Curhat Seorang Lurah, Pembebasan Lahan Kampus Menguras Emosi

Curhat Seorang Lurah, Pembebasan Lahan Kampus Menguras Emosi

KORANBERNAS.ID, BANTUL – Terhitung sejak 2012 proses pembebasan lahan pembangunan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta di kawasan Guwosari Pajangan Bantul belum kelar. Tidak hanya pemilik lahan yang bersedih hati, perangkat desa setempat pun terkena imbasnya.

Begitu ada kesempatan curhat saat menerima kunjungan Komisi A DPRD DIY dalam rangka monitoring bantuan sosial (bansos) Covid-19, Lurah Desa Guwosari, Masduki Rahmat, menumpahkan isi hatinya atas nasib yang dialami warganya.

“Kami mohon pembebasan lahan kampus dikawal dan sampaikan ke Komisi 8 DPR RI mitra kerja Kementerian Agama. Tenaga kami tidak bisa menjangkau yang berada di tingkat atas,” ungkap Masduki kepada Wakil Ketua Komisi A DPRD DIY, Suwardi, Senin (22/6/2020), di balai desa setempat.

Masduki mengakui, proses pembebasan lahan banyak menguras energi, tenaga dan emosi warganya. Pemdes bersama warga menempuh beragam cara menagih janji termasuk melalui aksi damai, Rabu (16/6/2020) silam. Karena tidak berdaya pilihan terakhirnya mungkin hanya bisa pasrah.

Hingga saat ini tersisa sekitar Rp 150 miliar yang belum diterima para pemilik lahan. Ketika ditanya masih berapa hektar yang belum dibayar pihak kampus, dia menyebut 70 hektar.

Berdasarkan informasi dari Plt Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Dr Phil Sahiron MA tatkala menerima perwakilan warga, pembebasan lahan bakal kampus II di Desa Guwosari dilakukan sejak 2015 hingga sekarang.

Disebutkan, UIN Sunan Kalijaga melalui Kemenag RI sudah membayar total ganti rugi sejumlah Rp 220,3 miliar untuk luas tanah 481.676 bidang. Saat ini masih ada sisa utang ganti rugi lahan sebesar Rp 149,5 miliar.

Menanggapi aspirasi itu, Suwardi didampingi Sekretaris Komisi A DPRD DIY, Retno Sudiyanti serta anggotanya yaitu KPH Purbodingrat, Sutemas Waluyanto, Bambang Setyo Martono, Muhammad Syafi'i,  Siti Nurjannah, Hifni Muhammad Nasikh, Sudaryanto, Heri Dwi Haryono Stevanus Christian Handoko, menyatakan akan berupaya meneruskan aspirasi tersebut.

Satu lagi, Masduki juga memohon DPRD DIY supaya dana bansos top up dari APBD DIY tahap terakhir apabila memungkinan diterima warganya yang tidak masuk DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Seperti halnya yang terjadi di berbagai daerah, banyak warga terdampak virus Corona sama sekali tidak menerima bansos Covid-19.

Ketoke rada abot ya. Top up dana APBD DIY untuk non-DTKS angel iki. Kira-kira sasaran penerimanya sama dengan yang lalu. Juli sudah New Normal. Perpanjangan masa tanggap darurat sebentar lagi selesai,”  ungkap Suwardi menjawab aspirasi itu.

Komisi A DPRD DIY memberikan apresiasi  kepada jajaran Pemdes Guwosari yang menyalurkan berbagai bansos Covid-19 secara proporsional. Warga terdampak yang tidak masuk daftar penerima bantuan memperoleh kesempatan mengikuti program padat karya.

“Kami mengapresiasi kinerja Perangkat Desa Guwosari semoga menjadi percontohan bagi desa-desa yang lain,” ujar Suwardi, anggota dewan yang pernah belasan tahun menjadi lurah itu. (sol)