Adu Jurus agar Usaha Tak Tergerus, Bengkel Mobil Barokah Jadi Binaan YDBA Sejak 2017

Modal utama berwirausaha sebenarnya bukanlah uang. Tapi niat dan tekad yang kuat.

Adu Jurus agar Usaha Tak Tergerus, Bengkel Mobil Barokah Jadi Binaan YDBA Sejak 2017
Suwardi berbincang dengan pelanggan di bengkelnya Barokah Auto Service di Jalan kaliurang Ngaglik Sleman, DIY. (warjono/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Sebuah minibus bergerak perlahan memasuki halaman bengkel Barokah Auto Service di Jalan Kaliurang, Ngaglik Sleman. Menunggu sesaat, barulah mobil ini bisa masuk ke stall paling ujung dari delapan stall yang ada, dengan aba-aba dari karyawan bengkel agar mobil bisa terparkir dengan posisi yang tepat.

Keluar dari mobil, sang pengemudi disambut oleh karyawan lainnya. Dengan ramah, anak bengkel berseragam ini menanyakan keperluannya. Dengan cermat, ia mencatat semua keluhan dan permintaan customer, kemudian mengarahkannya untuk menanti di ruang tunggu, sementara mobilnya dikerjakan mekanik.

“Untuk perawatan rutin, perbaikan air conditioning dan perawatan kaki-kaki, termasuk pekerjaan ringan. Jadi bisa ditunggu. Kami menyediakan ruang tunggu ber-ac, lengkap dengan tv, jaringan wifi, koran serta minuman,” kata Suwardi, pemilik Bengkel Barokah, pekan lalu.

Tidak terlalu luas. Bengkel ini hanya memiliki delapan stall yang tersusun dalam dua baris yakni bagian depan dan bagian dalam bengkel. Di bagian belakang deretan stall bagian dalam, adalah ruang pelayanan yang tersekat oleh deretan meja etalase dengan berlatarbelakang rak-rak oli.

Pada salah satu sudutnya, ada ruang berukuran lebih kecil untuk bagian administrasi. Sedangkan ruang tunggu, ada di ujung kanan bagian depan dari bangkel. Ruangan ini, masih cukup nyaman untuk digunakan untuk 8-10 orang sekaligus, yang menunggu mobilnya “diobati” oleh para montir. Tidak nampak dari depan, namun bengkel ini juga memiliki sejumlah ruangan lain. Ada musholla, ruang istirahat karyawan yang terpisah antara karyawan wanita dan pria serta kamar mandi.

Suwardi bersama jajaran pengurus YDBA. (dokumentasi Bengkel Barokah Auto Service)

Penataan ruangan, menurut Suwardi menjadi perhatian tersendiri. Improvisasi terus dilakukan, agar lahan yang terbatas tetap bisa memberikan pelayanan yang optimal dan nyaman bagi customer. Penataan ruangan ini, seiring dengan penerapan konsep 5R yaitu, budaya kerja yang mengusung semangat untuk Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin. Konsep ini merupakan budaya kerja yang diadopsi dari manajemen Jepang, yang kebanyakan lebih diaplikasikan pada bidang industri.

Budaya kerja ini, kemudian diimbangi dengan manajemen operasional dan manajemen SDM yang juga terus diperbaiki. Bengkel kecil ini, bahkan sudah memiliki Service Advisor (SA). Tugasnya cukup banyak, terutama menyangkut pelayanan kebutuhan pelanggan. Mulai mendengarkan, menganalisa dan menjelaskan tentang kerusakan kendaraan. Ia juga membuat PKB dan estimasi waktu serta biaya. SA juga bertugas menjaga kerapian data-data kendaraan pelanggan, yang dimaksudkan untuk mencapai kepuasaan pelanggan.

“Dulu, mekanik kami bercelana pendek dan berkaos. Sekarang, mereka wajib mengenakan seragam dan bersepatu. Dulu, pelanggan yang datang tidak ada yang menyambut. Sekarang beda. Sambutan karyawan kami penuh sapa dan senyum. Kami ingin, sekalipun bengkel kecil, tapi memiliki standar pelayanan dan standar penanganan yang baik, tidak kalah dengan bengkel besar dan bengkel resmi,” kata Suwardi.

Mulai dari Nol

Bengkel mobil Barokah Auto Service, mulai berdiri dan beroperasi tahun 2010 silam. Suwardi, jebolan Jurusan Mesin sebuah SMK di Yogyakarta, nekat mendirikan usaha ini setelah sekian lama malang melintang bekerja di berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan sejumlah merk mobil kenamaan.

Selama menjadi karyawan itulah, Suwardi terus menimba ilmu dan belajar tentang usaha perbengkelan, meski sebelumnya ia juga sempat mendirikan bengkel mobil dan menggelutinya selama 5 tahun. Namun usahanya ini ia tinggalkan begitu saja.

Suwardi berbincang dengan pengurus YDBA terkait pelayanan di bengkel Barokah Auto Service. (dokumentasi Bengkel Barokah Auto Service)

Kembali muncul niatnya untuk membuka usaha bengkel, Suwardi khawatir dengan modal. Ia sempat pengin pergi merantau dan bekerja sebagai TKI, guna mengumpulkan modal. Tapi gurunya di pondok pesantren memberinya petuah, kalau modal utama berwirausaha sebenarnya bukanlah uang. Tapi niat dan tekad yang kuat, serta usaha tak kenal lelah yang dilandasi doa.

Mendapat nasihat ini, Suwardi pun lantas nekat membuka bengkel lagi, dengan modal seadanya. Semua berawal dari bantuan teman dan kenalan. Bahkan, kaleng-kaleng kosong bekas oli pun ia pinjam untuk dipajang di bengkelnya. Alasannya sepele, supaya bengkelnya terlihat ramai dengan dagangan.

Selain ilmu, modal utama Suwardi berasal dari perkawanan di berbagai organisasi dan komunitas. Dari sanalah, satu demi satu pelanggan datang. Hingga usahanya kemudian terus berkembang dan jumlah pelanggan juga bertambah.

Alhamdulillah, 6 tahun kemudian saya bisa membuka cabang di Jalan Palagan dan tahun 2019 bertambah lagi satu bengkel di Ngemplak. Yang Ngemplak ini dibangun di atas lahan sudah milik sendiri. Sekarang saya dibantu 25 karyawan. Mereka adalah lulusan-lulusan SMK. Sangat bersyukur, keinginan menampung lulusan SMK untuk bekerja sembari memperdalam ilmu bisa terwujud,” kata Suwardi yang awalnya bekerja sendirian.

Kisah sukses pria asli Sleman berbisnis bengkel ini, bukan serta merta. Meski sudah cukup kenyang pengalaman dan ilmu, Suwardi ternyata haus belajar. Maka, suatu ketika bertemu dengan mantan karyawan Astra, ia dengan senang hati dikenalkan dengan pihak Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA).

Perkenalan ini kemudian terus berlanjut hingga berbuah kerja sama. Bengkel Barokah Auto Service menjadi salah satu dari sedikit bengkel mobil yang menjadi pilot project binaan YDBA.

YDBA pun kemudian memberikan banyak pelatihan dan pendampingan, untuk Bengkel Barokah. Baik menyangkut operasional, manajemen keuangan, manajemen SDM, hingga digital marketing.

“Kerja samanya lebih ke program pelatihan dan pendampingan. Kalau pendanaan tidak ada. Tapi YDBA juga membukakan akses ke perusahaan grup yang memang menyediakan pendanaan. Juga akses ke jaringan spare part dan sekarang sedang rintisan untuk mendirikan koperasi yang anggotanya adalah pemilik-pemilik bengkel mobil,” kata Suwardi, yang mengaku setiap tahunnya berhasil memberangkatkan 2 karyawan untuk berhaji.

Bagi Suwardi, pelatihan dan pendampingan dari YDBA menjadi semacam pelecut semangat. Ia menjadi sadar, bahwa ilmu harus terus dipupuk seiring perkembangan zaman. Ibarat adu jurus, banyak hal baru, teknologi baru, dan cara berpromosi baru yang musti diketahui dan kemudian dikuasai, termasuk berpromosi lewat medsos.  Semua agar ia dan para karyawannya tetap dapat memberikan pelayanan yang terbaik demi kepuasaan pelanggan.

“Kami harus bersyukur, usaha ini tetap bertahan dan bahkan berkembang. Pelanggan juga terus bertambah. Saat ini per hari antara 10 hingga 15 mobil, dengan jumlah pelanggan lama (repeat order) di angka 70 persen. Padahal di luar sana, tidak sedikit usaha sejenis yang terpaksa gulung tikar, karena tidak mampu mengikuti perkembangan zaman,” lanjutnya.

Membangun Ekosistem

Cerita tentang Bengkel Barokah Auto Service, menambah panjang kisah sukses para pelaku UMKM binaan YDBA. Senyum cerah juga terlihat di wajah para pelaku usaha pande besi dan las “Delapan Belas”, yang hanya berjarak sekitar 35 kilometer dari Sleman, persisnya di Bonyokan Jatinom, Klaten Jawa Tengah.

Beranggotakan puluhan orang, kelompok usaha yang kini berhimpun dalam wadah Koperasi KOPINKRA 18 ini, terus berkembang dan memproduksi berbagai alat pertanian dengan standar quality controll yang baik.

Berdiri sejak tahun 1992, kelompok ini sekarang tercatat menjadi peraih penghargaan dari Menteri Koperasi dan UKM serta Jajaran Pemda Klaten untuk Kemampuan Produksi Cangkul SNI dan Produk Berkualitas. Kelompok “Delapan Belas” rutin menjadi lokasi benchmark dan fasilitas pelatihan baik skala lokal maupun nasional serta sudah masuk ke E-Catalogue (LKPP) & PADI UMKM.

Ketua Pengurus YDBA, Sigit Kumala mengungkapkan, kelompok usaha pande besi dan las di Jatinom Klaten ini, tahun 2022 silam mampu mendongkrak kenaikan omzet mencapai 70 persen dari tahun 2021. Pencapaian ini seiring dengan semakin baiknya kualitas alat-alat pertanian termasuk cangkul yang mereka produksi, sehingga cukup diminati oleh pasar.

“Jadi, selain pelatihan dan pendampingan, kami YDBA terus mengkolaborasikan bisnis dari UMKM mitra binaan kami di seluruh Indonesia. Dengan kolaborasi dan sinergi, harapannya bisnis mereka akan semakin cepat maju dan berkembang,” kata Sigit dihubungi di Jakarta.

YDBA, kata Sigit, saat ini mengembangkan 4 sektor usaha UMKM. Meliputi sektor manufaktur dan bengkel roda 4 yang notabene dua sektor ini menjadi kompetensinya Astra, kemudian sektor pertanian serta sektor kuliner dan kerajinan.

“Dua sektor yang terakhir ini kami coba kolaborasikan dengan pemangku kepentingan lainnya. Sebab Astra tidak memiliki kompetensi di dua sektor tersebut,” lanjutnya.

Upaya membangun kolaborasi dan sinergi, dilakukan dengan berbagai cara. Selain mencoba mengaitkannya dengan usaha-usaha lain sesama binaan YDBA, juga membawa potensi mereka ke berbagai pihak yang bersedia menjadi ayah angkat dan membantu mereka berkembang lebih maju.

Untuk sektor bengkel dan manufacture misalnya, maka ayah angkatnya adalah perusahaan-perusahaan grup Astra. Kemudian sektor pertanian, coba diarahkan ke perusahaan-perusahaan yang memang bergelut di bidang pertanian, sedangkan sektor kuliner ditawarkan ke Asosiasi Jasa Boga Indonesia dan perusahaan catering untuk menjadi ayah angkat mereka.

Sigit mengakui, upaya membangun ekosistem yang saling terkait dan saling mendukung bagi UMKM, bukanlah pekerjaan mudah. Mencarikan ayah angkat tidak mudah. Perlu panggilan untuk bisa konsisten mendidik perusahaan UMKM menjadi anak asuh yang mau diajak maju. Juga masalah bahan baku, yang tidak bisa diselesaikan oleh perusahaan ayah angkat, tapi juga perlu keberpihakan pemerintah untuk memastikan ketersediaan bahan baku berkualitas dengan harga terjangkau.

Di samping itu, kata Sigit, juga diperlukan regulasi yang harus mendukung dari masing-masing kementerian. Sebab kalau tidak, maka karya-karya anak bangsa akan selalu terpinggirkan kalah dengan produk-produk impor.

“Contohnya, baru-baru ini kan Pak Jokowi marah, masak cangkul saja kok impor. Kami kan punya produsen cangkul binaan di Klaten. Tapi ya belum berkembang maksimal dan ordernya masih terbilang kecil. Padahal harga sudah masuk ke LKPP dan berstandar SNI. Terus apa yang kurang dari UMKM binaan kami ini. Ini menjadi bukti, kalau upaya membawa UMKM kita lebih maju dan berkembang menjadi penggerak perekonomian, perlu kerja sama, sinergi dan kolaborasi dari seluruh stakeholder,” kata Sigit memungkasi. (*)