Anggota DPD RI Yashinta Desak Regulasi Teknis Program MBG Ditingkatkan
Pemerintah daerah belum berani membuat regulasi lokal karena belum adanya rambu-rambu yang jelas dari pusat.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di DIY telah dimulai dengan 15 titik dapur umum tersebar di berbagai wilayah. Meski demikian, belum adanya regulasi teknis yang jelas dari pemerintah pusat maupun daerah dinilai menjadi hambatan serius pelaksanaan program tersebut.
Ini dibahas dalam rapat kerja lintas lembaga yang digelar di Yogyakarta dan dihadiri oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kalurahan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DIY, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Dinas Kesehatan DIY, Bapperinda DIY, Biro Hukum Setda DIY, serta Forum Badan Usaha Milik Kalurahan (BUMKal) DIY.
Anggota DPD RI dari DIY, Yashinta Sekarwangi Mega, yang hadir dalam rapat tersebut menegaskan pentingnya payung hukum yang spesifik untuk mendukung keberlanjutan dan efektivitas pelaksanaan program MBG, baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Program MBG sudah mulai berjalan dengan 15 titik dapur umum yang tersebar di wilayah DIY. Meski begitu, saya tidak menemukan satu regulasi khusus dalam bentuk Raperda maupun Perda yang spesifik membahas pelaksanaan program MBG,” ujar Yashinta, Selasa (1/7/2025), di Yogyakarta.
Regulasi teknis
Menurutnya, ketiadaan regulasi tersebut berisiko menghambat sinergi lintas sektor. Selain itu, juga menimbulkan ketidakjelasan dalam pelaksanaan teknis di lapangan.
Menanggapi situasi ini, Yashinta menyatakan komitmennya menyuarakan kebutuhan regulasi teknis MBG di tingkat nasional.
“Saya akan menampung aspirasi teman-teman dari dinas terkait maupun Forum BUMKal DIY terkait dengan belum adanya regulasi teknis pelaksanaan MBG dari pusat untuk disampaikan saat masa sidang di Jakarta nanti,” tegasnya.
Dia menilai peran DPD RI sebagai representasi daerah sangat penting dalam memastikan suara dan kebutuhan lokal bisa didengar dan ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat.
Terlalu tersentral
“Ini bentuk komitmen saya agar pelaksanaan program MBG bisa memiliki regulasi yang jelas di tingkat pusat sehingga memudahkan eksekusinya di daerah,” tambahnya.
Kritik serupa disampaikan Ketua Bidang Kemitraan Forum BUMKal DIY, Edy Risdiyanto, yang menilai pelaksanaan program MBG masih terlalu tersentral di Badan Gizi Nasional (BGN), tanpa arahan teknis yang bisa diikuti oleh pemerintah daerah.
“Harus diakui program MBG ini teknis pelaksanaan masih dikontrol oleh Badan Gizi Nasional dan belum dipayungi oleh regulasi khusus untuk pelaksanaan di daerah. Hal ini membuat pelaksanaan program MBG sering terjadi kurang koordinasi antarinstansi di daerah,” jelas Edy.
Ketua BUMKal Gunungkidul, Sariyanta, menyebutkan pemerintah daerah belum berani membuat regulasi lokal karena belum adanya rambu-rambu yang jelas dari pusat. “Program MBG ini memang belum ada regulasi khusus terkait teknis pelaksanaan dari pemerintah pusat sehingga pemerintah daerah pastinya juga tidak berani membuat regulasi. Raperda atau Perda pelaksanaan program dari pusat biasanya dibuat setelah ada regulasi dari pusat sebagai rambu-rambu pelaksanaan,” ungkapnya. (*)