujud kehadiran pemerintah melindungi karyawan atau pekerja. “Kadang-kadang ada yang menyamakan BPJS Ketenagakerjaan dengan asuransi. Kita ini jaminan sosial, supaya semua orang terlindungi tidak menjadi warga miskin baru karena masuk rumah sakit,” kata Seno.

Dulu, lanjutnya, memang hanya pekerja di perusahaan yang bisa mengakses layanan tersebut. Sekarang, pekerja sektor informal termasuk petani, nelayan, buruh tani, pedagang dan pengemudi ojek online bisa mengaksesnya.

Selain itu, iurannya pun sangat murah hanya Rp 16.800 per bulan. Bandingkan dengan harga rokok atau kuota internet. Terpaut sangat jauh. “Rp 16.800 itu kalau dibagi setiap hari berarti Rp 600. Kira-kira ada yang keberatan mboten,” kata dia.

Hampir semua peserta tertarik dengan penjelasan Seno yang siang itu memang diberi tugas khusus oleh Kepala BPJS Ketenagakerjaan Sleman, Novaria Sulistiyo, yang juga hadir pada acara sosialisasi.

Kenapa banyak yang belum tertarik? “Mungkin ini kurang sosialisasi. Kalau karyawan perusahaan rata-rata Rp 200 ribu dibayar oleh perusahaan di tempatnya bekerja. Yang penting adalah sebagai pekerja dan terdaftar. Luar biasa jika semua pekerja di Sleman menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan,” ungkapnya.

Sangat peduli

Seno mencontohkan kejadian di Cilacap Jawa Tengah sewaktu bertugas di sana. Ada nelayan bunuh diri di tengah laut dan menerima santunan Rp 72 juta. “Itu cerita. Jangan dipraktikkan di sini ya,” ujarnya bercanda. Meskipun meninggal bunuh diri tetap berhak mendapatkan santunan.

Artinya, lanjut dia, yang bisa dipetik dari peristiwa itu adalah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sejatinya bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga keluarganya. Dan pemerintah sangat peduli. “BPJS Ketenagakerjaan ini iurannya paling kecil sedunia. Kita harus bangga menjadi bangsa Indonesia,” ungkapnya.

Disebutkan, BPJS Ketenagakerjaan siap menjamin semua risiko yang berhubungan dengan pekerjaan. Hanya saja umur peserta tidak boleh di atas 65 tahun sebagai batasan usia produktif seorang pekerja.

Novaria Sulistiyo menambahkan, ada banyak cerita seputar manfaat BPJS Ketenagakerjaan. Selain peristiwa pengemudi ojek online korban tabrak lari di Jawa Timur yang memporoleh santunan hingga Rp 1,6 miliar, dirinya juga pernah mendapati kisah yang menyentuh hati hingga membuatnya merinding saat teringat kembali.

Diceritakan, seorang pekerja penderes nira meninggal dunia akibat jatuh dari pohon kelapa. Saat kejadian yang bersangkutan masih aktif sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan atas biaya pemerintah. Dari hasil pelacakannya kurun waktu setahun setelah peristiwa itu, termasuk melakukan kunjungan ke rumah duka, klaim jaminan kematian Rp 72 juta itu diterima oleh keluarga.

Petani bangga

Istri dari pemanjat nira bahkan tidak percaya. Meski hanya terdiam Novaria mendengar langsung ibu itu bergumam: Ooalah Pak, kowe wis ora ana isih isa menehi rejeki anak bojo. Kebetulan keluarga itu sedang punya hajatan menikahkan putrinya.

Kisah lainnya, seorang petani di Bantul digigit ular berbisa hingga meninggal dunia. Sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, keluarga petani itu memperoleh santunan.

Juwadi, buruh tani yang diundang ikut sosialisasi merasa mongkog atau bangga menjalani profesinya sebagai petani. “Saya dipungut (iuran Rp 16.800) satu bulan tidak keberatan. Mudah mudahan para petani bisa ikut. Informasi ini akan kami sebarkan,” ujarnya saat sesi tanya jawab.

Lurah Purwomartani, Semiono, juga ikut bersemangat setelah mengetahui langsung manfaat BPJS Ketenagakerjaan. Beberapa bulan lalu seorang Ketua RT meninggal dunia akibat kecelakaan kerja. Hak keluarganya berupa klaim Rp 42 juta terbayarkan.

Giliran Sukamto saat memberikan pengarahan mengajak semua pekerja ikut BPJS Ketenagakerjaan. “Petani boleh, loper koran boleh, ibu rumah tangga boleh karena risikonya tinggi kompore njeblug atau tersiram air panas. Di sawah kebetulan ada petir, mati, ratusan juta diterima. Apakah ini gratis? Tidak. Hanya bayar (premi) Rp 16.800. Apa sih repotnya uang sebesar itu untuk beli rokok saja nggak dapat,” ujar Sukamto.

Sepengetahuan Disnaker

Tak lupa, suami dari Ny Hj Suharni Sukamto itu juga berpesan apabila ada warga Sleman yang bekerja di luar negeri hendaknya atas sepengetahuan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) karena tidak sedikit yang tertipu gara-gara diiming-imingi gaji besar. Tidak sedikit pula yang bernasib tragis terkatung-katung atau hilang kontak dengan keluarganya bahkan jadi korban pembunuhan.

“Kalau ada warga yang bekerja di luar negeri jangan sampai lepas dari pengawasan Pak Lurah. Jangan bekerja di luar negeri tanpa perlindungan dan sepengetahuan Disnaker,” pesan Sukamto.

Salah satu cara pengawasan itu melalui BPJS Ketenagakerjaan. Pekerja Migran Indonesia sebelum berangkat ke luar negeri secara legal perlu menjadi peserta di BPJS Ketenagakerjaan. (*)