Pesantren Kilat Ramadan SMKN 3 Yogyakarta Berpadu dengan Perayaan Hari Jadi DIY
Pemandangan unik ini bukti nyata nilai-nilai keagamaan dan kearifan budaya lokal berjalan selaras dalam pendidikan karakter generasi muda.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Di tengah suasana Ramadan 1446 H yang khidmat, ratusan pelajar SMKN 3 Yogyakarta terlihat mengenakan pakaian adat Jawa lengkap, menyemarakkan kegiatan Pesantren Kilat yang bertepatan dengan peringatan Hari Jadi ke-270 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Pemandangan unik ini menjadi bukti nyata bagaimana nilai-nilai keagamaan dan kearifan budaya lokal dapat berjalan selaras dalam pendidikan karakter generasi muda.
"Kegiatan ini mengkolaborasikan nilai keagamaan dengan budaya. Hal ini baik karena bisa menyatukan aspek keagamaan dengan budaya yang memiliki keunggulan di Indonesia, terutama budaya Jawa bagi warga Yogyakarta," ujar Nabila Azhara Sukamto, ketua panitia Pesantren Ramadan sekaligus pelajar kelas 11 SMKN 3 Yogyakarta kepada koranbernas.id, Kamis (13/3/2025).
Yang lebih menggembirakan, ternyata penggunaan pakaian adat di sekalah yang menerapkan pendidikan ketarunaan itu bukan lagi menjadi hal yang asing bagi para siswa. Nabila menegaskan berpakaian adat seperti ini bukan hal baru bagi para siswa karena setiap Kamis Pon juga sudah mengenakan pakaian serupa.
Pelajar SMKN 3 Yogyakarta tampak antusias mengikuti materi Pesantren Kilat di sekolah. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)
Sarbini S Pd selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMKN 3 Yogyakarta menjelaskan kegiatan Pesantren Kilat Ramadan diawali dengan pengumpulan zakat fitrah, dilanjutkan salat Dhuha, tadarus dan pemberian materi tentang puasa dan zakat.
"Selanjutnya, materi kedua akan membahas perawatan ibadah, kemudian nanti akan kembali dilaksanakan salat Dhuha," ungkapnya.
Yang menarik, seluruh kegiatan ini dipadukan dengan sesi menabuh gamelan bersama. Peserta yang terlibat tidak hanya dari SMKN 3 Yogyakarta, tetapi juga melibatkan siswa SMA dan SMP.
"Kegiatan ini memang dirancang sebagai kegiatan yang berlangsung secara simultan dalam satu hari penuh," tambah Sarbini.
Gagrak Jogja
Hal menarik lainnya adalah penggunaan pakaian adat Jawa dalam kegiatan ini. Menurut Sarbini, penggunaan pakaian khas Gagrak Jogja ini merupakan bagian dari upaya menanamkan kecintaan terhadap budaya.
"Sehingga, nantinya akan terlihat lebih unik jika siswa mengenakan pakaian khas dalam kegiatan sehari-hari," jelasnya.
Dalam kesempatan itu Kadisdikpora DIY, Suhirman, menambahkan hari ini juga berlangsung kegiatan Nabuh Gamelan Serentak yang melibatkan 130 sekolah se-DIY.
"Tadi ini ada 93 sekolah yang Nabuh Gamelan. Live streaming dari kami ini semua dapat kita bantu di Dikpora. Kami di Dikpora juga ikut Nabuh Gamelan ini," jelasnya.
Disiarkan langsung
Kegiatan yang dimulai sekitar pukul 09:50 ini berlangsung selama kurang lebih satu jam dan disiarkan secara langsung dari masing-masing sekolah termasuk oleh SMKN 3 Yogyakarta.
Adapun gendhing-gendhing yang dimainkan di antaranya adalah Soran Ladrang Kenceng Slendro Manyura, Ladrang Kembang Kates lagon Tahu Tempe pelog 6, Ladrang Asmaradana Slendro Manyura, dan Ladrang Gandrung Binangun kalajengaken Lancaran Rujak Rujakan Pelog Barang. "Gendhing-gendhing ini berkaitan dengan doa dan pendidikan," ungkap Suhirman.
Lebih lanjut, Suhirman menyampaikan kegiatan Nabuh Gamelan Serentak ini memiliki dua tujuan utama.
"Pertama, untuk memperingati hari ulang tahun DIY, supaya siswa-siswa tahu bahwa DIY itu memang istimewa. DIY berdiri sejak 155 tahun yang lalu, dari Ngarsa Dalem, Sultan Hamengku Buwono I," ujarnya.
"Kedua, supaya menumbuhkan jiwa kejawaannya para siswa. Dengan musik seperti gamelan ini, mudah-mudahan siswa memiliki rasa kejawen dan perilakunya mencerminkan wong nJawani," tambahnya.
Harmonisasi nilai
Tidak hanya itu, menurut Suhirman, kegiatan ini juga merupakan bagian dari rangkaian peringatan ulang tahun ke-270 DIY yang juga meliputi lomba menulis dan membaca aksara Jawa, geguritan, kirab dengan busana Jawa, lomba dongeng, tembang dolanan anak, dan video pendek.
Harmonisasi antara nilai-nilai keagamaan dan budaya lokal dalam kegiatan Pesantren Kilat Ramadan yang bertepatan dengan peringatan Hari Jadi DIY ini menjadi bukti nyata bahwa pendidikan karakter yang komprehensif dapat dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan bermakna.
Dengan demikian, diharapkan generasi muda tidak hanya memiliki pemahaman agama yang baik, tetapi juga tetap mencintai dan melestarikan budaya lokal. "Artinya, siswa-siswa ini supaya bangga menjadi bagian dari Yogyakarta," kata Suhirman. (*)