UIN Sunan Kalijaga Luncurkan Modul Pembelajaran Budaya di Sekolah

UIN Sunan Kalijaga Luncurkan Modul Pembelajaran Budaya di Sekolah

KORANBERNAS.ID -- Kalijaga Institute for Justice (KIJ) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta meluncurkan Modul  Integrasi Nilai-nilai Keren Berkarakter Nir Kekerasan dalam Pembelajaran dan Budaya Sekolah.

Pada acara yang berlangsung di Hotel Grand Dafam Rohan Yogyakarta Selasa (20/8/2019) itu hadir Staf Khusus Presiden RI Bidang Keberagamaan Internasional, Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin MA, yang juga Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sekaligus Direktur KIJ.

Modul hasil riset Tim Peneliti KIJ bekerja sama dengan The Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) ini merupakan integrasi nilai-nilai keren berkarakter dalam pembelajaran dan budaya sekolah.

“Modul ini merupakan model pembelajaran dan  gambaran suasana sekolah yang kondusif dalam upaya  menciptakan proses pembelajaran yang optimal,” ujar Siti Ruhaini Dzuhayatin.

Dia memaparkan, modul tersebut dapat digunakan sebagai bahan workshop bagi guru, siswa dan orang tua dalam penanaman nilai-nilai keren berkarakter.

"Guru, siswa dan orang tua ini merupakan unsur penting pendidikan yang diharapkan mampu bersinergi dalam proses pendidikan sehingga menghasilkan siswa atau lulusan berkualitas secara akademik maupun kepribadian," paparnya.

Modul ini berhasil diujicobakan pada empat sekolah menengah di Kabupaten Klaten Jawa Tengah yaitu SMK Negeri 2, SMA Muhammadiyah 1, SMP Negeri 3 dan SMPIT Ibnu Abbas.

Dipilih Klaten karena kabupaten itu memiliki sejarah perjuangan cukup panjang. Masyarakat Klaten dikenal kritis dan dinamis.

Terbukti banyak tokoh perjuangan dan perlawanan berasal dari kabupaten ini sejak dari Sunan Pandanaran, Ki Ageng Gribig hingga tokoh-tokoh seperti Ki Narto Sabdo (dalang), GM Sudarta (kartunis), Munawir Sazali (menteri agama).

Menurut Nurhaini, Indonesia penuh keberagaman etnik, agama, status sosial ekonomi, budaya, gender.

Sampai saat ini sikap intoleransi masih mewarnai kondisi sosial keberagaman, bahkan melahirkan tindak kekerasan yang perlu ditangani dan dicegah secara dini.

"Potensi kekerasan itu ada di mana-mana. Di rumah, di kantor, sekolah. Sumber dari kekerasan sebenarnya sama yaitu intoleransi," lanjutnya.

Modul ini diharapkan bisa diimplementasikan ke seluruh sekolah di Indonesia sehingga dapat menjadi solusi pencegahan kekerasan secara dini melalui penanaman nilai-nilai keren berkarakter.

“Intinya, intoleransi adalah ketidakmampuan seseorang atau kelompok menerima perbedaan, padahal perbedaan adalah keniscayaan,” tegas Ruhaini.

Modul ini memberikan gambaran dan pemahaman kontra narasi dalam melawan kekerasan ekstremisme. Bukan penanggulangan jangka pendek atau respon reaktif saja namun lebih fokus pencegahan  yang diawali pada usia sekolah.

Diharapkan para guru dan orang tua memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai keren berkarakter dalam lingkungan sekolah dan keluarga.

Apabila usaha itu berhasil maka akan melahirkan generasi muda yang tidak hanya bersikap toleran dalam diam.

“Mereka bisa menjadi duta-duta remaja yang lantang menyuarakan toleransi aktif membendung kekerasan ekstrem," tandasnya.

Rektor UIN Sunan Kalijaga  Prof Drs KH Yudian Wahyudi MA Ph D berharap modul itu bisa menjadi pemandu untuk mempersatukan anak bangsa , dimulai dari proses pembelajaran di sekolah hingga keluarga.

"Persatuan adalah hal yang harus kita syukuri sebagai bangsa Indonesia, bagaimana mengoptimalkan potensi pluralitas yang diberikan oleh Tuhan kepada bangsa Indonesia adalah hal yang harus kita lakukan sejak dini," kata dia.

Tidak ada satu pun negara yang memiliki ragam suku, bahasa dan kepercayaan bisa bersatu seperti negara Indonesia.

“Persatuan merupakan hal yang paling utama agar bangsa dan negara ini menjadi bangsa yang unggul dan disegani dunia," tandasnya. (sol)