Baru Setahun Dibangun TPS Ini Mangkrak

Baru Setahun Dibangun TPS Ini Mangkrak

KORANBERNAS.ID -- Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten mengatasi permasalahan sampah di pedesaan dan kelurahan dengan cara membangun TPS 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) di sejumlah lokasi harus diapresiasi.

Anggaran yang dibutuhkan untuk membangun dan membeli peralatan juga tidak sedikit. Namun muncul pertanyaan, keberadaan bangunan tidak terawat terkesan mangrak serta tidak beroperasi sama sekali.

Pembangunan TPS 3R dilaksanakan pada 2018 di 14 lokasi. Selain gedung, TPS juga dilengkapi peralatan di antaranya mesin pencacah dan mesin pengayak sampah serta mobil pikap untuk operasional.

Anggaran untuk satu TPS 3R berkisar Rp 550 juta hingga Rp 600 juta.

Ketika TPS 3R selesai dibangun dan siap beroperasi, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Klaten tidak serta merta lepas tangan demi keberlangsungannya.

Sebaliknya, DLHK masih mengalokasikan anggaran untuk honor tenaga di sana selama beberapa bulan lamanya.

Sayangnya, begitu tugas tenaga pendamping berakhir kondisi beberapa TPS 3R justru memprihatinkan. Sebagian TPS pasif tidak rutin beroperasi dan sebagian lain tidak beroperasi sama sekali.

Kondisi ini mengundang keprihatinan banyak pihak. Konsep awal membangun TPS 3R adalah mengatasi permasalahan sampah melalui pemberdayaan masyarakat dengan membentuk kelompok swadaya pengelola. Ternyata realisasinya kurang efektif.

Di TPS 3R Desa Krajan Kecamatan Jatinom, misalnya, pada bangunan berwarna hijau itu tidak ada sama sekali terlihat  aktivitas warga menangani sampah dari rumah-rumah penduduk.

Bahkan pintu utama bangunan yang berada di belakang peternakan sapi itu selalu tutup.

"Tutup terus kok, Mas. Tidak pernah buka. Sampahnya ya dibuang di luar pinggir kali. Kalau ada yang sempat membakar ya bakar sendiri," kata warga di depan TPS 3R Krajan, Jumat (22/11/2019).

Tumpukan sampah di samping bangunan TPS 3R. (masal gurusinga/koranbernas.id)

Dia berada di sekitar TPS 3R Krajan karena baru saja membuang sampah di samping gedung. Dia juga sempat mempertanyakan tumpukan sampah di teras gedung yang sudah lama di sana.

"Sampah-sampah ini juga tidak tahu siapa yang numpuk. Melihat kondisinya seperti sengaja diletakkan di situ. Anehnya kok tidak dimasukkan gedung biar dipilah atau dicacah," tanya dia.

Kondisi berbeda terjadi di TPS 3R lainnya yang sama-sama dibangun tahun 2018. Di sana aktivitas penanganan sampah oleh kelompok masyarakat pengelola justru berlangsung rutin.

Seperti di TPS 3R Desa Kedungampel Kecamatan Cawas, TPS 3R Desa Jatipuro Kecamatan Trucuk, TPS 3R Desa Pundungan Kecamatan Juwiring dan TPS 3R Desa Delanggu Kecamatan Delanggu.

Pengelola TPS 3R di empat wilayah itu setiap hari mengambil sampah warga menggunakan mobil operasional, selanjutnya dibawa ke TPS 3R.

Warga tentu saja memberikan kontribusi kepada petugas di lapangan. Sampah-sampah itu kemudian dipilah, yang bisa diolah dijadikan pupuk organik setelah dicacah.

Terdapat sampah yang dipilah serta bisa didaur ulang. Ada pula yang langsung dijual guna menunjang operasional, seperti pecahan kaca dan logam.

Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan DLHK Kabupaten Klaten, Dwi Maryono dan Kepala DLHK Srihadi belum bisa dikonfirmasi terkait adanya beberapa TPS 3R yang tidak beroperasi. (sol)