Menggagas Strategi Jadikan Situs dan Artefak Sebagai Daya Tarik Wisata Jogja

Menggagas Strategi Jadikan Situs dan Artefak Sebagai Daya Tarik Wisata Jogja
Heroe Poerwadi saat menyampaikan paparan dalam FGD bertajuk “Optimalisasi Situs & Artefak Sebagai Aset Potensi Kebudayaan dan Pariwisata” di Yogyakarta, Sabtu (15/6/24). (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA—Yogyakarta dikenal memiliki banyak situs dan artefak. Menjadi hal yang penting, untuk menggagas dan menyusun strategi agar kekayaan situs dan artefak ini tidak sekadar cerita masa lalu, tapi dapat menjadi daya tarik bagi masa kini dan masa nanti. Salah satunya, adalah dengan menjadikan situs dan artefak sebagai penghubung masa lalu dan masa kini, serta menjadikannya daya tarik wisata edukatif.

Dalam Focus Group Discussion bertajuk “Optimalisasi Situs & Artefak Sebagai Aset Potensi Kebudayaan dan Pariwisata” di Yogyakarta, Sabtu (15/6/24), dosen sekaligus pelaku pariwisata Arya Ariyanto mengatakan, upaya menjadikan situs dan artefak sebagai kekayaan wisata, salah satunya bisa dilakukan dengan strategi menarasikannya untuk masyarakat. Dengan narasi yang baik, dia optimis situs dan artefak akan semakin menarik bagi masyarakat, termasuk wisatawan.

Direktur Utama PT Jogkem Grup ini melanjutkan, segala sesuatu bisa menjadi daya tarik wisata. Asalkan dikemas dengan baik dan didukung sarana prasarana yang memadai. 

Ia lantas mencontohkan, bahkan bencana alam saja, bisa menjadi menarik siapapun untuk melihat dari dekat. Seperti semburan lumpur panas Lapindo, ataupun erupsi Gunung Merapi misalnya.

“Apalagi situs dan artefak, yang sesungguhnya kaya dengan cerita masa lalu. Asalkan dikemas dengan baik, dinarasikan dengan baik dan menarik, pasti akan menjadi daya tarik bagi siapapun,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Arkeolog Ari Setyastuti, M.Si mengemukakan, bahwa Jogja telah lama menjadi destinasi wisata unggulan di Indonesia, dikenal dengan kekayaan budaya dan warisan sejarahnya. Yaitu mendorong pariwisata berkelanjutan dengan fokus pada kelestarian alam, budaya, partisipasi aktif masyarakat, dan kesejahteraan lokal, bukan sekadar peningkatan jumlah wisatawan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, telah melibatkan swasta dan komunitas dalam pelestarian cagar budaya. Sedangkan perguruan tinggi mencetak ahli di bidang kebudayaan dan pariwisata. Tantangan utama saat ini, adalah menjaga keberlanjutan perubahan paradigma ini serta memasukkan penelitian arkeologis dan pelestarian cagar budaya ke dalam strategi kebudayaan nasional.

Sementara itu, Heroe Poerwadi mantan Wakil Walikota Yogyakarta 2017 -2022 menyampaikan, pentingnya menjaga dan memanfaatkan situs dan artefak sebagai penghubung masa lalu dengan masa kini.

Ia mencontohkan, situs seperti Candi Borobudur dan Prambanan, tidak hanya menawarkan pemandangan indah. Namun juga membawa orang pada perjalanan sejarah.

Situs dan artefak harus bisa menceritakan sejarah masa lalu menjadi daya tarik wisata edukatif. Penjajah pernah menghancurkan situs-situs penting untuk melemahkan identitas bangsa,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut Heroe, penjelasan lengkap tentang situs sejarah sangat penting, agar pengunjung dapat menghargai dan memahami nilai-nilai yang diwariskan. Selain sebagai objek sejarah, situs dan artefak juga memberi nilai relevan bagi masyarakat saat ini. Artefak dapat direvitalisasi melalui kreativitas budayawan, agar beradaptasi dengan zaman modern,” katanya. (*)