Belajar dari Ismail, Pemerintah Harus Mendengar Pendapat Anak Muda
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas ingin pemerintah mendengar pendapat atau suara anak muda. Pesan ini disampaikan Busyro saat menjadi penceramah Iduladha 1443 H, Sabtu (9/7/2022) pagi, di lapangan Mantrijeron, Yogyakarta.
"Seperti halnya mendidik anak yang diajarkan nabi Ibrahim AS, orang tua itu agar berdialog dengan anak muda, kemudian anak muda taat kepada Allah SWT. Begitulah Ibrahim AS dan puteranya Ismail AS memberikan contoh kepada umat manusia," tutur Busyro.
"Kemudian mengapa yang dikorbankan adalah domba, karena domba itu mengandung makna simbolik bahwa Ibrahim memberi contoh kepada umat manusia untuk membakar sifat-sifat kebinatangan," lanjutnya.
Lebih lanjut Busyro menyampaikan petikan surat Al A'raf ayat 179, Allah SWT mengingatkan orang-orang yang diberi pendengaran penglihatan dari hati tetapi tidak disyukuri dengan cara yang benar.
"Diberi pendengaran tapi tidak digunakan untuk mendengarkan pendapat rakyat yang bagus-bagus, yang disampaikan dengan cara yang bagus. Hati tidak pernah diisi dengan lantunan lantunan kalimat Allah, kalimat Rasulullah, sunnah Rasul. Maka orang itu bisa dikatakan sebagai orang-orang yang seperti binatang, bahkan lebih rendah dari binatang," ujarnya.
"Jika sudah punya jabatan yang tinggi, bisa jadi perilakunya menyimpang seperti binatang, bahkan lebih dari binatang. Naudzubillahimindzalik. Maka sifat kebinatangan itu dibakar melalui simbol berkorban ini," kata dia.
Jika dipahami secara luas. lebih lanjut Busyro menganalogikan, dialog Ibrahim dan Ismail tadi menggambarkan agar pemerintah atau negara itu mendengarkan suara anak-anak muda, generasi milenial, generasi penerus. Anak-anak muda ini sejatinya harus di beri penghormatan.
"Jangan didik anak muda itu menjadi generasi penjilat, karena generasi muda itu generasi penerus," tegasnya.
Apabila dikaitkan dengan situasi negara ini, Busyro mengambil contoh kelangkaan minyak goreng yang menyebabkan harganya melambung tinggi. Masalah yang diributkan kaum ibu secara nasional ini disebabkan mafia minyak goreng yang merupakan orang-orang berkuasa.
Orang-orang berkuasa yang setiap lima tahun sekali memberikan janji yang muluk-muluk tetapi setelah dipilih ternyata justru memiliki cara yang kumuh serta menggunakan cara yang tidak elok menurut kemanusiaan apalagi keagamaan.
"Dengan memilih jalan yang kumuh pakah Indonesia menjadi negara yang makmur bagi seluruh masyarakat? belum! Saya katakan belum karena ada faktanya banyak pengelola negeri yang mencari kemakmuran untuk dirinya sendiri, kelompoknya sendiri, partainya sendiri. Walau hampir semuanya jujur, tetapi ada sekelompok orang di pusat maupun di daerah yang belum," lanjutnya.
Bahkan kita masyarakat kota Jogjakarta di beri contoh yang menyengat, yaitu mantan Walikota Yogyakarta yang sekarang sedang menikmati rompi oranye di tahanan KPK.
“Itu menunjukkan bahwa kalau orang tidak jujur dan membohongi rakyatnya maka pada saatnya Allah akan memberikan ganjaran atas perbuatan mereka," tutup Dosen hukum dan aktivis Muhammadiyah ini. (*)