Waspadai Anemia Pada Remaja!
PADA tahun 2045, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi; yaitu jumlah penduduk Indonesia 70%-nya dalam usia produktif (15-64 tahun), sedangkan sisanya 30% merupakan penduduk yang tidak produktif (usia di bawah 14 tahun dan di atas 65 tahun) pada periode tahun 2020-2045. Generasi ini akan berada pada usia produktif dan akan menjadi aset yang luar biasa apabila dikelola dengan baik.
Remaja merupakan salah satu komponen generasi emas yang memiliki peran sangat besar dalam menentukan masa depan bangsa ini. Tetapi ternyata ada masalah yang dialami oleh remaja, terutama remaja putri. Saat ini, perkembangan fisik, hormonal/tingkah laku, dan psikososial pada remaja berkembang cukup cepat, sehingga remaja memerlukan zat-zat gizi yang relatif lebih besar jumlahnya. Kebutuhan zat gizi terutama zat besi pada remaja meningkat dengan adanya pertumbuhan. Namun, hampir 23% remaja putri di Indonesia mengalami anemia alias kekurangan zat besi. Dengan jumlah remaja putri kurang lebih 21 juta, terdapat setidaknya 4,8 juta yang mengidap anemia.
Menurut World Health Organization (WHO) anemia adalah suatu keadaan di mana jumlah dan ukuran sel darah merah, atau konsentrasi hemoglobin di bawah nilai batas yang ditentukan. Anemia sendiri masih menjadi momok yang menakutkan di kalangan remaja putri.
Mengapa anemia banyak terjadi pada remaja putri?
Saat perempuan menstruasi, zat besi di dalam tubuh ikut keluar bersama darah setiap bulannya. Oleh karena itu, perempuan membutuhkan asupan zat besi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Karena kebutuhan zat besi yang tinggi inilah, perempuan sangat rentan mengalami kekurangan zat besi, yang akhirnya berkembang menjadi anemia.
Selain itu, remaja putri juga seringkali menjaga penampilan, karena keinginannya untuk tetap langsing atau kurus, sehingga berdiet dan mengurangi makan. Diet yang tidak seimbang dengan kebutuhan zat gizi tubuh akan menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi yang penting seperti zat besi (Arisman, 2010)
Kurangnya pengetahuan remaja mengenai pencegahan dan penanganan anemia, juga menjadi salah satu penyebab mengapa anemia sering dialami oleh remaja. Berdasarkan data dari Survei Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2007, tentang pengetahuan remaja mengenai anemia, didapatkan 87,3% remaja pernah mendengar tentang anemia, sedangkan yang tidak pernah mendengar penyakit anemia sebesar 12,7%. Di antara tanda penyakit anemia jawaban tertinggi menjawab muka pucat sebesar 52,8%, selanjutnya mata berkunang-kunang sebesar 46,5%. Sesuai hasil survei masih perlu dilakukan sosialisasi mengenai pengetahuan remaja tentang anemia karena masih banyak yang belum diketahui remaja tentang bagaimana cara pencegahan dan penanganan anemia (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2007).
Lalu apa saja sih gejala anemia?
Gejala anemia secara umum antara lain :
- Sakit kepala
Hal ini disebabkan karena menurunnya jumlah sel darah yang ada, yang mengakibatkan jumlah oksigen yang mengalir pada tubuh berkurang dan mengganggu fungsi organ tubuh.
- Sulit berkonsentrasi
Kurangnya kadar hemoglobin dapat mempengaruhi energi dan kemampuan dalam berkonsentrasi dalam membuat keputusan.
- Mudah marah
Tanda dan gejala anemia yang juga mudah ditemukan adalah kondisi psikologis yang mudah marah. Kurangnya asupan oksigen dalam darah akan memicu otak dan mempengaruhi kondisi psikis.
- Merasa lemas dan lebih lelah daripada biasanya
Hal ini karena sel darah merah tidak dapat menyalurkan darah ke seluruh tubuh secara maksimal.
- Kram kaki
Kram kaki biasanya terjadi ketika penderita sedang melakukan aktivitas fisik. Jika terjadi pada seseorang yang mengalami anemia ringan, gejala ini sering kali dianggap biasa, karena penderita merasa masih bisa berjalan, berlari, atau berdiri dalam waktu lama.
- Sesak nafas
Saat menderita anemia, sumsum tulang tidak menghasilkan sel darah merah yang cukup atau tidak berfungsi secara normal. Sel darah membawa oksigen ke seluruh tubuh sehingga anemia dapat menyebabkan lelah dan sesak napas.
- Kulit pucat
Hal ini terjadi ketika tubuh tidak mendapatkan konsumsi oksigen yang cukup dan dapat menyebabkan kulit berubah menjadi pucat. Biasanya sering terjadi pada tangan, kelopak mata bagian bawah, dan lidah.
Gejala di atas awalnya sering tidak disadari oleh penderita, namun akan semakin terasa seiring bertambah parahnya kondisi anemia.
Ketika usia remaja, dampak dari anemia memang belum terlihat dengan jelas. Pada umumnya remaja hanya akan merasakan 5L (lemah, letih, lesu, lunglai, dan lalai). Biasanya para remaja akan menyepelekan keadaan ini. Namun, penderita anemia pada usia remaja akan berdampak buruk untuk masa depan dirinya sendiri, yaitu ketika ia hamil dan memiliki anak.
Anemia pada remaja putri merupakan masalah yang sangat penting, hal ini terkait dengan persiapan fisik remaja sebagai seorang ibu yang akan menjadi penerus keturunan. Ketika hamil, perempuan yang saat remaja pernah menderita anemia akan mengalami peningkatan risiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah dan prematur. “Angka remaja putri yang mengalami anemia semakin meningkat, ditambah lagi tingginya pernikahan dini membuat ibu-ibu muda berisiko pada kematian. Ibu melahirkan kalau yang tidak anemia pasti ada pendarahan, keluar darah. Sementara, kasusnya pada yang anemia akan menyebabkan perdarahan semakin parah dan bisa sampai kehabisan darah,” ucap Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Jawa Timur, drg. Vitria Dewi di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (16/7).
Pengetahuan tentang bahaya anemia sangat penting bagi seorang remaja. Sebagai generasi penerus diharapkan remaja dapat meningkatkan pemahaman tentang anemia dengan memanfaatkan media yang ada, yaitu media cetak/media elektronik. Remaja dan orang tuanya juga diwajibkan untuk memperbaiki gaya hidup khususnya pola makan yang baik agar gizi terpenuhi. Selain itu, institusi kesehatan juga diharapkan melakukan upaya preventif dan promosi secara berkelanjutan di sekolah-sekolah dalam rangka mengupayakan pencegahan dan deteksi dini anemia pada remaja. Sedangkan untuk pihak sekolah harus melakukan upaya pencegahan dengan meningkatkan peran UKS.
Dengan adanya saran di atas diharapkan para remaja, orang tua, pihak sekolah, dan instansi kesehatan dapat mencegah anemia pada remaja dan dapat meningkatkan kesehatan remaja di Indonesia. *
Larra Nuhenita
Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Yogyakarta