DIY Perlu Lebih Serius Menata Wisata Outdoor

DIY Perlu Lebih Serius Menata Wisata Outdoor

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) DIY, Hery Setyawan,  mengatakan wisata luar ruangan atau outdoor di DIY memiliki potensi yang besar untuk terus dikembangkan. Bahkan DIY dinilai memiliki potensi sangat lengkap mulai dari pegunungan hingga pantai, serta kehidupan sosial masyarakat yang menarik kental dengan budaya.

Selain itu, belakangan juga mulai berkembang sport tourism, yang memadukan aspek wisata dengan olahraga yang makin digemari pelancong. Untuk sport tourism ini, DIY bisa dikatakan memiliki keunggulan tersendiri.

“Trennya adalah bersepeda atau bahkan joging mengelilingi destinasi-destinasi wisata. Aktivitas wisata ini makin digemari. Terlebih di DIY yang kaya destinasi wisata, sehingga aktivitas bersepeda menjadi semakin menyenangkan,” kata Hery, Senin (20/12/2021).

Menurut Hery, akivitas-aktivitas wisata luar ruangan ini, ke depan diyakini akan makin diburu pelancong. Terlebih sejak pandemi Covid-19 melanda tahun silam, animo wisatawan menikmati aktivitas di alam terbuka makin meningkat sebagai bagian dari upaya untuk mengantisipasi potensi penularan Covid-19.

Pelaku jasa wisata, kata Hery, sudah melihat dan siap menangkap peluang ini. Namun upaya tersebut perlu dibarengi dukungan kebijakan dari pemerintah.

“Kami selaku industri sebenarnya sudah siap. Namun untuk saat ini kebanyakan wisatawan masih melakukan perjalanan mandiri. Kami perlu dukungan dari pemerintah, agar perjalanan wisata alam terbuka ini bisa lebih tertata, sehingga tidak menimbulkan kepadatan hanya di sejumlah destinasi misalnya,” ucap Hery.

Pengamat pariwisata Hendrie Adji Kusworo mengatakan, tren wisata ke depan akan mengalami pergeseran. Aktivitas wisata outdoor akan lebih banyak dipilih. Hal ini tak lepas dari perkembangan pandemi Covid-19.

Adji mengatakan, wabah Covid-19 yang kemudian disusul dengan berbagai kebijakan pembatasan aktivitas sosial oleh pemerintah, membawa dampak besar bagi pariwisata. Sektor pariwisata menjadi salah satu yang paling terdampak. Angka kunjungan pariwisata anjlok, dan membuat pelaku jasa wisata serta masyarakat yang selama ini bergantung dari kegiatan kepariwisataan kehilangan pendapatan.

“Tapi sekarang kondisinya mulai membaik. Saatnya pemerintah dan pelaku jasa wisata menata ulang kegiatan kepariwisataan. Sebab bagaimana pun wabah belum menghilang. Artinya aktivitas pariwisata yang mulai bergerak, jangan sampai menjadi pemicu dari merebaknya Covid-19,” katanya.

Melihat kondisi yang ada, Adji mengatakan trend wisata ke depan akan lebih pada wisata outdoor. Aktivitas pariwisata di luar ruangan akan lebih menjadi pilihan, karena sirkulasi udara yang baik serta kesempatan menjaga jarak lebih bisa dilakukan.

Aji menilai desa wisata akan menjadi pilihan wisatawan. Saat ini sudah mulai banyak pengelola desa wisata yang peduli akan kebersihan dan upaya pencegahan Covid-19. Namun masih perlu ditekankan upaya menjaga komitmen Cleanliness, Health, Safety, Environment, Sustainability (CHSE).

Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Suparmono mengatakan, pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama hampir dua tahun membawa dampak signifikan bagi pariwisata di Kabupaten Sleman.

Sampai dengan November 2021, wisatawan yang datang ke Sleman sebanyak 704.748 kunjungan. Bila dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisatawan pada periode yang sama pada tahun 2020, maka terdapat penurunan kunjungan sebesar 81,48 persen.

“Kunjungan wisatawan di Kabupaten Sleman didominasi wisatawan nusantara sebesar 99,94 persen, dengan destinasi wisata budaya, utamanya candi-candi yang dikelola oleh TWC menjadi favorit wisatawan,” kata Suparmono.

Menurut dia, dalam hal fasilitas pariwisata pihaknya tetap berupaya melakukan pembenahan pada destinasi yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Sleman khususnya oleh Dinas Pariwisata yaitu pembangunan Museum Terbuka Bakalan melalui DAK dan pembangunan instalasi seni pada 5 desa wisata dari anggaran danais.

“Dari upaya ini kami berharap dapat menambah destinasi wisata dan juga menambah daya tarik desa wisata Sleman,” jelas Suparmono.

Realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah dari sektor pariwisata sampai dengan tanggal 30 November 2021 juga mengalami penurunan. Pajak hotel targetnya Rp 54 miliar realisasinya Rp 51,91 miliar, pajak restoran target Rp 72,4 miliar realisasinya Rp 70,4 miliar. Pajak hiburan target 10 miliar realisasinya Rp 3,1 miliar.

Nina, pelancong dari Bandung mengaku lebih senang menikmati wisata alam. Bersama keluarganya, wanita ini mengaku sudah dua hari berada di Yogyakarta untuk berlibur. Selama di Yogyakarta, Nina belum sekalipun mendatangi destinasi indoor.

“Kecuali tentunya untuk bermalam ya pasti di hotel. Tapi itupun saya memilih hotel yang sudah bersertifikat CHSE. Tapi kalau di Jogja, pengelola hotel dan pusat perbelanjaan sepertinya sudah sangat ketat menerapkan protokol kesehatan. Selain tamu scan aplikasi PeduliLindungi, kami juga diwajibkan mengenakan masker terutama di ruang publik. Agak ribet memang, tapi kami merasa jauh lebih aman dan nyaman,” katanya. (*)