Diplomasi Indonesia Mendukung Palestina

Oleh: Boy Anugerah

Indonesia adalah negara yang konsisten sejak awal proklamasi dalam mendukung kemerdekaan Palestina. Dukungan dan komitmen yang diberikan oleh Indonessia bukan saja merupakan amanat konstitusi, tapi juga mandat yang diberikan oleh para pendiri bangsa. Indonesia memiliki rekam jejak diplomatik yang baik dalam mendukung kemerdekaan negara-negara terjajah seperti ketika Indonesia memelopori Gerakan Non-Blok dan KTT Asia Afrika yang memberikan dukungan kepada negara-negara terjajah di Afrika untuk merdeka. Indonesia berkomitmen untuk menjalankan diplomasi secara aktif dengan berpijak pada nilai-nilai luhur Pancasila, utamanya nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Penjajahan merupakan bentuk kebiadaban terhadap harga diri manusia, yang oleh karenanya sangat patut untuk dilawan dengan segala sumber daya yang dimiliki.

Diplomasi Indonesia Mendukung Palestina

DINAMIKA politik di Timur Tengah terus bergejolak. Meskipun digempur oleh tekanan dunia internasional secara bertubi-tubi yang menghendaki gencatan senjata antara kedua kubu yang bertikai, Israel tetap bersikukuh untuk menyerang Hamas. Israel menyebut aksinya sebagai bentuk bela diri atas serangan terlebih dahulu yang dilakukan oleh Hamas. Israel juga berjanji tak akan menghentikan perang sebelum semua sandera dipulangkan. Sikap Israel di Jalur Gaza memantik resistensi dari dunia internasional. Apa yang dilakukan Israel sudah masuk kategori genosida, kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan yang layak diganjar hukuman internasional. Indonesia sebagai negara yang berkomitmen untuk melawan penjajahan tidak tinggal diam. Beragam upaya ditempuh sebagai bentuk komitmen mewujudkan perdamaian dunia.

Apa yang terjadi di Jalur Gaza hari ini sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 tidak dapat dikatakan sebagai perang. Perbandingan kekuatan antara milisi Hamas dan angkatan bersenjata Israel (Israel Defense Forces) sangat jomplang. Israel menggunakan klaim mempertahankan diri (self defense) atas serangan awal yang dilakukan oleh milisi Hamas, namun dengan melakukan aksi-aksi militer di luar batas kemanusiaan. Total korban jatuh di pihak Palestina menyentuh angka plus minus 40 ribu orang, sebagian besar adalah warga sipil yang berstatus non-kombatan. Israel juga melakukan serangan terhadap objek-objek yang dilindungi oleh hukum humaniter seperti rumah sakit dan tempat ibadah.

Tidak hanya itu, kebiadaban Israel berlanjut dengan melakukan spionase dan pembunuhan terhadap elit-elit Hamas yang berada di luar negeri seperti pada kasus pembunuhan Ismail Haniya, Kepala Biro Politik Hamas yang berada di Iran pada Juli lalu. Tindakan Israel merupakan bentuk pelanggaran keras terhadap hukum internasional, bertentangan dengan norma-norma hubungan antarnegara, serta terbukti secara nyata melakukan kejahatan perang dan kemanusiaan di Palestina yang patut untuk mendapatkan sanksi berdasarkan kaidah hukum internasional yang berlaku.

Dampak geopolitik

Apa yang dilakukan oleh Israel di Palestina menimbulkan konsekuensi geopolitik di kawasan. Negara-negara Arab yang selama ini menjadi sekutu tradisional Palestina, khususnya Hamas, tidak tinggal diam. Menyadari bahwa postur militer Hamas tidak akan mampu mengimbangi militer Israel, mereka memberikan dukungan dalam bentuk serangan militer. Inilah yag ditempuh oleh Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, serta Garda Revolusi Iran. Apa yang dilakukan oleh Israel merupakan sikap over-confident. Israel tidak saja melakukan serangan terhadap faksi-faksi militer di negara-negara yang memberikan dukungan, tapi juga menyasar elit-elit politik dan militer dari negara-negara tersebut.

Serangan Garda Revolusi Iran yang meluncurkan roket dan rudal ke basis militer Israel dipicu oleh aksi Israel yang melakukan pembunuhan terhadap pejabat militer Iran. Bahkan kematian Ibrahim El Raisi, Presiden Iran yang tewas dalam kecelakaan helikopter di perbatasan Iran dan Azerbaijan diduga dilakukan oleh Mossad yang sudah lama mengincar Presiden Iran tersebut. Hal ini tidak terlepas dari sikap keras Raisi yang tidak segan melakukan serangan militer balik atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Israel.

Perkembangan politik global dewasa ini sejatinya tidak terlalu menguntungkan bagi Israel. Tekanan sosial politik dari komunitas global kian membesar menuntut dihentikannya aksi keji militer Israel di Palestina, serta menuntut instrumen internasional seperti ICC untuk menyeret Benjamin Netanyahu, Presiden Israel, serta jajaran militer Israel, ke pengadilan kriminal internasional. Di negara-negara yang notabene menjadi sekutu tradisional Israel seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, gelombang demonstrasi kian membesar dari masyarakat, khususnya kalangan sivitas akademika kampus.

Hipokrisi Amerika Serikat

Terjadi kontradiksi antara sikap pemerintah di negara-negara tersebut dengan masyarakatnya. Pemerintah AS misalnya, tidak segan membatalkan wisuda di Universitas Harvard dan Universitas Columbia, dua kampus ternama di Amerika Serikat karena menganggap gerakan mahasiswa bersifat politis. Di berbagai belahan dunia lainnya seperti Turki, Rusia, Tiongkok, bahkan Indonesia, dukungan terhadap Palestina dilakukan dengan menjalankan aksi-aksi demonstrasi di depan Kedutaan Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa yang pro-Israel. Masyarakat juga menjalankan aksi boikot, divestasi, dan sanksi terhadap produk-produk dari negara-negara yang pro terhadap Israel. Masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia, merasa perlu untuk memberikan “hukuman internasional” melalui mekanismenya sendiri ketika merasa pemerintah dan instrumen diplomasi internasional yang ada tidak cukup kuat dalam melakukan tekanan terhadap Israel.

Apa yang terjadi di Palestina adalah bentuk hipokrisi global dari lembaga-lembaga supranasional dunia dan kekuatan besar dunia seperti Amerika Serikat. Ketika Rusia melakukan serangan militer ke Ukraina, dunia internasional mengutuk dan menjatuhkan sanksi keras terhadap Rusia. Negara-negara Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa misalnya, dilarang untuk melakukan perdagangan internasional dengan Rusia, bahkan dalam kasus pemenuhan kebutuhan energi sekalipun. Amerika Serikat dan sekutunya di NATO bahkan memberikan dukungan militer ke Ukraina dalam bentuk logistik perang, senjata, bahkan tentara bayaran (mercenaries).

Apa yang terjadi pada Rusia juga terjadi pada Tiongkok. Aksi-aksi koersif Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan, kebijakan politik di Taiwan dan Hongkong, diekspos dunia internasional sebagai bentuk pelanggaran hukum internasional dan pelanggaran HAM. Sikap Amerika Serikat dan negara-negara Eropa berbanding terbalik terhadap Israel yang jelas-jelas melakukan okupasi di tanah Palestina, serta melakukan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan. Lembaga-lembaga supranasional dunia seperti PBB menjadi tumpul karena Amerika Serikat memiliki hak veto yang dapat membatalkan kebijakan Rusia dan Tiongkok yang pro-Palestina.

Diplomasi Indonesia

Indonesia adalah negara yang konsisten sejak awal proklamasi dalam mendukung kemerdekaan Palestina. Dukungan dan komitmen yang diberikan oleh Indonessia bukan saja merupakan amanat konstitusi, tapi juga mandat yang diberikan oleh para pendiri bangsa. Indonesia memiliki rekam jejak diplomatik yang baik dalam mendukung kemerdekaan negara-negara terjajah seperti ketika Indonesia memelopori Gerakan Non-Blok dan KTT Asia Afrika yang memberikan dukungan kepada negara-negara terjajah di Afrika untuk merdeka. Indonesia berkomitmen untuk menjalankan diplomasi secara aktif dengan berpijak pada nilai-nilai luhur Pancasila, utamanya nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Penjajahan merupakan bentuk kebiadaban terhadap harga diri manusia, yang oleh karenanya sangat patut untuk dilawan dengan segala sumber daya yang dimiliki.

Dalam mendukung kemerdekaan Palestina, Indonesia memiliki resources yang cukup, utamanya keanggotaan dan peran serta aktif di forum global seperti ASEAN, G-20, OKI, hingga DK PBB. Yang harus terus ditingkatkan adalah bagaimana Indonesia mampu menggalang dukungan dari negara-negara lain agar tekanan terhadap Israel semakin membesar. Berikut upaya-upaya konkret yang dapat dilakukan oleh Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina;

Pertama, meningkatkan level hubungan diplomatik dengan Palestina melalui pendirian KBRI di Palestina sebagai bentuk kehadiran nyata dan dukungan konkret secara diplomatik oleh Indonesia terhadap bangsa Palestina.

Kedua, mendirikan infrastruktur layanan publik milik Indonesia di Palestina seperti rumah sakit, sekolah, instalasi air minum, dan tempat-tempat ibadah. Kebijakan ini merupakan diplomasi aktif dan dukungan konkret Indonesia tehadap Palestina yang mengalami kesulitan finansial dan sosial untuk recovery akibat serangan Israel.

Ketiga, menggalang dukungan di Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel. Sikap negara-negara Arab seperti Arab Saudi, Yordania, Qatar, Mesir dan lainnya yang di satu sisi mengecam sikap Israel, tapi di sisi lain menjalin hubungan diplomatik merupakan bentuk hipokrisi yang dapat menambah ketidakpatuhan Israel terhadap hukum internasional.

Keempat, meningkatkan kerja sama diplomatik dengan negara-negara poros militer dunia yang pro terhadap Israel seperti Rusia, Turki, dan Tiongkok. Elit Indonesia selama ini terlalu fokus pada dinamika perebutan kekuasaan di dalam negeri seperti koalisi Pemilu, pembagian konsesi tambang, dan lain-lain, sehingga upaya-upaya di forum global selama ini hanya bersifat selebrasi dan rutinitas global. Sikap ini harus diubah dengan lebih partisipatif pada persoalan dunia.

Kelima, memberikan dukungan terhadap gerakan BDS di Indonesia sebagai bentuk diplomasi multijalur yang dilakukan oleh masyarakat dalam memberikan tekanan internasional dan memutus rantai logistik Israel dalam menjalankan perang di Palestina.

Tidak ada opsi lain untuk memutus rantai kejahatan Israel selain dengan memberikan sanksi hukum yang keras berdasarkan kaidah hukum internasional yang berlaku. Negara-negara peratifikasi ICC perlu menegaskan komitmen untuk melakukan penangkapan terhadap elit politik dan militer Israel apabila berada di wilayah yurisdiksi mereka. Opsi lainnya adalah menggalang negara-negara lain untuk melakukan pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel, melakukan penarikan duta besar, menjalankan gerakan BDS, serta menerapkan sanksi politik dan ekonomi terhadap Israel seperti embargo komoditas dan sumber daya lainnya. (*)

Boy Anugerah, SIP., MSI., MPP.

Tenaga Ahli di MPR RI