Puan Maharani Ikut Merasakan Keresahan Ibu-ibu

Puan Maharani Ikut Merasakan Keresahan Ibu-ibu

KORANBERNAS.ID, JAKARTA – Gonjang-ganjing minyak goreng tak hanya berdampak pada masyarakat lapis bawah. Ketua DPR RI, Puan Maharani, juga ikut merasakan keresahan ibu-ibu yang sempat kalang kabut mencari minyak goreng.

Sebagai salah seorang yang ikut terlibat dalam pengaturan kebijakan, Puan menyuarakan keresahan mereka. Tatkala melakukan berbagai kunjungan ke daerah, Puan bertemu penjual minyak goreng maupun ibu-ibu yang menjadi konsumen utama. Dari mereka, Puan mendengar langsung bagaimana dampaknya. “Mereka galau, resah, kecewa dan marah,” ujarnya, Jumat (17/3/2022).

Puan dengan gemas pernah menyatakan pihak-pihak yang mempermainkan kepentingan rakyat harus mendapat ganjaran setimpal.

Pada saat yang sama terjadi hal yang kontradiktif di lapangan. Sewaktu mengunjungi pabrik-pabrik minyak goreng, dia melihat kegiatan produksi berjalan normal seperti biasanya. "Tak ada kekurangan produksi," kata dia.

Namun situasi berbeda dia dapati sewaktu masuk pasar. “Banyak warga mengeluh termasuk pedagang kecil, karena sulit mendapatkan stok minyak goreng," ujarnya.

Puan memahami situasi kelangkaan minyak goreng ini tidak lepas dari  aspek perspektif keadilan distributif. “Produksi barang dan jasa harus memberikan kesejahteraan bagi rakyat, harus ada keseimbangan mulai dari hulu ke hilir,” tambahnya.

Keadilan distributif mengarah pada keadilan hasil yang diterima dari masyarakat, terutama kaum ibu. Keadilan distributif memastikan barang dan jasa, kekayaan atau kualitas kesejahteraan didistribusikan dalam masyarakat negara.

Puan Maharani juga prihatin saat minyak goreng langka mencuat kasus penimbunan di mana-mana. "Saya melihat sendiri terjadi penimbunan minyak goreng di mana-mana,” ucapnya seraya menambahkan keadilan distributif ini bukan hanya menyangkut distribusi barang tetapi juga kestabilan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

Puan sepakat, seharusnya tidak banyak terjadi kejutan di pasar yang membuat warga panik dan resah. Jika itu terjadi, hal ini mempengaruhi indeks kesejahteraan warga.

Dia menilai, negara seolah-olah tidak hadir dengan situasi ini, misalnya muncul oknum-oknum nakal yang menjual minyak goreng bercampur air. Oknum nakal ini tega mengambil kesempatan dalam situasi kelangkaan dengan permainan harga pasar minyak goreng yang tinggi.

“Negara harus memiliki standar dalam menjalankan prinsip keadilan prosedural, negara menghadirkan mekanisme kebijakan yang tegas untuk mendukung kepentingan yang lebih besar, kepentingan utilitarianistik, yakni kepentingan warga negara, secara khusus para konsumen minyak goreng,” kata dia.

Menyadari perannya sebagai Ketua DPR RI, situasi ini harus mendapatkan pengawasan tegas. Kelangkaan tidak boleh terus berlanjut.

Pengawasan bisa dimulai dari sisi produksi, lalu mencermati laporan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menjaga stabilitas harga di pasar.

Menurut Puan, yang paling krusial saat ini adalah perlu perbaikan tata kelola niaga Crude Palm Oil (CPO). “Indonesia adalah penghasil CPO terbesar di dunia tetapi minyak goreng langka. Banyak pilihan kemudian jatuh pada keputusan produser untuk mengekspor dan dijadikan bahan bio solar sehingga jatah CPO untuk minyak goreng berkurang. Pemerintah memberikan subsidi untuk CPO bagi produksi bio solar, yang membuat pengusaha lebih suka menjual CPO menjadi bio solar ketimbang minyak goreng,” paparnya.

Penyebab kelangkaan minyak goreng disebut karena masalah distribusi dan keuntungan ekonomi semata. Sekali lagi, penting untuk menegaskan fungsi negara memastikan keadilan distributif.

Puan menegaskan tugas pemerintah untuk memastikan kelangkaan kebutuhan dasar ini jangan sampai berlangsung lama dan hanya menghasilkan kericuhan.

“Negara harus sungguh-sungguh menyelesaikan persoalan ini karena keadilan adalah hal yang fundamental dalam sistem pemerintahan,” tandasnya. (*)