Dari Jokower Sejati ke Kritik Pahit: Butet Kartaredjasa dan Realitas Politik Indonesia

Pernyataan Butet menciptakan narasi tentang perjuangan seniman.

Dari Jokower Sejati ke Kritik Pahit: Butet Kartaredjasa dan Realitas Politik Indonesia
Diskusi Pemilu 2024 di sintetis Coofee and Eatery. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Seniman sekaligus budayawan Butet Kartaredjasa membuat pernyataan tajam terkait intimidasi dan peretasan ponsel yang dia alami setelah menyuarakan kritik politik dalam pertunjukan seninya.

"Saya jelas diintimidasi dengan adanya peretasan ponsel. Faktanya memang lumpuh, saya tidak bisa menggunakan WA ataupun telepon. Keluarga saya juga tidak bisa menghubungi saya," kata Butet dalam diskusi, Sabtu (16/12/2023), di Sintetis Coofee and Eatery Yogyakarta.

Sebagai seniman, Butet juga menyoroti pentingnya kebebasan berekspresi dalam seni.

"Ketika saya harus menandatangani pernyataan berkomitmen untuk tidak bicara politik saat pertunjukan, apalagi namanya kalau bukan pembungkaman," tandasnya.

ARTIKEL LAINNYA: Gus Muwafiq Berharap Pemilu 2024 Berlangsung Damai

Dalam konteks ini, pernyataan Butet menciptakan narasi tentang perjuangan seniman menghadapi pembatasan terhadap karya-karya mereka.

Dalam diskusi ini bukan hanya mencerminkan kekhawatiran individu tetapi juga menyoroti isu yang lebih luas tentang netralitas pemerintah dan kebebasan seni di Indonesia.

Dalam diskusi ini, Butet yang merupakan pendukung Jokowi sejak 2014 juga mengkritisi netralitas pemerintah dalam pemilu 2024 dan kekecewaannya terhadap Presiden Joko Widodo.

Butet mengungkapkan rasa kecewanya terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan putra presiden RI Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden.

ARTIKEL LAINNYA: Ketua MPR RI Bambang Soesatyo Bicara Kegaduhan Politik

"Saya menjadi Jokower sejati sejak 2014. Tapi ternyata saya terkibuli dan gagal mendapatkan role model pemimpin yang diperjuangkan pada 1998 agar tidak ada model kepemimpinan seperti pada masa Presiden Soeharto," ungkap Butet.

Atas pernyataan Butet tersebut dia dilaporkan oleh Komunitas Advokat Lisan ke Bareskrim beberapa waktu lalu. Secara khusus Butet Kartaredjasa siap untuk dipanggil ke Jakarta paska pelaporan dirinya tersebut.

Butet juga sudah menyiapkan lawyer termasuk bantuan dari ahli hukum Todung Mulya Lubis sudah siap mendampingi.

"Lalu bantuan hukum dari Dirjen Kebudayaan milik pemerintah siap mengirim lawyer untuk saya, juga firma hukum teman-teman saya menawarkan diri untuk mendampingi," tambahnya.

ARTIKEL LAINNYA: SBY dan AHY Semangati Kader Demokrat DIY

Dirjen Kebudayaan yang dipercaya pemerintah pun siap mendampingi Butet. Dirjen Kebudayaan disebutnya memiliki anggaran untuk menangani pelaku seni yang terkena masalah hukum atas ancaman kebebasan berekspresi.

Dosen Fisipol UGM, Nyarwi Ahmad, mengungkapkan Indonesia seringkali lupa negara ini merupakan Negara Republik dan kedaulatan tertinggi di tangan rakyat. Namun kekuasaan dan wewenang presiden saat ini begitu kuat.

"Karakter populis Jokowi tidak dijaga karena ada ruang-ruang kekuasan presiden yang luar biasa akhirnya digunakan. Kita juga lupa ada UU lembaga kepresidenan yang membatasi kewenangan presiden tapi masih ada [aturan] abu-abu," kata dia. (*)