Pesta Paduan Suara Gerejawi dibuka di Candi Umat Hindu

Pesta Paduan Suara Gerejawi dibuka di Candi Umat Hindu

KORANBERNAS.ID,YOGYAKARTA – Setelah terjeda pandemi, perhelatan Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) ke XIII kembali dilaksanakan. Yogyakarta sebagai tuan rumah Pesparawi membuka kegiatan yang diikuti oleh 34 perwakilan gereja se-Indonesia ini di Candi Prambanan.

“Sebagaimana lokasi pelaksanaan Pesparawi di Candi Prambanan, Candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9. Ini menunjukkan tidak adanya sekat antarumat beragama di Indonesia," tutur Zainut Tauhid Sa`adi Wakil Menteri Agama saat membuka perhelatan Pesparawi Senin (20/6/2022) di lapangan Siwa, Kompleks Candi Prambanan, Sleman, Yogyakarta.

"Namun sebaliknya justru terbangun jembatan antarumat beragama yang dilandasi sikap saling menghormati dan memuliakan,” tegasnya.

Zainut Tauhid Sa`adi menambahkan, pada era saat ini perkembangan seni budaya sejatinya harus mampu memberi arah bagi perwujudan identitas nasional yang sesuai dengan nilai luhur budaya bangsa.

“Bangsa Indonesia adalah bangsa religius dan berbudaya, maka pengembangan seni keagamaan dapat sentuhan yang utama sebagai bagian dari jati diri bangsa,” imbuhnya.

Kehadiran Pesparawi, lanjut Zainut, memiliki makna ganda yakni sebagai penguatan hubungan intern antar umat kristiani dan sekaligus membangun hubungan umat beragama di Indonesia secara menyeluruh.

“Dalam konteks intern, agenda yang diikuti gereja dari berbagai aliran, merupakan sarana membangun komunikasi intern. Jika konteks majemuk, Pesparawi yang diselenggarakan secara bergantian, memberikan sumbangsih atas nasionalisme dan kerukunan hidup beragama,” kata dia.

Sementara Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai Pesparawi selaras dengan ajaran moral khas Jogja yakni Sawiji, Greget, Sengguh, dan Ora Mingkuh, yang jika dimaknai setiap peserta, maka performa terbaik akan terwujud.

Sri Sultan mengatakan pentingnya pemaknaan keempat ajaran moral yang merupakan buah pikir Sri Sultan Hamengku Buwono I, sebagai peletak dasar Kasultanan Yogyakarta.

“Sawiji berarti penjiwaan total tanpa menjadi tak sadarkan diri, Greget adalah bersemangat tanpa menjadi kasar, Sengguh adalah percaya diri namun tetap low profile, dan Ora Mingkuh adalah pantang mundur, dengan disiplin dan tanggung jawab,” jelas Ngarsa Dalem.

Sultan yang hadir didampingi Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X melanjutkan, keempat ajaran tersebut mewakili totalitas ideal manusia dalam kehidupan baik hubungannya dengan sesama maupun Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sebagai tuan rumah Pesparawi XIII, Sri Sultan berharap setiap peserta juga dapat mengenal nilai budaya dan kearifan lokal Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Semogalah pula, para peserta masih sempat menghirup suasana Yogyakarta dengan serba kesahajaannya, di tengah-tengah senyum ramah masyarakat, khasanah wisata, dan budaya yang melingkupinya,” tutup Sri Sultan.(*)