Akademisi Ingin Pengganti Jokowi Harus Lebih Baik
Sekarang para elite politik memutuskan sesuatu tidak mempertimbangkan kalangan bawah.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Kontestasi politik semakin ramai saat ini usai nama-nama bakal calon presiden (bacapres) mulai mengemuka. Sejumlah pihak, termasuk kalangan akademisi di Yogyakarta mulai bersuara terkait presiden pengganti Joko Widodo (Jokowi) pada 2024.
Laiknya masyarakat terpelajar, para akademisi mempunyai pandangan tersendiri terkait kriteria presiden yang akan memimpin Indonesia ke depan. Berdasarkan pengalaman dipimpin Jokowi selama dua periode, mereka berharap presiden yang baru semakin baik dari Jokowi.
Keinginan itu bukan tanpa sebab. Jokowi dianggap sudah berhasil membawa kemajuan Indonesia. Meski masih memiliki sejumlah kekurangan, Jokowi disebut bersih selama kepemimpinannya.
"Negara ini hanya berhenti di Jokowi tetapi di bawahnya politik masih kotor. Karenanya capres baru nanti diharapkan lebih baik lagi dari jokowi," kata Goris Sahdan, Kaprodi Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) Yogyakarta, dalam diskusi Sistesis Mencari Sosok Capres/Cawapres dari Kacamata Kampus, Jumat (8/9/2023), di Sintesis Coffee and Space.
ARTIKEL LAINNYA: HMS Soroti Rezim yang Hobi Utang, Tapi Mengeluh Saat Ditagih
Goris meminta masyarakat untuk mencermati satu per satu track record tiga kandidat bakal capres dan cawapres Pemilu 2024. Jangan sampai apa pembangunan yang sudah dilakukan Jokowi terganggu. "Dari tiga kandidat kalau bisa jangan kurang dari Pak Jokowi dan kalau bisa justru lebih dari Jokowi," tandasnya.
Pakar ilmu pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, mengungkapkan politik identitas disebut tidak lagi digunakan oleh elite politik dalam kontestasi politik mendatang. Sebab politik identitas sudah tidak kuat lagi daya tariknya di kalangan publik.
"Sekarang polanya bergeser luar biasa. Sekarang para elite politik memutuskan sesuatu tidak mempertimbangkan kalangan bawah," jelasnya.
Hal itu terjadi karena tidak ada capres yang incumbent atau petahana. Tidak ada sosok politik yang memiliki kedudukan atau kemuliaan yang kuat.
ARTIKEL LAINNYA: Ketua MKD DPR RI ke DPRD DIY, Mengingatkan Bahaya Surat Kaleng
"Mereka mengambil keputusan berdasarkan survei, bukan berdasarkan suara dari anggota parpol kalangan bawah," tandasnya.
Arie berharap masyarakat mempertimbangkan rekam jejak calon presiden yang akan dipilih. Keterlibatan kampus diperlukan karena saat ini peran mereka dalam arus politik di tanah air juga masih belum terbuka.
"Lebih baik kampus terlibat mewarnai demokrasi agar kampus tidak antipolitik, karena jika diuji dia (kampus) juga bisa menjadikan pengetahuan untuk mempengaruhi kekuasaan," ujarnya. (*)