Diskusi Sastra Hangatkan Kota Yogyakarta
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Upaya pengembangan sastra di Kota Yogyakarta tidak hanya fokus pada sastra Jawa, tetapi juga sastra Indonesia.
Ini terus diupayakan oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta. Salah satunya lewat penyelenggaraan kegiatan Diskusi Sastra bertajuk Menulis Sastra sebagai Profesi: Berani? pada Rabu (13/7/2022) di Science Theater Taman Pintar Yogyakarta.
Acara itu dihadiri penulis kondang asal Yogyakarta, Budi Sardjono dari Komunitas Balong Literasi, yang dulu populer dengan nama pena Agnes Yani Sardjono. Hadir pula penulis independen Etyastari Soeharto dari Komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN) Yogyakarta.
Budi Sardjono menceritakan pengalamannya berkarya sastra. Dia sejak muda bisa hidup cukup dari profesi yang dilakoninya tersebut. “Kunci sukses menulis adalah riset yang mendalam,” ucapnya.
Puluhan tahun berkiprah sebagai penulis, Budi Sardjono telah melahirkan sejumlah karya seperti Sang Nyai, Prau Layar di Kali Code, Selendang Kilisuci. Tak hanya menulis fiksi, Budi juga mengajak masyarakat menulis nonfiksi dengan beragam pilihan topik.
Menerbitkan buku tak harus menunggu pinangan penerbit mayor. Prinsip itulah yang dibuktikan Etyastari Soeharto dengan menerbitkan sejumlah buku independen bertajuk Mosaic of Haramain, Meinopoli: Cerita Panjang Tentang Sebuah Kapan dan Etalase: Kedai Cerita Etyastari Soeharto.
Dengan marketing yang terukur, terbit buku secara independen memiliki prospeks yang bagus. Menurut Etyastari, salah satu keuntungan menerbitkan secara independen adalah bisa mengejar momentum.
Selain menghadirkan dua penulis yang telah lama berkiprah, kegiatan Diskusi Sastra juga menampilkan hiburan pertunjukan Tari Sari Kusuma oleh Kalyana Parahita Laksmita Persada. Sementara itu, diskusi digawangi oleh moderator Dian Korprianing Nugraha.
Salah seorang peserta diskusi, Dian Kristiana (42) mengaku sangat mengapresiasi kegiatan yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta tersebut.
Sebagai seorang ibu yang memiliki hobi menulis, dia terkadang bingung harus memulai dari mana. Baginya, kegiatan ini menjadi semacam oase di padang gurun yang memacu semangatnya mulai menulis.
Kepala Bidang Seksi Sejarah Permuseuman Bahasa dan Sastra Dwi Hana Cahya Sumpena berharap kegiatan itu bermanfaat menumbuhkan semangat berkarya sastra. Yang pasti, bisa menghangatkan Yogyakarta.
Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Ismawati Retno menjelaskan kegiatan diskusi menjadi langkah awal dalam upaya pengembangan sastra Indonesia di Kota Yogyakarta.
“Semangat berkarya sastra Indonesia maupun sastra Jawa di Kota Jogja perlu terus didukung. Potensi sastra luar biasa digali dan dikemas dalam berbagai bentuk agenda yang menghangatkan Yogyakarta sebagai Kota Sastra,” jelasnya. (*)