1.900 KK Terima Bantuan Ganda, DPD RI Minta Pemda DIY Perbaiki Data
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Akibat data yang tidak akurat, sejumlah 1.900 kepala keluarga (KK) di DIY menerima bantuan ganda melalui program BTS (Bantuan Sosial Tunai) yang diberikan pemerintah untuk warga terdampak virus Corona atau Covid-19.
Ini terungkap saat Rapat Kerja Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI DIY, Selasa (9/6/2020), melalui aplikasi zoom di Kantor DPD RI DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta. Rapat kali ini membahas Refocussing Anggaran di Tengah Pandemi Covid-19 bersama anggota DPD RI dari DIY, Cholid Mahmud.
“Kami masih menemukan BST ganda, terdapat 1.900 KK se-DIY. Dari hasil uji petik ada yang sebenarnya tidak layak namun menerima BST. Kami koordinasi langsung ke kabupaten/kota. Ke depan risikonya perlu dipertimbangkan untuk antisipasi,” ungkap Slamet Tulus Wahyana, Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DIY.
Lembaga yang dipimpinnya sudah melakukan pengawalan melalui tim teknis pengawasan yang dibentuk 26 Maret 2020. Di tingkat daerah, Inspektorat melakukan hal serupa. “Kami tetap monitoring dan melakukan pendampingan. Kami kawal meski terkendala komunikasi karena tidak bisa bertemu langsung,” kata dia.
Dari data yang diterima Kantor BPKP DIY di Jalan Parangtiris Sewon Bantul, refocusing dan realokasi APBD se-DIY untuk penanganan pandemi jumlahnya total mencapai Rp 900 miliar. Penggunaannya fokus tiga hal yaitu jaring pengaman sosial (JPS) Rp 380 miliar, kesehatan Rp 314 miliar serta dukungan ekonomi Rp 214 miliar.
BPKP melihat tiga fokus ini sebagian belum terinci secara jelas kebutuhannya untuk apa saja. Tulus khawatir terjadi pengeluaran yang tidak teridentifikasi, karena itu perlu dicermati. “Kami wanti-wanti jangan sampai pengeluaran semuanya di akhir maupun pengeluaran yang tidak dianggarkan,” ungkapnya.
Diakui, pengadaan barang dan jasa untuk penanganan Covid-19 tidak lepas dari risiko kemahalan harga, barang tidak sesuai spek, kemungkinan terjadi tumpang tindih pusat dan daerah serta potensi barangnya tidak dapat dimanfaatkan. “Jangan sampai Covid-19 mereda APD (Alat Pelindung Diri) baru datang,” kata dia.
Menanggapi itu Cholid Mahmud kepada wartawan menyampaikan Pemda DIY perlu melakukan perbaikan data supaya tidak terjadi overlap. Memang, problem terbesar program JPS terletak pada data.
“Pemda DIY, kabupaten/kota dan pemerintah desa harus saling menyisir data. Pusat berapa desa berapa. Peluang terjadi overlap bisa lebih 1.900 KK dari yang sekarang terlacak. Bappeda mengakui data memang paling sulit,” kata dia.
Kesalahan data kemungkinan karena kurangnya koordinasi. Waktu itu, pemerintah pusat meminta data dari daerah. Belum sempat data terkirim ternyata pemerintah pusat terlebih dulu mengeluarkan data, ternyata pakai data tahun 2011.
Cholid berharap penanganan refocusing anggaran di DIY berjalan baik. “Peringatan Pak Tulus perlu jadi perhatian. Saya bahagia jika DIY tidak punya persoalan anngaran pasca-Covid-19. Cepat tapi hati-hati. Mudah-mudahan Pak Tulus terus memberi warning sehingga proses perbaikan tidak terlambat. Ini bagian dari upaya kita menjaga DIY,” paparnya.
Dalam situasi darurat, lanjut dia, kadang-kadang orang terkesan memudahkan segala sesuatunya. “Ini boleh… Ini boleh. Tetap butuh kepekaan akuntabilitas. Ternyata ada catatan dari BPKP yang Pemda belum mengetahui,” ungkapnya.
Pada bagian lain mengenai anggaran program dukungan ekonomi, lanjut dia, pengusaha tidak menerima berbentuk uang melainkan pajak dan kewajiban lainnya yang seharusnya dibayarkan, tidak ditarik oleh pemerintah. Pemda cukup menyebut pengeluaran anggaran jumlahnya sekian untuk pengusaha.
Turun drastis
Peserta raker yang terdiri kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) se-DIY, Bappeda DIY, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPAK) Daerah se-DIY serta BPKA DIY menyampaikan beragam aspirasi untuk DPD RI untuk diteruskan ke pemerintah pusat.
Kepala Bappeda Sleman Kunto Riyadi menyatakan refocusing anggaran di kabupaten ini berhasil memangkas kegiatan belanja langsung setiap OPD (Organisasi Perangkat Daerah). Sumber-sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) berkurang 18 persen bahkan bisa turun drastis mencapai 41 persen.
Dia menjelaskan, PAD Sleman ditopang keberadaan hotel dan restoran. Hingga saat ini semua hotel tutup. Sebagian restoran masih buka. Kehilangan pemasukan juga terjadi akibat mandeknya transaksi tanah. Tidak ada pajak masuk dari jual beli tanah.
Pemkab Sleman melakukan pembebasan pajak hotel dan restoran selama empat bulan, kemungkinan bisa diperpanjang lagi. Saat pandemi pajak restoran (di luar pajak hotel) masih ada potensi Rp 1,5 miliar. Khusus retribusi pasar potensi pemasukan sekitar 50 persen.
Selain DAU (Dana Alokasi Umum) dari pusat berkurang, semua bansos rutin ke ormas ditunda. Total penurunan itu mencapai angka 16 persen. “Jika tidak ada Covid-19 belanja daerah bisa mencapai Rp 3 triliun. Semua terkena. Kita tidak bisa membantu, hanya bisa membantu dengan doa,” kata Kunto.
Kepala BPKAD Sleman menambahkan, Pemkab Sleman sampai melakukan sebelas kali revisi anggaran termasuk konsultasi ke Pemda DIY dan pemerintah pusat.
Mengenai insentif bagi tenaga medis sampai sekarang belum bisa diberikan. Apabila dikover pusat maka daerah terlepas dari kewajiban. Sebaliknya jika dikover kabupaten hanya ada dana Rp 10 miliar. Sedangkan penanggulangan dampak ekonomi estimasinya untuk 4.300 UMKM.
Persoalan yang menyulitkan daerah saat ini, sambung Kepala BPKAD Kota Yogyakarta, transfer dana dari pemerintah pusat sangat selektif sehingga mengganggu cash flow APBD. Terjadi defisit Rp 179 miliar setelah refocusing anggaran.
Kepala Bappeda Gunungkidul Sri Suhartanta juga menyampaikan aspirasi terkait hilangnya PAD sebesar Rp 25 miliar dari sektor pariwisata. “Terus terang kabupaten Gunungkidul fiskalnya rendah,” ucapnya.
Selain itu, pemkab juga masih menanggung belanja wajib mandatori dari pemerintah pusat di antaranya iuran BPJS. Belanja itu sifatnya melekat. Apabila ada penonaktifan dari APBN maka berpengaruh di daerah.
“Pengurangan dana transfer sekiranya bisa dikembalikan lagi pada akhir tahun anggaran karena adanya kemajiban mandatori,” katanya. (sol)