Pertama Kalinya PWNU DIY Disurvei

Pertama Kalinya PWNU DIY Disurvei

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Berdiri sejak 100 tahun atau satu abad, untuk pertama kalinya Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DIY disurvei tentang tata kelola keorganisasian. Rumah Survei Indonesia (RSI) yang melakukan hal tersebut menjelang berakhirnya masa kepengurusan PWNU DIY periode 2016-2021.

Hasil survei disampaikan ke publik dalam pers rilis di kantor PWNU DIY Jalan MT Haryono Kota Yogyakarta bersamaan dengan launching lembaga RSI, Kamis (13/1/2021).

Hadir dalam kesempatan tersebut  Sekretaris Tanfidziyah PWNU H Muhtar Salim M Ag, Direktur RSI Arin Namlakah, peneliti RSI Ainul Yaqin, Johan Komara dan pengurus RSI yang lain.

“Kami dari PWNU terbuka untuk dilakukan survei sebagai bentuk keterbukaan dan profesionalitas PWNU DIY. Maka hasil survei ini patut kita apresiasi dan menjadi masukan untuk PWNU DIY ke depan,” kata Muhtar.

Arin  Namlakah mengatakan RSI adalah Lembaga independen yang melakukan survei dengan kajian akademik yang bisa dipertanggungjawabkan. Mereka menyampaikan apresiasi kepada PWNU DIY yang dengan tangan terbuka bersedia disurvei dan ini menjadi tradisi baru yang baik. “Ini adalah pertama kalinya lembaga NU dilakukan survei,” kata Arin.

Survei dilakukan dua bulan dimulai dari perencanaan, merumuskan desain, pengumpulan data sampai penyusunan laporan hasil survei yang menggunakan pendekatan evaluatif dengan jenis eksplanatori.

Pengambilan sampling menggunakan teknik purposive sampling. Desain evaluatif mengacu kepada konsep Good Corporate Governance (GCG) untuk memperoleh gambaran praktik pengelolaan organisasi yang amanah dan prudensial dengan mempertimbangkan keseimbangan pemenuhan kepentingan seluruh stakeholder.

Ada lima variabel untuk mengukur hal tersebut meliputi aspek akuntabilitas, responsibilitas, independensi, fairness dan transparansi. “Responden dalam survei ini dipilih atas dasar hubungan terdekat dengan pengurus PWNU DIY,” katanya.

Mereka adalah pengurus harian dari lembaga-lembaga dan badan otonom (Banom) yang menjadi bagian dari pengurus PWNU DIY periode 2016-2021. Pengurus harian dari Pengurus Cabang NU di seluruh kabupaten dan kota di DIY juga  menjadi responden.

Adapun hasilnya terkait dengan pertanyaan “PWNU DIY memiliki instrumen evaluasi”, 54 persen responden menjawab ya, 42,9 persen responden menyatakan tidak tahu dan 4,8 persen responden mengatakan tidak.

Tekait dengan pertanyaan ada evaluasi pada tiap kegiatan PWNU, 76,2 persen responden mengatakan ya, sedangan 23,8 persen responden mengatakan tidak tahu.

Terkait dengan pertanyaan pelaksanaan program kerja mengacu pada program  raker, 85,7 persen responden bilang ya dan 14,3 persen responden menyatakan tidak tahu. Terkait dengan pertanyaan program kerja disusun secara periodik, jangka panjang, menengah dan pendek, 66,7 persen responden menyatakan ya, 31.0 persen responden mengatakan tidak tahu dan 2,4 persen responden mengatakan tidak.

Terkait dengan pertanyaan ada rapat kerja (raker) terstruktur yang dilakukan oleh PWNU DIY untuk dengar pendapat dengan lembaga, Banom dan PCNU, 90,5 persen  responden menjawab ya dan 9,5 persen responden meresponnya dengan memilih jawaban tidak  tahu.

Dari hasil survei ini dapat dilihat bahwa perlunya pengurus PWNU yang akan datang untuk membuat instrumen evaluasi kelembagaan sebagai upaya untuk mengevaluasi diri terkait dengan kekurangan-kekurangan dalam mengelola program organisasi.

Meskipun 52,4 persen  responden yang mengatakan pengurus PWNU mempunyai instrument evaluasi kelembagaan akan tetapi ada 42,9 persen responden yang mengatakan tidak tahu, dan 4,8 persen responden mengatakan PWNU tidak mempunyai instrumen evaluasi.

Dalam hal ini, meskipun 4,8 persen responden ini bukan angka yang besar, tapi pengurus PWNU yang akan datang tetap harus  menjadikannya bahan evaluasi.

Catatan lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah penyusunan periodesasi program yang perlu ditata kembali. Dalam hal ini, 66,7 persen responden mengatakan program kerja sudah disusun secara periodik, jangka panjang, menengah dan pendek, akan tetapi ada 2,4 persen responden mengatakan sebaliknya, dan ada 31,0 persen  responden mengatakan tidak tahu.

Dari angka ini, pengurus PWNU ke depan perlu menyusun periodesasi program kerja yang dilaksanakan secara konsisten dalam bentuk program jangka pendek, menengah dan panjang.

Pada sisi lain, ada apresiasi yang cukup baik bagi pengurus PWNU 2016-2021 pada beberapa poin antara lain adanya 85,7 persen responden mengatakan pelaksanaan program kerja sudah mengacu pada program raker.

Selanjutnya 76,2 persen responden mengatakan ada evaluasi pada tiap kegiatan PWNU. Kemudian, apresiasi terbesar ada pada 90,5 persen responden yang mengatakan adanya Raker dan dengar pendapat secara terstruktur antara pengurus PWNU dengan lembaga, Banom dan PCNU.

Dari salah satu poin hasil survei RSI ini, evaluasi dan pengelolaan organisasi dan program kerja PWNU perlu ditingkatkan. Sementara pelaksanaan program kerja dan kerja sama antara pengurus PWNU dengan lembaga, Banom, dan PCNU sudah cukup baik.

Ainul Yaqin menambahkan berdasarkan hasil survei, RSI juga merekomendasikan beberapa hal. Di antaranya  peningkatan bidang ekonomi dengan lebih membumi ke NU, juga menciptakan kesejahteraan lahir dan batin. ”PWNU DIY bisa menjadi role model dan mampu menjadi leading sector bagi PWNU di daerah lain,” katanya. (*)