BUMDes Harus Dikelola Lebih Serius

BUMDes Harus Dikelola Lebih Serius

KORANBERNAS.ID, SEMARANG -- Ketua Komisi B DPRD Jawa Tengah (Jateng), Sumanto, mendorong Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dikelola lebih serius untuk meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

BUMDes bisa menjadi payung atau acuan bagi para pengusaha kecil yang ada di desa. Bahkan berpotensi bagi anak muda berpartisipasi di dalamnya, sehingga BUMDes akan menjadi bagian optimalisasi kemajuan desa.

"Bidang usaha yang bisa digarap BUMDes sebenarnya luas. Sektor pengadaan barang dan jasa di pemerintah itu bisa diakses. Kalau bisa digarap, ini peluang besar, gunakanlah potensi ini untuk meningkatkan pendapatan masyarakat," kata Sumanto, Selasa (4/10/2022).

Berdasarkan data menunjukkan dari 7.809 desa di Jateng, ada sekitar 7.173 BUMDES. Pembentukan BUMDes sendiri diharapkan berasal dari usulan masyarakat desa. Setelah berdiri, pengelola BUMDes perlu menyusun program kerja sesuai potensi yang ada di desa.

Menurut Sumanto, saat ini mengelola komoditas pangan cukup bagus dilakukan. Pasalnya komoditas pangan memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan menjadi konsumsi semua orang. Langkah tersebut juga akan mendorong perekonomian di desa.

Namun dari sekian banyak BUMDes yang ada di Jateng, yang berhasil adalah yang mengelola potensi wisata.

Dicontohkan destinasi wisata Umbul Ponggok Kabupaten Klaten yang dikelola BUMDes setempat, sukses mendatangkan banyak wisatawan.

Ia menyoroti banyak BUMDes lainnya kurang optimal dan hanya sekadar memiliki papan nama. "Padahal BUMDes ini muncul sejak lama, UU dan Perda yang mengatur usaha di tingkat desa. Hal ini harus kembali disosialisasikan, mengingat potensi wisata di Jateng," ujarnya.

Pada sisi lain dikatakan tak semua BUMDes perlu mengelola tempat wisata. Bidang pengelolaan disesusaikan dengan potensi yang ada di desa. Untuk itu perlu melakukan perencanaan dan terobosan karena mengelola usaha tidaklah mudah.

"Dengan adanya BUMDes ini ke depan harus ada program dari kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat. Karena merintis usaha itu sulit, BUMDes ini dikelola masyarakat sehingga perlu ada perencanaan yang matang," tandasnya.

Salah satu suasana rapat kerja di Komisi B DPRD Jateng. (istimewa/dokumentasi Humas DPRD Jateng)

Lumbung pangan

Selain itu Sumanto juga mendorong BUMDes mengelola lumbung pangan di desa-desa. Pasalnya, Jateng merupakan provinsi penghasil beras utama di Indonesia.

"Ini momentum untuk menjadikan BUMDEs kembali ke dulu namanya lumbung pangan. Sebab pangan ini komoditas yang semua mengkonsumsi. Sementara Jateng ini penghasil produk pertanian kalau tidak nomor satu ya nomor dua se-Indonesia," ujarnya.

Mantan Ketua DPRD Kabupaten Karanganyar ini menambahkan, meski produktivitas pertanian di Jateng tinggi, hal tersebut belum sebanding dengan kesejahteraan petani. Di Jateng sendiri ada sekitar 3,5 juta penduduk yang menjadi petani.

Dari jumlah tersebut, ada sekitar 1,5 juta petani yang memiliki lahan dengan luas di bawah 2.000 m2. Dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah hanya Rp 4.200 per kilogram, penghasilan mereka hanya sekitar Rp 400 ribu per bulan.

Jumlah tersebut jauh dari UMK di Jateng yang mencapai Rp 2 juta hingga Rp 2,8 juta per bulan. Sumanto mengatakan, kondisi tersebut juga membuat angka kemiskinan sulit diturunkan.

Dia merinci dari 19 kabupaten/kota di Jateng yang masuk kategori kemiskinan ekstrem, sebagian besar merupakan wilayah penghasil pangan seperti Kabupaten Klaten, Karanganyar, Sragen, Purworejo, dan Grobogan.

"Maka saya mendorong agar BUMDes ini kerja sama dengan Bulog dan BUMN untuk menyediakan pangan lokal. Saat ini ada 19 kabupaten/kota di Jateng masuk kategori miskin ekstrem, dari sebelumnya 5 kabupaten/kota sebelum pandemi. Itu 19 kabupaten/kota penghasil pangan," paparnya. (adv/anf)