Bansos Covid-19 Bisa Menjadi Bom Waktu

Bansos Covid-19 Bisa Menjadi Bom Waktu

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Pemberian bantuan sosial (bansos)  bagi warga terdampak Covid-19 harus dilakukan secara merata. Jika tidak, akan menimbulkan kecemburuan di masyarakat dan menjadi “bom waktu” yang bisa meledak setiap saat.

Untuk itulah Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Bantul meminta agar semua yang terdata sebagai korban Covid bisa mendapatkan bantuan. Jika tidak mendapat dari Bantuan Sosial Tunai (BST) Kementerian Sosial, bisa dicover dari APBD DIY (top up), Bantuan Langsung Tunai (BLT) APBD Bantul atau BLT Dana Desa (BLT DD).

“Kalau data yang digunakan untuk BST dan APBD DIY, data  berasal dari pusat. Untuk data yang dari kami adalah yang BLT APBD Bantul dan BLT DD,” kata Ani Widayani MIP, Ketua Apdesi Bantul, didampingi Sekretaris Marhadi Badrun dan pengurus lain dalam jumpa pers di gedung pertemuan Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kamis (11/6/2020).

Menurut Ani, data yang dibuat oleh desa tersebut valid dan akurat karena melalui Musyawarah Dusun (Musdus) dan Musyawarah Desa (Musdes) dan dituangkan dalam berita acara. “Dalam penentuan siapa yang berhak menerima, kami mengacu kepada 14 kriteria kemiskinan dan tolak ukur lain sesuai perundangan,” katanya.

Namun ketika data dari pusat turun, terjadi kekacauan, mengingat data tersebut berbeda dengan data dan fakta di  lapangan. Karena banyak data yang tidak tepat sasaran, akhirnya kriteria yang   sebelumnya telah disusun oleh desa menjadi rancu dengan datangnya data pusat yang tidak tepat.

“Untuk data yang dari pusat, mereka  sudah mendapat bantuan BST ataupun APBD DIY. Sementara di sisi lain, banyak warga yang terdata, tercecer hingga saat ini belum mendapat bantuan apapun,” katanya.

Karena BLT APBD Kabupaten dan BLT DD belum mampu mengcover semuanya, kemudian muncul perintah dari pusat agar diberikan lagi BLT DD tahap 4, 5 dan 6 kepada penerima BLT DD yang telah mendapat pencairan tahap 1, 2 dan 3. Pada tahap 1, 2 dan 3 mendapat masing-masing Rp 600.000 per bulan yakni, April, Mei dan Juni. Kemudian diminta mencairkan lagi tahap 4, 5 dan 6, masing masing Rp 300.000 tiap bulan pada Juli, Agustus, September.

Apdesi Bantul menolak untuk mencairkan tahap 4, 5 dan 6 ketika penerimanya adalah mereka yang menerima tahap 1, 2 dan 3. Karena di sisi lain banyak warga yang terdaftar namun tercecer dan belum mendapat bantuan apapun. Sehingga jangan sampai bantuan menumpuk pada penerima yang ‘itu-itu saja’.

“Warga yang tercecer dan tidak tersentuh, jadi persoalan. Karena sekarang timbul gejolak di bawah,” katanya.

Untuk itulah mereka berharap dilakukan pemerataan, yakni penerima BLT tahap 3, 4 dan 5 orangnya berbeda dengan penerima tahap 1, 2 dan 3. Selain tentunya dana tersebut juga digunakan untuk program wajib di desa seperti penanganan stunting, lansia, Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan program wajib lainya.

Karena sebelumnya 40 persen DD digunakan untuk penanganan  darurat Covid, misalnya pembelian masker, hand sanitizer, pembuatan rumah karantina dan program lainya. Kemudian 40 persen untuk BLT DD tahap 1, 2 dan 3. Dan sisa 20 persen inilah yang saat ini sedang diperjuangkan oleh Apdesi, agar bisa diberikan kepada warga tercecer selain juga melaksanakan program wajib.

“Kami membuat surat kepada (pemerintah) pusat kaitan ini. Dan kami juga melakukan komunikasi  kepada Pemkab Bantul agar aspirasi kami ini dikabulkan, mengingat BLT DD tahap 3 sudah mulai cair bulan ini,” kata Ani.

Lurah Girirejo, Imogiri, Dwi Yuli Purwanti, mengatakan jika di desanya, DD untuk BLT dialokasikan Rp 360 juta dan telah dibagikan sebesar Rp 358,2 juta untuk 199 KK . “Kami masih ada sisa DD 20 persen yang dipergunakan untuk pemberdayaan seperti dana penanganan stunting yang sifatnya wajib. Jadi ini harus di laksanakan,” katanya.

Menurutnya, tidak bisa jika kemudian dihapus dan dihabiskan untuk pemberian BLT karena akan ada sanksi bagi desa. (eru)