Wisata Gastronomi: Kunci Pertumbuhan Pariwisata Indonesia di Era Digital

Tantangan pelestarian warisan kuliner dan kurangnya pemahaman generasi muda menjadi hambatan serius yang perlu diatasi segera.

Wisata Gastronomi: Kunci Pertumbuhan Pariwisata Indonesia di Era Digital
Seminar bertajuk “Prospek Karier Positif di Industri Pariwisata”, di Stipram Yogyakarta. (muhammad zukhronnee ms/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Dalam era digital yang semakin kompetitif, Indonesia berpotensi menjadi destinasi wisata gastronomi kelas dunia. Namun, tantangan pelestarian warisan kuliner dan kurangnya pemahaman generasi muda menjadi hambatan serius yang perlu diatasi segera.

Dr. Devi Turgarini, Owner Tour & Travel Indogastrotourism dan Dosen Magister Pariwisata Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (STIPRAM) Yogyakarta, mengungkapkan bahwa Indonesia telah memulai pengembangan wisata gastronomi sejak 2011. 

“Sayangnya, beberapa wilayah belum optimal dalam pengembangannya,” ujar Turgarini dalam seminar Prospek Karier Positif di Industri Pariwisata”, yang bertujuan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa dan para profesional mengenai perkembangan pasar kerja di sektor pariwisata pads Selasa (15/10/2024) di Kampus setempat.

Devi menekankan pentingnya sembilan indikator dalam pengembangan wisata gastronomi, termasuk sejarah, tradisi, dan penggunaan bahan baku lokal. 

“Wisata gastronomi bukan untuk mass tourism. Ini lebih cocok untuk pasar edukasi dan market niche,” tambahnya.

Sementara itu, Dr. Lastiani Warih Wulandari, Dosen STIPRAM dan Direktur LSP PARSI, menggarisbawahi peran krusial pendidikan dalam melestarikan warisan gastronomi. 

“Penelitian di Jawa Barat tahun 2018 menemukan ada 303 makanan Sunda yang eksis, tetapi hanya tiga yang populer di kalangan generasi muda,” ungkap Wulandari, menyoroti kesenjangan yang mengkhawatirkan.

Untuk mengatasi hal ini, berbagai perguruan tinggi di Indonesia telah mulai menawarkan mata kuliah khusus terkait gastronomi. 

“Kami juga mulai menyasar ke jenjang SD, SMP, SMA untuk melaksanakan proses edukasi gastronomi,” tambahnya.

Tonny Hendratono, Direktur Pasca Sarjana STIPRAM, menekankan bahwa gastronomi adalah faktor kunci yang membuat wisatawan kembali berkunjung. 

“Wisatawan datang ke tempat-tempat indah, tapi yang membuat mereka datang berkali-kali adalah makanannya,” tegasnya.

Meski demikian, Tonny mengingatkan bahwa gastronomi tidak boleh disamakan dengan kuliner semata. “Gastronomi mencakup lebih banyak aspek, termasuk etika dan pengalaman makan,” jelasnya.

Para ahli sepakat bahwa pengembangan wisata gastronomi memerlukan kolaborasi intensif antara sembilan stakeholder utama, termasuk pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat. 

Tantangan terbesar saat ini adalah mengumpulkan dan mendigitalisasi data-data gastronomi dari seluruh pelosok Indonesia.

Dengan potensi yang besar dan tantangan yang tidak kecil, Indonesia kini berada di persimpangan penting dalam pengembangan wisata gastronominya. 

Keberhasilan dalam mengatasi tantangan ini tidak hanya akan meningkatkan sektor pariwisata, tetapi juga melestarikan warisan budaya kuliner yang tak ternilai harganya. (*)