Dari Webinar Sekolah Politisi Muda Muncul Sejumlah Kandidat Capres

Dari Webinar Sekolah Politisi Muda Muncul Sejumlah Kandidat Capres

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Sejumlah pemuda dari Sekolah Politisi Muda (SPM) mengadakan webinar bertema Menilik Kandidat Presiden 2024-2029. Kegiatan itu diikuti 38 peserta dari berbagai daerah di Indonesia di antaranya Yogyakarta, Bekasi, Situbondo, Makassar hingga Papua Barat. Webinar dimoderatori oleh Muhammad Zuhdan yang juga pengelola program Sekolah Politisi Muda dari Yayasan Satunama.

Melalui rilisnya, Selasa (1/2/2022), Vicko Karta Prabawa dari Partai Amanat Nasional (PAN) DIY mengatakan webinar pada Senin (31/1/2021) malam itu sebagai salah satu bentuk kemandirian pembelajar program SPM lintas partai politik yang dibagi menjadi tiga kelompok kerja, sebagai persyaratan road to wisuda SPM angkatan kelima.

Sebelumnya kelompok 1 telah menggelar webinar dengan topik Milenial Bergerak untuk Indonesia" yang diselenggarakan 16 Januari 2022 dan kelompok 2 dengan topik Peran Pemuda dalam Mendorong Regulasi Terkait Wisata Maritim dan Konomi Kreatif Wilayah Pesisir  yang diselenggarakan 28 Januari 2022. “Kami  berasal dari kemompok tiga," kata Vicko.

Kelompok ini juga beranggotakan Anton Soejarwo dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DIY, Elys Sholihatul Azizah dari PKB Jawa Tengah, Hamidah dari PKB Pangandaran Jawa Barat, Wedar Febi dari Partai Nasional Demokrasi (NasDem) Situbondo dan Indha Aulia dari Nas-Dem Makassar.

Vicko  mengungkapkan webinar kali ini  menjadi bagian dari edukasi politik untuk masyarakat Indonesia. "Bagaimana pun melihat kepemimpinan capres dan cawapres ke depan bukan hal mudah. Akan tetapi ini penting diedukasi agar masyarakat tepat memilih pemimpinnya," katanya.

Anton Soejarwo lebih menyoroti pentingnya publisitas dibandingkan publikasi sang capres dan cawapres untuk membangun pola pencalonan. Pemilu 2024 justru akan menjadi peluang politisi muda yang sudah saatnya masuk bursa pencalonan.

"Sekolah Politisi Muda diharapkan menjadi penggodokan atau merupakan kawah candradimuka bagi generasi muda milennial maupun gen Z, di pemegang kunci kesuksesan Pemilu 2024. Soal siapa presiden dan wakil presiden mendatang kita mulai bisa melakukan penjajakan dimulai dari sekarang," katanya.

Masyarakat bisa melihat dan menakar cara dan keterampilan berkomunikasi, kemampuan intelektual, berhubungan dengan orang lain atau dengan publik luas, kemampuan leadership, kepemimpinan dan memotivasi, memiliki passion yang kuat dan memiliki keyakinan (conviction) yang kuat akan apa yang diyakini atau ideologi.

Nor Qomariyah, salah seorang pelaksana program Sekolah Politisi Muda Yayasan Satunama mengungkapkan pentingnya anak-anak muda dari lintas partai politik berperan serta ikut aktif, sehingga tidak skeptis terhadap politik dan bahkan apriori, meski berada di tengah oligarki, diwarnai patronase dan didominasi elite partai politik.

"‘Ini merupakan media yang tepat dan edukatif guna menyongsong Pemilu 2024, menempatkan capres dan cawapres yang tepat. Publik berhak menilai elektabilitas masing-masing kandidat," ujarnya.

Webinar menampilkan pembicara Muhammad Hanifuddin dari Political Literacy Institute dan Heroik M Pratama dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Hanifudin  sebagai peneliti muda menyatakan pentingnya publisitas kandidat capres Pemilu 2024 dalam strategi komunikasi politik ke depan. Publisitas menjadi kunci yang bisa mengantarkan kandidat capres dan cawapres mendulang kemenangan.

Menurut Hanif, dari berbagai lembaga survei saat ini beberapa nama  mengerucut seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudoyono, Erick Tohir, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Puan Maharani, Tri Rismaharin, hingga Khofifah Indar Parawansa.

Pada simulasi sepuluh nama misalnya, Charta Politika Indonesia (2021) merilis Ganjar Pranowo 26 persen, mendapatkan elektabilitas tertinggi, disusul Anis Baswedan (17,8 persen) dan Prabowo Subianto (17,5 persen). Sejauh ini belum ada bakal kandidat yang memiliki electoral di atas 30 persen.

Nama-nama ini belum menjadi jaminan lolos sebagai capres maupun cawapres meskipun hampir keseluruhan kandidat mendadak menjadi youtuber dengan nama akun masing-masing. Apalagi saat ini sosial media memainkan peran dan kekuatan politik pada pemilu mendatang dengan jumlah pemilih muda 60 persen dari total suara pemilih.

Prediksi berdasarkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu serentak 2019, pemilih berusia 20 tahun mencapai 17.501.278 orang, sedangkan yang berusia 21-30 tahun 42.843.792 orang.

Heroik Pratama sebagai peneliti muda Perludem lebih menyoroti sistem yang berlaku dalam penentuan capres dan cawapres. "Ada banyak persyaratan umum pendaftaran calon di berbagai negara, termasuk Indonesia lengkap dengan kriteria elektabilitas. Hal ini memiliki dampak terhadap jumlah calon, baik pada sistem plurality dengan prinsip the winner takes all  maupun majority runoff yakni kesempatan kedua di putaran kedua; 50+1 di mana pada putaran pertama capres akan jauh lebih banyak dan terfragmentasi ke banyak partai,” terangnya.

Heroik Pratama juga menyoroti syarat pencalonan capres dan cawapres berdasarkan UUD 1945 dan UU Pemilu, mulai dari syarat administratif hingga tata cara pemilu dan sistem presidential threshold sebagai syarat minimal perolehan suara pasangan calon untuk ditetapkan sebagai pemenang pemilu 50 persen plus 1.

Skema koalisi antarpartai secara sukarela, lanjut dia, akan tetap bisa terbangun bahkan tanpa melihat komposisi perolehan kursi pada pemilu sebelumnya.

Webinar ditutup dengan closing statement dari kedua pembicara yang lebih pada ungkapan positif dan optimisme masyarakat Indonesia, terutama kader muda dari lintas partai yang ikut dalam program Sekolah Politisi Muda. Artinya, tetap harus ada programmatic dan preferensi selain modal elektabilitas partai politik dalam penentuan bursa pencalonan capres dan cawapres 2024-2029. (*)