Ruang Perawatan Pasien Covid di DIY Terisi 97%

Ruang Perawatan Pasien Covid di DIY Terisi 97%

KORANBERNAS ID, YOGYAKARTA -- Kasus pasien positif covid di Daerah Istimewa Yogyakarta belakangan ini menyebabkan banyak rumah sakit rujukan harus menyiasati pelayanan dengan metode buka tutup. Selama tiga hari berturut-turut pasien terkonfirmasi positif di Daerah Istimewa Yogyakarta melampaui angka 1000.

Melansir data Dinas Kesehatan DIY pada Senin (5/7/2021) terdapat 1.465 kasus terkonfirmasi positif, sehingga Bed Occupancy Ratio (BOR) atau tingkat keterisian ruang perawatan RS Covid-19 di DIY pun mencapai 97%.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pembajun Setyaningastutie menyampaikan, buka tutup itu dalam artian bahwa teman-teman direktur dan jajaran itu sedang menata kembali.

"Karena bila kondisi penuh, rumah sakit perlu untuk melakukan desinfektan. Apalagi diketahui juga beberapa perawat dan dokter sudah harus isolasi mandiri. Jadi rumah sakit harus butuh waktu khusus untuk menata IGD atau bangsal untuk Covid-19," paparnya kepada wartawan, Senin (5/7/2021).

"Maka buka tutup ini dipahamkan bahwa mereka sedang menata kembali pelayanannya," imbuhnya.

Pembajun melanjutkan, bagaimanapun para tenaga medis ini harus siap memberikan pelayanan dalam keadaan yang aman. Fasilitas kesehatan harus punya safety, ini merupakan hal yang utama baik bagi masyarakat, pasien maupun untuk perawat dan tenaga medis yang memberikan pelayanan.

"Lalu mengapa rumah sakit tidak mendedikasikan seluruh biliknya untuk pelayanan Covid-19? Karena harus ada antisipasi untuk ibu hamil, kecelakaan, atau kasus-kasus non-covid lain yang diperlukan," lanjutnya.

Pembajun melanjutkan di DIY, belum memungkinkan membangun rumah sakit khusus Covid-19. Perlu dipikirkan SDM dan sarana pra-sarana, Dia mengakui pemenuhan ini tidak mudah. Bisa dilihat dari beberapa hari ini pihaknya membuka lowongan bagi relawan dan perawat yang dapat membantu rumah sakit, belum terpenuhi targetnya.

Pendirian RS darurat, lanjut Pembajun, memiliki masalah yang krusial, yaitu ketersediaan SDM. Karena untuk saat ini pihaknya tidak mungkin mengambil SDM dari Puskesmas. Karena SDM di Puskesmas juga telah mengerjakan banyak hal, harus vaksinasi, harus tracing dan sebagainya.

"Saya nggak kebayang kalau kita harus membuka satu rumah sakit yang didedikasikan untuk Covid-19. Nah, oleh karena itu strateginya adalah menguatkan rumah sakit-rumah sakit yang ada ini, dengan salah satunya SDM," terangnya.

"Ya mohon maaf, akhirnya didirikan tenda-tenda di rumah sakit untuk triase, untuk men-screening, untuk menyeleksi apakah pasien yang datang perlu dirawat inap atau di shelter saja," imbuhnya.

Apalagi saat ini terjadi kepanikan. Dia melanjutkan, karena semua orang yang merasa dirinya batuk mau ke rumah sakit, semua orang ingin ke rumah sakit waktu demam, sehingga diperlukan triase dan skrining, hal tersebut karena kebutuhan komponen-komponen yang lain.

Untuk itu perlu pengembangan shelter-shelter di lapangan yang memiliki SOP penanganan Covid-19. Dengan demikian bisa menampung pasien yang tidak harus menginap di rumah sakit rujukan.

Pembajun menambahkan, saat ini semakin banyak shelter yang dibangun di kabupaten/kota di DIY. Pemanfaatan shelter ini jadi salah satu solusi yang riil dalam mengatasi tingginya jumlah pasien Covid-19.

Untuk melakukan tracing, saat ini DIY memiliki 16 Laboratorium, dengan kapasitas testing sekitar 4000 sample per hari. Namun ini dengan catatan optimal semua. "Tetapi kalau kemudian satu alatnya rusak, atau seperti sekarang ini ada lab yang automatic RNA extraction-nya rusak, kemudian SDM-nya banyak yang terpapar menjadikan tidak bisa optimal," kata dia.

"Oleh karena itu kita akan berupaya merekrut lagi laboratorium-laboratorium lain yang bisa dikerjasamakan. Kami melihat ada kemungkinan untuk itu," tutupnya. (*)