Realisasi Belanja APBN DIY Mencapai Rp 15,13 Triliun, Faktor Cuaca Berpengaruh

Realisasi Belanja APBN DIY Mencapai Rp 15,13 Triliun, Faktor Cuaca Berpengaruh

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Sampai dengan 30 September 2022, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan perbaikan yang berkelanjutan. Dari sisi penerimaan negara, realisasi pendapatan dan hibah yang tercatat sampai dengan September 2022 sebesar Rp 6,03 triliun atau 80,76 persen dari yang ditargetkan. Dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, pendapatan dan hibah tumbuh cukup signifikan 22,45 persen (yoy).

Kontribusi terbesar penerimaan berasal dari perpajakan 27,07 persen, yang didorong oleh pertumbuhan positif komponen PPh 35,63 persen dan PPN sebesar 18,78 persen. Kontribusi signifikan juga berasal dari penerimaan cukai sebesar 8,31 persen yang dipengaruhi oleh meningkatnya produksi tembakau. Sedangkan pada komponen pajak lainnya dan Bea Masuk, terkontraksi 0,21 persen dan 26,34 persen. Sementara itu, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp1,86 triliun tumbuh positif 13,25 persen (yoy).

Dari sisi pengeluaran negara, realisasi belanja negara di DIY sampai dengan akhir September 2022 mencapai Rp 15,13 triliun setara dengan 68,87 persen target APBN.

Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DIY, Arif Wibawa, menyampaikan realisasi belanja negara di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sampai dengan akhir September 2022 terdiri dari Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp7,43 triliun atau 62,37 persen target APBN, dan TKDD sebesar Rp7,7 triliun atau 76,59 persen.

Realisasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) terkontraksi sebesar 5,38 persen (yoy), terdiri dari realisasi Belanja Pegawai Rp 3,39 triliun (72,38 persen dari pagu Belanja Pegawai), Belanja Barang Rp 2,46 triliun (57,52 persen dari pagu Belanja Barang), Belanja Modal Rp 1,56 triliun (53, 3 persen dari pagu Belanja Modal), dan Belanja Bantuan Sosial Rp 15,65 miliar (87,87 persen dari pagu Belanja Bantuan Sosial).

“Beberapa hal yang mempengaruhi kinerja belanja Kementerian/Lembaga, antara lain pekerjaan fisik yang terganggu cuaca, munculnya anggaran belanja modal dipertengahan tahun, blokir masih dalam proses pembukaan, kenaikan harga aspal dan solar industri menyebabkan pelaksanaan kegiatan tidak sesuai rencana,” kata Arif kepada awak media, Senin (30/10/2022).

Sedangkan untuk penyaluran TKDD di wilayah DIY, sampai dengan akhir September 2022 mencapai 76,59 persen dari alokasi, dan terkontraksi 2,87 persen (yoy). Penyaluran TKDD terdiri dari transfer ke daerah yang mencakup Dana Perimbangan Rp 6,02 triliun, Dana Insentif Daerah Rp 244,12 miliar, Dana Keistimewaan Rp 1,05 triliun dan Dana Desa sebesar Rp 372,33 miliar.

Arif mengakui, beberapa komponen TKDD mengalami penurunan terutama Dana Insentif Daerah turun hingga 20,61 persen. Hal tersebut dipengaruhi adanya penurunan alokasi Dana Insentif Daerah yang semula sebesar Rp 326,02 miliar di tahun 2021 menjadi Rp 250,33 miliar di tahun 2022.

Pada sisi lain, belanja wajib bagi daerah dalam rangka penanganan dampak inflasi tahun 2022 telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Komitmen daerah untuk menggunakan 2 persen dari Dana Transfer Umum untuk Belanja Wajib dalam rangka penanganan dampak inflasi tahun 2022, total yang telah dialokasikan oleh pemerintah daerah di wilayah DIY adalah sebesar Rp 23,24 miliar dengan rincian Rp 8,22 miliar untuk bantuan sosial, Rp 11,34 miliar untuk penciptaan lapangan kerja, Rp 1,09 miliar untuk subsidi sektor transportasi, dan Rp 2,59 miliar untuk perlindungan sosial lainnya.

Untuk Realisasi Belanja PC-PEN di Provinsi DIY, sampai dengan 30 September 2022 tercatat sebesar Rp 2,23 triliun yang terdiri dari realisasi klaster Kesehatan Rp 563,69 miliar (klaim Covid, insentif nakes K/L Kemenkes) dan klaster Perlinmas Rp 1,47 triliun (PKH, sembako, BLT Migor, BLT BBM, BSU,BLT Desa ), Padat Karya Rp 129 miliar (PK PUPR), Ketahanan Pangan Rp 69 miliar, Infrastruktur Rp 7,6 miliar.

Untuk mendorong pergerakan perekonomian, pemerintah kata Arif, memberikan dukungan berupa subsidi bunga untuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan dukungan lain berupa penyaluran pembiayaan Ultra Mikro (UMI).

Penyaluran KUR hingga September 2022, mencapai Rp 5,46 triliun untuk 113.541 debitur. Penyaluran terbesar berada di Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp 1,62 triliun untuk 29.373 debitur. Sedangkan untuk penyaluran pembiayaan Ultra Mikro (UMI) mencapai Rp 40,16 miliar untuk 10.930 debitur, dengan penyaluran tertinggi berada di Kabupaten Bantul sebesar Rp 13,92 miliar untuk 3.694 debitur.

“Kebijakan dan dukungan pemerintah untuk melindungi daya beli masyarakat, dukungan kepada UMKM serta menjaga agar ekonomi tumbuh, perlu adanya pemetaan kondisi dan dinamika terkait kebijakan-kebijakan tersebut secara berkala. Mengapa demikian? Supaya bantuan atau subsidi dan pembiayaan yang diberikan pemerintah dapat tepat sasaran untuk melindungi daya beli masyarakat sekaligus sebagai mekanisme perlindungan sosial, dukungan UMKM dan penanggulangan kemiskinan,” kata Arif. (*)