Limbah Plastik dan Tutup Botol Diolah Jadi Beragam Produk Kerajinan

Limbah Plastik dan Tutup Botol Diolah Jadi Beragam Produk Kerajinan

KORANBERNAS.ID, BANTUL – Sebagian orang menganggap sampah atau limbah tidak bermanfaat,  hanya dibuang begitu saja. Namun di tangan anak muda kreatif, Dikko Andre Kurniawan (26) warga Wirosutan Kalurahan Srigading Sanden Bantul, limbah bisa diolah menjadi beragam produk kerajinan.

Ditemui pada acara Dinamika Desa gelaran Dinas Kominfo Kabupaten Bantul, Selasa (25/10/2022), Dikko mengatakan limbah yang diolah menjadi kerajinan berasal dari plastik dan tutup botol.

Limbah plastik dicuci, dibersihkan kemudian dibuat lembaran dengan cara ditenun menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Setelah menjadi lembaran, tahap selanjutnya dijahit untuk dijadikan berbagai barang kerajinan seperti tas, topi, gantungan kunci, gelang, dompet. Harga jualnya mulai Rp 15.000 hingga ratusan ribu setiap item.

Khusus tutup botol, dikolaborasi dengan limbah plastik menjadi casing hape berbagai tipe. Setiap bulan, Andre yang menggunakan brand Sawokecik ini mampu memproduksi hingga ratusan item aksesoris. Dia bekerja dibantu dua orang tetangganya.

Selanjutnya, aksesoris dijual secara offline ataupun online melalui Instagram sawokecik_ melalui akun tiktok sawokecil_recycle dan youtube di @sawokecik_ sehingga jangkauan sangat luas bahkan pernah sampai luar negeri.

“Pemasaran kita ke berbagai wilayah di tanah air, dan penah juga ekspor kecil-kecilan,” kata Andre.

Dia memulai usaha tersebut pada tahun 2020. Awalnya hanya casing hape, begitu banyak respons positif dari pembeli akhirnya dia mengembangkan ke jenis kerajinan lain.

“Dengan pengolahan limbah plastik ini maka saya bisa meningkatkan nilai jual limbah. Selain tentu sebagai salah satu peran anak muda dalam mencintai lingkungan,” katanya.

Ernasari (23) asal Sewon Bantul mengaku apa yang dibuat oleh Sawokecik sangat menginspirasi dan bagus. “Bagus gelangnya, tidak seperti plastik biasa. Ini juga menunjukkan rasa cinta pada lingkungan karena mengurangi limbah,” kata Erna. (*)