Pilihan Sulit, Pedagang Burjo Keliling Ini Akhirnya Memenuhi Keinginan Anak Kuliah di Farmasi UGM
Meski hidup dalam keterbatasan, namun sebagai orangtua Mulyadi merasa terketuk hatinya begitu mengetahui tekad kuat Aisyah untuk kuliah di UGM
KORANBERNAS ID, KEBUMEN--Keinginan kuat Aisyah Maziidatul Muthiah (Aisyah) untuk kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM), akhirnya dipenuhi pasangan suami istri Mulyadi (43) dan Wiji Lestari (37).
Warga Dukuh Krajan, Desa Karangsambung, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen ini, memenuhi keinginan anaknya yang diterima melalui jalur SNBP (Seleksi Nasional Berbasis Prestasi) Tahun 2025.
Aisyah, seorang dari 56 siswa SMA Negeri 1 Kebumen yang diterima melalui jalur SNBP ini, awalnya bercita-cita menjadi dokter. Tapi Aisyah menyadari, kuliah di Fakultas Kedokteran membutuhkan biaya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan di Fakultas Farmasi.
“Karena kondisi ekonomi keluarga, saya akhirnya memilih Farmasi,” kata Aisyah yang diterima di SMAN 1 Kebumen tiga tahun lalu juga melalui jalur prestasi.
Aisyah telah memiliki rencana matang untuk menempuh studi di UGM. Dia mematok target bisa merampungkan kuliah di Fakultas Farmasi paling lama 7 semester. Setelahnya, ia akan mengambil pendidikan profesi apoteker.
“Kabarnya biaya pendidikan profesi lebih mahal. Tapi bismillah, mohon doanya nanti ada jalan keluar,” katanya lagi.
Aisyah sejak SD dikenal sebagai siswa yang pintar. Prestasi akademiknya selalu menonjol, sehingga lepas SD ia diterima di MTs Negeri 1 Kebumen, yang dikenal sebagai sekolah unggulan di Kebumen.
Ditemui koranbernas.id, Selasa (17/6/2025), Mulyadi selaku ayah mengaku tidak mudah memenuhi keinginan anak pertamanya kuliah di Jogja. Jangankan membiayai kuliah anaknya di luar kota, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja, ia harus membanting tulang dan pintar mengelola keuangan.
“Saya membeli beras saja masih ngecer, kok membiayai kuliah,” katanya.
Mulyadi berprofesi sebagai pedagang bubur kacang hijau dan ketam hitam. Setiap hari, ia berkeliling menjajakan dagangannya untuk menjemput rezeki. Tidak banyak yang bisa ia jual. Setiap hari, Mulyadi hanya mampu memasak 1 kilo kacang hijau dan 0,5 kilo ketan hitam.
Mulyadi pernah berangan-angan bisa berdagang menetap. Namun keinginannya itu harus ditunda, karena terkendala biasa sewa kios di Pasar Karangsambung yang lumayan mahal, Rp 6 juta setahun.
“Karena belum bisa menjangkau biaya sewa kios, maka sampai saat ini berdagang dengan cara berkeliling jadi pilihan saya. Dulu menggunakan sepeda motor. Tapi harus saya relakan untuk dijual, guna melunasi biaya asrama Aisyah,” aku pria yang tercatat menjadi alumni SMK Maarif 1 Kebumen yang pernah 6 tahun bekerja di perusahaan otomotif ternama ini.
Meski hidup dalam keterbatasan, namun sebagai orangtua Mulyadi merasa terketuk hatinya begitu mengetahui tekad kuat Aisyah untuk kuliah di UGM. Ia bersama istrinya sepakat memenuhi keinginan Aisyah. Selain lantaran rasa cintanya, mereka juga berharap pilihan yang tidak mudah ini akan menjadi awal dari perubahan nasib keluarga ke depannya.
Terkait biaya kuliah, Aisyah mengungkapkan, pada awal mendaftar pihak UGM menetapkan uang kuliah tunggal (UKT) sebesar Rp 4 juta per semester.
“Alhamdulillah setelah banding, biaya UKT nya bisa nol rupiah,” kata putri penerima bansos Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ini. (*)